Minggu, 3 November 2024

Aktifkan Desa Siaga, Kawal Kesehatan Rakyat

SURABAYA- Pemerintah baru 5 tahun ke depan diminta untuk mengaktifkan kembali desa-desa siaga yang pernah dibangun Departemen Kesehatan pada era 2004-2005 untuk melibatkan rakyat kembali dalam penguatan kesehatan masyarakat di tingkatan desa, kelurahan dan RT. Desa-desa siaga penting untuk menopang sistim kesehatan nasional yang berbasiskan kekuatan rakyat sendiri. Hal ini ditegaskan oleh Pengurus Nasional Dewan Kesehatan Rakyat (DKR), Tutut Herlina kepada Bergelora.com di Jakarta, Senin (4/6)
 
“Seberapa kuat tangan pemerintah untuk mengatasi persoalan kesehatan rakyat, kalau tidak melibatkan kekuatan rakyat sendiri untuk menjaga kesehatan lingkungan, mengadvokasi pasien di puskesmas dan rumah sakit sampai menghadapi pasca bencana alam dan penyakit menular,” ujarnya.
 
Apalagi menurutnya diera keterbukaan seperti saat ini, kesehatan rakyat menjadi sangat rentan kalauhanya bergantung pada peran pemerintah yang tenaganya terbatas.
 
“Pemerintah punya dana besar, tetapi tidak punya tenaga pelaksana. Sehingga peran serta rakyat yang aktif dalam desa-desa siaga akan sangat penting memastikan kesehatan rakyat. Pemerintah tinggal menyediakan kebutuhan desa-desa siaga seperti bahan sosialisasi, alat-alat kesehatan, obat-obatan, petugas kesehatan yang berkoordinasi dengan puskesmas terdekat,” ujarnya.
 
Ia menjelaskan dari tahun 2008 sampai saat ini Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) telah membangun dan mengaktifkan secara mandiri 65.100 desa siaga dari jumlah 76.613 desadi 497 Kabupaten dan kota di 33 propinsi diseluruh Indonesia. Sebanyak 400.025 relawan dan kader kesehatan aktif di DKR dan desa siaga di seluruh Indonesia.
 
Dokter Indonesia Bersatu
Sementara itu Dokter Indonesia Bersatu (DIB) mengkritisi pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional yang dijalankan oleh BPJS (Badan Pelayanan Jaminan Sosial) yang sampai saat ini bermasalah.
 
“Keterbatasan fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS ditingkat primer, sekunder maupun tertier menyebabkan antrian panjang pasien yang berobat di puskesmas dan rumah-rumah sakit,” demikian pimpinan Dokter Indonesia Bersatu, Dr Eva Sridiana, Sp.P kepada Bergelora.com di Jakarta secara terpisah.
 
Menurutnya keterbatasan jumlah dan jenis obat yang ditanggung oleh BPJS juga merugikan pasien dan rumah sakit yang bekerjasama dengan BPJS. Penyebaran dokter dan dokter spesialis yang tidak merata juga menyebabkan rakyat kesulitan mendapatkan akses kesehtan yang memadai.
 
“Sampai saat ini revisi juklak dan juknis pelaksanaan BPJS masih tersendat-sendat. Sehingga pemanfaatan dana kapitasi sebagai sumber pendapatan asli daerah menyebabkan pelayanan kesehatan bermutu rendah,” ujarnya.
 
Dokter Indonesia bersatu mengharapkan agar pemerintahan medatang segera memperbaiki jaminan kesehatan yang dijalankan sehingga maksimal bermanfaat bagi rakyat dan tidak merugikan dokter dan rumah sakit. (Dian Dharma Tungga)
 
 

Artikel Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,100PelangganBerlangganan

Terbaru