JAKARTA- Staff Khusus Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono, Andi Arief menegaskan bahwa demokrasi yang sudah dicapai saat ini merupakan capaian perjuangan rakyat yang pernah menghadapi sistim orde baru. Ia mengharapkan jangan lagi ada upaya menarik mundur capaian demokrasi yang sudah berjalan saat ini. Ujarnya kepada Bergelora.com di Jakarta, Jumat (12/9) menjawab perdebatan tentang pilkada langsung atau lewat DPRD.
“Jangan tarik mundur demokrasi yang sudah kita capai. Saat ini rakyat semua ikut partisipasi langung dalam menentukan dari presiden sampai kepala desa,” ujarnya.
Menurutnya tuntutan demokrasi multipartai yang diperjuangkan oleh gerakan rakyat dimasa Orde Baru menurutnya adalah tuntutan penggantian sistim presidensil menjadi parlementer.
“Tumbuhnya partai-partai, kekuatan di parlemen dan pemilihan langsung adalah konsekwensi. Kalau ada masalah dalam demokrasi kita, perbaiki saja sistim yang sudah jalan ini,” tegasnya.
Andi Arief mengingatkan sistim Pemilu 2014 adalah pemilu terbaik yang bisa dijalankan di Indonesia yang telah memilih wakil-wakil rakyat dan presiden Indonesia.
“Lepas dari suka tidak suka pada pak Jokowi, tapi dirinya lahir dari sistim politik dan pemilu yang melibatkan langsung seluruh rakyat Indonesia. Jangan karena kita tidak suka dengan hasil pemilu kemudian sistimnya kita hancurkan. Langit runtuhpun, Jokowi tetap presiden,” ujarnya.
Namun demikian Andi Arief mengakui terjadi banyak kecurangan dalam pemilu 2014 baik dalam pemilihan legislatif maupun eksekutif.
“Semua sudah diselesaikan di MK dan sudah ada keputusan terhadap semua dugaan kecurangan itu. Hormati keputusan MK,” tegasnya.
Pro-Kontra
Wacana pemilihan kepala daerah langsung versus pemilihan oleh DPRD sudah berlangsung sejak pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono mengajukan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) pada 2012. RUU tersebut sudah menimbulkan pro dan kontra sejak diajukan ke DPR dan hingga saat ini belum juga tuntas dibahas.
Namun, wacana itu kembali mencuat setelah Pemilihan Presiden 2014. RUU Pilkada kembali dibahas di DPR dan rencananya akan disahkan pada 25 September.
Berdasarkan konstitusi UUD 1945 sistem pemilihan kepala daerah memang tidak disebutkan secara eksplisit apakah harus dipilih secara langsung atau melalui DPRD. Sejak 2005, kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat.
Pemilihan kepala daerah secara langsung karena saat itu pemilihan di DPRD dinilai sudah tidak sesuai dengan tuntutan demokrasi. Semangat pemilihan langsung adalah agar demokrasi berjalan sesuai dengan harapan rakyat.
Tuntutan itu mencuat sejalan dengan semangat reformasi yang menuntut keterbukaan sekaligus sebagai koreksi terhadap sistem pemilihan berdasarkan perwakilan. Semangat reformasi di antaranya adalah menuntut adanya demokrasi partisipatif.
Pada perjalanannya, biaya politik pemilihan secara langsung dinilai terlalu tinggi sehingga diduga menjadi salah satu penyebab tumbuhnya korupsi. Namun, bukan berarti pemilihan kepala daerah oleh DPRD lebih menjamin tidak adanya korupsi dan politik uang karena berpotensi terjadi kongkalikong dan jual beli suara di DPRD. (Web Warouw)