JAKARTA- Presiden Joko Widodo diharapkan mengambil sikap tegas dan terukur terhadap menteri-menteri yang membajak Nawacita. Publik menunggu langkah-langkah Presiden untuk menuntaskan kasus pencatutan nama Presiden dalam mendapatkan bagian saham dari perusahan tambang emas Amerika Serikat, PT Freeport Indonesia di Papua. Hal ini ditegaskan oleh Sekretaris Aliansi Masyarakat Sipil untuk Indonesia Hebat (Almisbat), Hendrik Dikson Sirait kepada Bergelora.com di Jakarta, Senin (23/11)
“Kasus ini harus dijadikan momentum untuk pembenahan kabinet agar agenda Nawacita tidak dibajak oleh menteri-menteri yang tidak sejalan dengan Presiden. Karena itu, Almisbat menilai 100% bahwa Menteri BUMN Rini Soemarno dan Menteri ESDM Sudirman Said adalah sebagian menteri yang membajak Nawacita dan layak diganti,” tegasnya.
Almisbat menurutnya meyakini, pencatutan nama Presiedn disinyalir merupakan bagian dari permainan kedua menteri itu tersebut untuk mengedepankan dan menyelamatkan kepentingan mereka.
Ia menjelaskan bahwa perseteruan antara Menteri ESDM Sudirman Said dengan Ketua DPR RI Setya Novanto terkait pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden RI dalam negosiasi dengan PT Freeport Indonesia mengkonfirmasi bahwa rantai praktek perburuan rente atau dalam bahasa yang trend saat ini -“Papa Minta Saham”- belum terputus dikalangan pemangku kepentingan.
“Almisbat meyakini bahwa kasus ini hanya bagian kecil dari puncak gunung es. Praktek perburuan rente bertebaran di segala lini dalam kekuasaan,” ujarnya
Beberapa nama yang tersebut dalam rekaman percakapan pencatutan nama itu menurutnya, alih-alih memberikan klarifikasi yang jernih dan obyektif malah saling berbantahan yang akhirnya menempatkan posisi Presiden Jokowi dalam situasi yang ambigu.
“Kabinet yang diharapkan terkonsildasi dan terkoordinasi baik justru dalam kasus ini terlihat semakin terfragmentasi,” jelasnya.
Ijin Ekspor Newmont
Sementara itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral resmi mengeluarkan Surat Persetujuan Ekspor (SPE) bagi PT Newmont Nusa Tenggara, sebuah perusahaan tambang emas milik Amerika Serikat yang beroperasi di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB). Surat ijin itu ditanda tangani oleh Direktur Jenderal Minerba, Bambang Gatot Ariyono sejak 18 November lalu.
“Surat Persetujuan Ekspor untuk PT Newmont Nusa Tenggara sudah kami keluarkan,” katanya kepada wartawan di, Senin (23/11)
Ia menjelaskan bahwa ijin ekspor perusahaan itu sebesar 430.000 ton konsentrat tembaga selama enam bulan ke depan. Kuota itu menurutnya lebih rendah dari persetujuan ekspor sebelumnya yaitu 477.000 ton selama Maret-September 2015.
Menurut Direktur Jenderal Minerba, Bambang Gatot Ariyono ijin ekspor disetujui dengan pembayaran bea keluar sebesar 7,5 persen. Persentasi bea keluar menurutnya sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 153/PMK.011/2014 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar. PMK mengharuskan pembayaran bea 7,5 persen jika serapan dana smelter mencapai sekitar 0-7,5 persen.
SPE sebelumnya sempat tersendat karena Newmont tak kunjung menyepakati kontribusi pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian bersama PT Freeport Indonesia. Permintaan perpanjangan sudah diajukan perusahaan sejak akhir Agustus lalu, tetapi ditolak Kementerian ESDM karena Newmont belum menunjukkan gelagat kontribusi pembangunan smelter.
Kini, Newmont dianggap Kementerian sudah berkomitmen melalui kesepakatan sumbangan dana sebesar US$ 3 juta untuk pembangunan smelter untuk tembaga katoda di Gresik, Jawa Timur.
Dana dari Newmont kecil dibanding total investasi smelter yang harus digelontorkan, yakni hanya 0,13 persen. Sebab, agar smelter bisa beroperasi, dibutuhkan dana sekitar US$ 2,3 miliar. (Web Warouw)