Rabu, 26 November 2025

Bandara ‘Gelap’ Morowali, Siapa Yang Bertanggung Jawab?

Oleh: M. Nigara*

MUSTAHIL..!

Itu kata yang paling tepat kita sandarkan pada kisah ‘penemuan bandara gelap’ di Morowali, Sulawesi Tenggara. Tepatnya di kawasan industri Morowali, Sulawesi Tengah, di atas lahan 4000 hektar.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), mustahil berarti tidak mungkin, tidak masuk akal, atau tidak dapat terjadi. Kata ini juga bisa diartikan sebagai sesuatu yang tidak bisa diterima oleh akal keberadaannya.

Kalau saja 20 November 2025, Menteri Pertahanan Jendral (purn) Sjafrie Sjamsoeddin tidak menggelar latihan di sana, maka, bandara yang tidak berada dalam kuasa pemerintah itu, tak akan terekspose. Kita percaya, tidak ada yang kebetulan dalam hidup ini.

Bandara yang kabarnya sangat aktif itu, tidak diawasi oleh Bea dan Cukai, tidak ada Imigrasi, dan tidak ada keamanan baik dari TNI-AU (pertahanan dan ketahanan) maupun Kepolisian (keamanan). Sejak diresmikan Joko Widodo, Desember 2018, catatan: Kabarnya Bandara itu malah sudah beroperasi sejak 2010, entah berapa banyak orang asing yang datang dan apa saja yang mereka bawa, semua tak terdata. Bahkan, jika pun barang-barang terlarang dan membahayakan seperti narkoba atau senjata, dimasukkan, semua aman-aman saja.

Jika sehari satu kali penerbangan, dan seandainya satu penerbangan membawa 100 penumpang, berapa ribu pendatang gelap yang telah masuk sejak 2010? Lalu, jika ada dua pucuk senjata api yang ikut dimasukan atas nama keamanan dan pengamanan bagi mereka di tempat asing, berapa banyak senjata yang telah mereka masukkan?

Sungguh, di era yang sudah serba digital seperti saat ini, masih ada kisah demikian, malu rasanya. Dan, jika selama ini ada rumor terkait orang asing yang sangat masif ada di sekitar tambang Nikel, jadi tak terbantahkan.

Pedihnya, airport itu diresmikan oleh presideng RI ke-7. Jejak Presiden Joko Widodo (Jokowi) meresmikan bandara baru dan pengembangan 4 (empat) terminal bandara yang seluruhnya dibangun di Pulau Sulawesi, terekam di berbagai _platform_ media. Kita mudah membuka dan membacanya.

Peresmian yang dipusatkan di Bandara Syukuran Aminuddin Amir, Kecamatan Luwuk, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah, ini sekaligus mengakhiri rangkaian kunjungan kerja Presiden ke Sulawesi, Minggu (23/12) siang. Sekali lagi, bandara itu jelas keberadaannya.

Anehnya, sejak 2018 hingga 20 November 2025, meski tidak berada dalam kontrol pemerintah, bandara

bisa beroperasi tanpa terdeteksi. Ada dua pertanyaan yang normal timbul: Kelemahan pertahanan atau pembiaran yang disengaja. Keduanya jelas membuat negeri kita terkesan sangat lemah.

Pertanyaan berikutnya, siapakah yang harus dimintai pertanggungjawaban? Lalu, mungkinkah penanggung jawabnya dibawa ke jalur hukum? Kemudian, mungkinkah mereka yang masuk dengan gelap bisa dipulangkan? Dan, barang-barang terlarang bisa disita? Segerombolan pertanyaan bermunculan, tapi pasti sangat sulit untuk dijawabnya.

Ribuan orang yang patut dapat diduga telah masuk secara gelap itu, jelas telah melanggar UU. Keimigrasian (Desember 2023), Bab 11 Ketentuan Pidana. Sebanyak 23 pasal telah mengatur secara rinci.

Pasal 113 misalnya: Setiap orang yang dengan sengaja masuk atau keluar Wilayah Indonesia yang tidak melalui pemeriksaan oleh Pejabat Imigrasi di Tempat Pemeriksaan Imigrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Dan pasal 120: Setiap orang yang melakukan perbuatan yang bertujuan mencari keuntungan, baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk diri sendiri atau untuk orang lain dengan membawa seseorang atau kelompok orang, baik secara terorganisasi maupun tidak terorganisasi, atau memerintahkan orang lain untuk membawa seseorang atau kelompok orang, baik secara terorganisasi maupun tidak terorganisasi, yang tidak memiliki hak secara sah untuk memasuki Wilayah Indonesia atau keluar dari Wilayah Indonesia dan/atau masuk wilayah negara lain, yang orang tersebut tidak memiliki hak untuk memasuki wilayah tersebut secara sah, baik dengan menggunakan dokumen sah maupun dst… Diancam pidana 5-15 tahun dan denda Rp 500 jt-Rp 1,5 miliar.

Jadi, beroperasinya bandara gelap itu jelas telah melanggar segala regulasi yang ada. Pemerintah harus segera menetapkan siapa penanggung jawabnya. Bayangkan, dari ribuan orang yang masul tanpa didata dan terdata, jika mereka adalah irang-orang terlatih dan hendak berbuat makar, apakah kita tidak repot?

Dan, kasus ini tidak boleh menguap seperti banyak kasus besar yang terbang begitu saja.

——

*Penulia M. Nigara, Wartawan Senior

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru