Kamis, 19 September 2024

AKHIRI KETIDAK PASTIAN HUKUM..! Luhut Sebut Investasi Migas Mandek 30 Tahun, Menteri ESDM Ngeles

JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan sempat menyinggung rendahnya investasi baru di sektor minyak dan gas (migas) tanah air. Menurut Luhut nyaris tidak ada investasi baru dalam 30 tahun terakhir di sektor tersebut.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif pun angkat bicara. Dia mengatakan kondisi itu bermula dari banyak Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) hengkang pada 2012.

Arifin mengatakan kala itu ada pengeboran dan menghabiskan US$ 2,5 miliar, namun pengeboran minyak itu hasilnya kering.

“Enggak, bukan itu. Jadi waktu itu kan tahun 2012. dulu kan kita sempat pick, ya. Terus kemudian tahun 2012, itu kejadian udah ngebor besar. Habis 2,5 miliar dolar AS terus KKKS itu dry hole,” kata dia ditemui usai Sidang Paripurna DPR RI dan Pembacaan Nota Keuangan di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (16/8/2024).

Akhirnya para investor yang hengkang itu mencari tempat lain sebagai sumber migas baru. Selain itu, para investor juga mencari tempat dengan kebijakan fiskal yang lebih menguntungkan

“Nah, kemudian juga dari situ di tempat-tempat lain udah mulai ketemu sumber-sumber baru. Jadi, mereka pada pindah. Akibatnya kan ada persaingan. Di mana yang memang daerah yang punya kebijakan fiskal yang menguntungkan sama yang kurang menguntungkan. Karena pasti milihnya yang itu, kan?” Terangnya.

Untuk itu, menurut Arifin Indonesia memang harus memperbaiki kebijakan untuk bisa menarik investasi lagi.

“Tapi sekarang, alhamdulillah, ya. Mungkin banyak yang ketemu potensi. Sekarang yang kita lagi rancang. Kemudahan-kemudahan, fleksibilitas,” jelas dia.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan sempat menyinggung rendahnya investasi baru di sektor minyak dan gas (migas) tanah air. Ia menyatakan nyaris tidak ada investasi baru dalam 30 tahun terakhir di sektor tersebut.

“Saya membuat task force di wilayah saya, portofolio saya, lalu saya tanyakan kenapa di 30 tahun terakhir investasi di industri minyak dan gas sangat kecil atau bahkan nyaris nol,” katanya dalam acara Supply Chain & National Capacity Summit 2024 di JCC Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (14/8/2024).

Menurutnya ada 11 faktor yang menjadi penghambat investasi sektor migas. Dalam catatan detikcom, Luhut menjelaskan 11 isu tersebut berkaitan dengan lamanya persetujuan izin lingkungan, peraturan terkait ruang laut dan pertanian, perpajakan migas yang kurang kondusif, hingga kurangnya dukungan dari sebagian pemerintah daerah.

Tidak Ada Kepastian Hukum

Kaburnya para inverstor menurut pakar energi Dr. Kurtubi disebabkan karena ketidak pastian hukum.

Ia menjelaskan sebenarnya ada kebijakan yang lebih mendesak di sektor migas ketimbang menghapus jenis BBM tertentu dan menaikkan harga BBM. Kebijakan tersebut adalah perlunya segera kebijakan untuk mengakhiri ketidakpastian hukum yang diderita oleh sektor migas nasional. Hal ini ditegaskan oleh pakar energi, Dr. Kurtubi kepada Bergelora.com di Jakarta, Minggu (10/9).

“Fakta ketidakpastian Hukum yang berkepanjangan di sektor migas ini telah berlangsung sejak berlakunya UU Migas No.22/2001 yang diendorsed oleh IMF (International Monetary Fund) ketika Pemerintah pinjam uang pada lembaga keuangan internasional itu saat terjadi krisis moneter tahun 1998,” jelas pengajar Diplomasi Energi di Universitas Paramadina ini.

