JAKARTA- Saat ini ada upaya untuk mengkerdilkan peristiwa penculikan aktivis baik yang sudah pulang maupun yang masih hilang menjadi tanggung jawab Prabowo Subianto seorang. Padahal penculikan atau penangkapan aktivis adalah tanggung jawab negara. Negara ada Presiden sebagai Penglima Tertinggi, Soeharto dan ada Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), Jenderal bintang empat, Wiranto.
“Sudah cukup jelas dari berbagai kesaksian bahwa Soeharto membagikan list 28 nama aktivis PRD yang harus diburu kepada beberapa jenderal TNI, termasuk Prabowo dan Wiranto. Jadi jangan mendomestifikasi persoalan negara menjadi tanggung jawab Prabowo pribadi,” tegas Andi Arief kepada Bergelora.com, di Jakarta. Selasa (1/7)
Penculikan adalah puncak dari rentetan upaya pemerintah dan negara untuk menyelamatkan kekuasaan Soeharto dari gerakan rakyat yang sudah bangkit sejak berdirinya orde baru pada tahun 1960-an, 1974,1978,1980, 1989 sampai memuncak pada era 1990-an. Penculikan khususnya dilakukan pada aktivis Partai Rakyat Demokratik (PRD) merupakan state responsibility karena PRD berhasil menggalang perlawanan luas dan radikal sejak 1996 bertujuan menumbangkan kekuasan Orde Baru dan Soeharto.
“Penculikan yang dilakukan oleh Tim Mawar, Kopassus adalah atas perintah Soeharto sebagai kepala negara. Oleh karenanya adalah menjadi tanggung jawab negara yang dipimpin oleh Soeharto pada massa orde baru. Kalau Seoharto sudah tidak ada, masih ada Panglima ABRI yang waktu itu Wiranto,” tegasnya lagi.
Andi Arief mengklarifikasi bahwa semua kesaksiannya ini bukanlah untuk melindungi, mendukung atau menyerang personal melainkan upaya untuk menyampaikan kebenaran.
“Saya bicara karena ada upaya, mungkin tidak disadari oleh kawan-kawan LSM, bahwa mereka mengkerdilkan perjuangan rakyat, seolah-olah kami PRD punya masalah dengan Prabowo Subianto. Yang benar adalah rakyat dan PRD punya persoalan dengan rezim orde baru. Oleh karenanya kita harus menumbangkannya,” ujarnya.
Menurutnya Prabowo Subianto dalam debat capres justru yang konsisten mengatakan bahwa ada yang diatasnya yang seharusnya bertanggung jawab atas penculikan aktivis, karena dia sadar betul bahwa penculikan adalah state responsibility.
“Memang beberapa kali sebelumnya Prabowo berusaha menutupi dan memikul tanggung jawab peristiwa penculikan itu, sehingga dihukum oleh DKP. Tapi PRD konsisten bahwa dari 1965 sampai penculikan aktivis adalah tanggung jawab negara,” tegasnya.
Tidak Menyesal
Ia menjelaskan bahwa sejak rekrutment awal masuk menjadi kader PRD, semua kader sadar konsekwensi perjuangan adalah menghadapi represi rezim orde baru yaitu ‘buru, bui, bunuh, buang’.
“Kami sedih kehilangan kawan-kawan, tapi kami tidak menyesal atas perjuangan kami, karena semua itu kami persembahkan untuk demokrasi multi-partai seperti yang dinikmati oleh semua partai politik dan politisi saat ini. Walaupun sudah banyak sekali penyelewengan,” jelasnya.
Oleh karena itu, Andi Arief mengajak semua pihak melanjutkan rencana Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk melakukan rekonsiliasi nasional yang saat ini terhambat oleh kehendak beberapa oknum Purnawirawan ABRI.
“Saya mengerti para mantan jenderal ingin menjaga nama baik Soeharto. Milkul dhuwur mendem jero istilah jawa nya. Tapi sekarang Soeharto telah tiada. Sudah saat ada rekonsiliasi nasional agar bangsa ini bisa maju. Xanana saja bisa memaafkan Wiranto dan jenderal lainnya, sehingga PBB tidak bisa menyentuhnya,” ujarnya. (Web Warouw)