JAKARTA — Anak berkonflik dengan hukum (ABH) terduga pelaku ledakan bom di SMA 72 Jakarta menjalani operasi dekompresi kepala di RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, dikutip Bergelora.com di Jakarta, Rabu (12/11).
Kabid Dokkes Polda Metro Jaya Kombes Pol Martinus Ginting mengatakan operasi dilakukan setelah pelaku dipindahkan ke RS Polri untuk diberikan penanganan medis.
“Hari ini juga kami lakukan tindakan operasi dekompresi tulang kepala. Karena waktu kejadian ada dekompresi tulang kepala,” ujarnya dalam konferensi pers di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan.
Ia menjelaskan salah satu alasan pemindahan pelaku agar proses penanganan medis menjadi lebih maksimal. Martinus mengatakan pelaku saat ini juga terus diawasi oleh dokter bedah ahli saraf dan bedah plastik.
“Jadi kami beri perawatan di sana supaya lebih maksimal dan penanganan di sana oleh dokter bedah ahli saraf dan dokter bedah plastik,” tuturnya.
Sebelumnya, ledakan terjadi di SMAN 72 Jakarta Utara, Jumat (7/11) sekitar pukul 12.15 WIB, di area masjid sekolah saat kegiatan salat Jumat berlangsung.
Tidak ada korban meninggal dunia dalam insiden itu. Namun, korban luka dalam peristiwa itu tercatat ada sebanyak 96 orang.
Pada kesempatan yang sama, Kapolda Metro Jaya Irjen Asep Edi Suheri menyebut pelaku atau anak yang berkonflik dengan hukum itu merupakan pribadi yang tertutup dan jarang bergaul dengan orang lain.
Ia menyebut hal itu diketahui penyidik setelah memeriksa total 16 orang saksi termasuk tersangka, keluarga hingga para siswa dan guru di sekolah tersebut.
“Dari keterangan yang kami himpun Anak yang Berkonflik dengan Hukum (ABH) yang terlibat dikenal pribadi tertutup dan jarang bergaul,” ujar Asep.

Bukan Terorisme
Ledakan di SMAN 72 Jakarta dipastikan tidak terkait dengan terorisme. Densus 88 menyatakan peristiwa itu merupakan murni kriminal umum.
Pelaku ledakan adalah salah satu siswa yang kini berstatus anak berkonflik dengan hukum atau ABH. Peristiwa itu terjadi pada Jumat (7/11) saat khotbah salat Jumat hingga menimbulkan 96 orang korban.
“Densus 88 melakukan cek terkait dengan jaringan teror baik itu global, regional maupun domestik, sampai dengan saat ini tidak ditemukan adanya aktivitas terorisme yang dilakukan ABH. Jadi murni tindakan yang dilakukan adalah tindakan kriminal umum,” kata PPID Densus 88 Antiteror Polri AKBP Mayndra Eka Wardhana, di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (11/11/2025).
Berdasarkan pemeriksaan alat bukti dan keterangan yang didapat dari para saksi, Densus 88 meyakini perbuatan tersebut tak berkaitan terorisme. Termasuk tak berkaitan dengan jaringan apa pun.
“Jadi tidak ada kaitan dengan jaringan apa pun sehingga, dalam analisis Densus 88, kejadian ini belum termasuk tindak pidana terorisme sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 5 Tahun 2018,” ujarnya.
Pelaku Dendam
Pelaku disebut menaruh dendam terhadap perlakuan orang-orang kepada dirinya. Dendam tersebut sudah disimpannya selama berbulan-bulan sejak awal 2025.
“Dari awal tahun yang bersangkutan sudah mulai melakukan pencarian-pencarian, perasaan merasa tertindas, kesepian, tidak tahu harus menyampaikan kepada siapa. Lalu yang bersangkutan juga memiliki motivasi dendam terhadap beberapa perlakuan terhadap yang bersangkutan,” jelasnya.
Setelah itu, pelaku disebut mencari tahu terkait bagaimana cara orang meninggal dunia dan konten kekerasan lainnya. Pelaku juga bergabung ke dalam grup kekerasan.
“Di situ menginspirasi bersangkutan, karena yang bersangkutan mengikuti komunitas di media sosial di mana di situ mereka mengagumi kekerasan. Motivasi yang lain ketika beberapa pelaku melakukan tindakan kekerasan lalu meng-upload ke media tersebut, komunitas itu akan mengapresiasi sesuatu hal yang heroik. Di situ hal yang memprihatinkan,” jelasnya.
Terinspirasi Luar Negeri
Pelaku juga terinspirasi pelaku-pelaku penembakan di luar negeri. Bahkan siswa ABH ini menuliskan nama-nama pelaku penembakan di luar negeri pada senjata mainan yang dibawa saat beraksi.
Menurutnya, hal itu merupakan memetic violence. Pelaku disebut hanya menirukan, bukan termasuk dalam jaringan tertentu.
“Jadi, kalau dalam komunitas kekerasan, ada istilah memetic violence daring. Kalau rekan-rekan lihat, dalam senjata airsoft gun ditulis nama tokoh maupun ideologi yang berkembang. Akan tetapi yang bersangkutan hanya melakukan peniruan saja, karena itu sebagai inspirasi yang bersangkutan melakukan tindakan,” ujarnya.
Densus 88 kemudian menyebutkan 6 nama pelaku penembakan yang ditulis siswa ABH pada senjata mainan yang dibawa saat beraksi. Tiga nama yang ditulis pelaku yakni Alexandre Bissonnete, pelaku penembakan di Quebec City pada 29 Januari 2017.
Kemudian ada Luca Traini, pelaku penembakan enam migran asal Afrika di Kota Macerata pada Februari 2018.
Lalu Brenton Harrison Tarrant, pelaku penembakan massal di dua masjid di Selandia Baru pada 15 Maret 2019. (Web Warouw)