Mantan pengajar Ekonomi Energi Pascasarjana Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia ini menjelasakan mengapa sektor migas mengalami ketidakpastisn hukum adalah akibat kehadiran Undang-undang Migas No. 22/2001, justru dengan mencabut dua Undang-undang yang sudah sesuai dengan Pasal 33 UUD’45.

“Padahal Undang-undang No.44/Prp/1960 dan Undang-undang No. 8/1971 yang dicabut oleh Undang-undang Migas No. 22/2001 sudah terbukti berhasil menaikkan produksi migas hingga 1,7 juta bph dan berhasil melahirkan industri LNG sehingga penerimaan devisa export dan penerimaan APBN didominasi oleh sektor migas,” jelasnya.

Alumnus CSM Amerika, IFP Petancis dan UI Jakarta ini mengingatkan bahwa ekonomi nasional pernah tumbuh mencapai pertumbuhan tertinggi sebesar 9.8% ditahun 1980-an.

Sedangkan Undang-undang Migas No.22/2001 yang berlaku hingga saat ini, sangat buruk, tercermin dari keputusan Mahkamah Konstitusi yang telah mencabut 17 pasal. Termasuk MK membubarkan BP Migas yang kemudian diganti nama menjadi SKK Migas yang bersifat solusi sementara/ad-hoc, namun tetap ada sampai sekarang.

“Undang-undang Migas No.22/2001 ini juga menurutnya tidak disukai investor karena menciptakan sistem tata kelola yang ribet, ruwet dan birokratis. Karena perijinan diurus sendiri oleh investor,” ujarnya.

Bahkan menurutnya, Pasal 31 Undang-undang Migas ini mewajibkan investor membayar pajak dan pungutan semasa eksplorasi. Menyadari pasal 31 UU Migas ini sangat menghambat investasi. Menteri Keuangan menerbitkan Permenkeu untuk “menganulir” pemberlakuan Pasal 31 UU Migas yang menimbulkan pertanyaan, Apakah Menteri Keuangan berwenang “membatalkan” pasal dalam sebuah undang-undang yang hirarkinya lebih tinggi.

Segera Akhiri Ketidakpastian

Kurtubi menegaskan ketidakpatian hukum yang dialami oleh sektor migas nasional harus segera diakhiri dengan cara yang konstitusional dan efisien karena sudah sangat darurat.

Ia mengingatkan DPR-RI sudah dua kali gagal menghasilkan Undang-undang Migas yang baru. Untuk ketiga kalinya sekarang DPR-RI membahas RUU Migas yang baru, malah justru berusaha hendak mempertahankan Kuasa Pertambangan tetap dipegang oleh Menteri ESDM yang sejatinya tidak eligible.

“Sehingga Presiden Jokowi sudah sangat tepat mengambil kebijakan mencabut Undang-undang Migas No. 22/2001 dengan menerbitkan PERPPU agar sektor migas nasional bisa bangkit kembali untuk meningkatkan produksi migas nasional,” ujarnya.

Dengan PERPPU itu juga menurut Kurtubi, Indonesia dapat mengembangkan cadangan gas besar seperti yang ada di Natuna untuk menghasilkan LPG, LNG dan memanfaatkan CO2 nya untuk EOR (Enhanced Oil Recovery) lapangan tua di Sumatra.

Terbuka juga peluang memanfaatkan teknologi eksplorasi yang sudah proven berhasil menaikkan produksi migas Amerika secara significant. Telah berhasil merubah status Amerika dari negara pengimpor minyak terbesar didunia menjadi saat ini Amerika menjadi negara produsen minyak terbesar didunia yang bisa mengendalikan harga minyak dunia.

“Migas sebagai sumber daya alam fosil pada saatnya bisa dikonversi menjadi produk petrokimia dengan efisien yang juga dibutuhkan oleh ekonomi dunia dalam jangka panjang hingga pasca transisi energi,” tegasnya. (Web Warouw)

 

Artikel Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,100PelangganBerlangganan

Terbaru