DENPASAR- Polda Bali menggelar simakrama atau tatap muka dengan bersama 63 lembaga beserta individu pada hari rabu, 31 Agustus 2016. Pertemuan yang digelar di ruangan Kemala Hikmah ini juga mengundang Desa Adat yang tergabung di dalam Pasubayan Desa Adat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa.
Sepanjang berlangsungnya pertemuan tersebut, tampak jelas ada upaya moderator pertemuan untuk memojokkan gerakan tolak reklamasi Teluk Benoa. Upaya mendiskreditkan gerakan tolak reklamasi juga terlihat di pemberitaan massa baik cetak maupun online dengan menyebut ForBALI (Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa) di panggil polda sebagai buntut dari aksi penolakan reklamasi Teluk Benoa pada tanggal 25 agustus 2016. Padahal senyatanya ForBALI dibawah pimpinan Pasubayan Desa Adat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa datang ke Polda Bali untuk memenuhi undangan Polda yang menggelar simakrama.
Pertemuan yang diatur sedemikian rupa untuk memojokkan gerakan tolak reklamasi Teluk Benoa mendapatkan reaksi keras dari Bendesa Adat yang memenuhi undangan tersebut.
Bendesa adat kuta, I Wayan Swarsa menilai pertemuan tersebut hanya membicarakan akibat dari pembakaran ban hanya bertendensi untuk mendiskreditkan gerakan. Pembakaran ban yang dilakukan oleh massa di berbagai titik tersebut adalah merupakan akibat, sehingga menurutnya harus dicari sebabnya.
“Puluhan ribu masyarakat adat Bali turun ke jalan dengan kemarahan. Mengapa mereka marah, karena ada pengabaian-pengabaian terhadap harga diri masyarakat adat. Bendesa Adat mengambil peran untuk mengawal massa dan mengawal hasil rapat adat kami yang menyatakan penolakan reklamasi Teluk Benoa, itu yang kita kawal dan kami perjuangkan selam bertahun-tahun. Hanya satu kali kejadian yang tidak bisa kami pegang, bapak dan media memblow up seakan-seakan pasubayan dan masyarakat adat sudah menodai Bali dengan membakar ban. Kenapa tidak bertanya kepada rakyat, mengapa rakyat sampai membakar ban ?“ demikian Koordinator Pasubayan Desa Adat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa.
Kapolda Bali, Irjen. Pol. Drs. Sugeng Priyanto, S.H., M.H dalam sambutan pembukaannya menyatakan, Kepolisian berhak untuk menggunakan peraturan perundangan dan pasal-pasal di dalam KUHP untuk menjaga keamanan bali. Menanggapi hal itu, Bendesa Adat Buduk Ida Bagus Ketut Purbanegara menyampaikan, masyarakat adat Bali punya cara sendiri untuk mempertahankan harga dirinya.
“Bapak berhak menggunakan atur tersebut, silahkan saja, tapi harga diri masyarakat adat bali, kami masyarakat adat Bali punya cara. Pada saat kedua Tangan Bendesa Adat ini tidak bisa lagi membendung masyarakat adat dengan segala kemarahannya maka kami akan masuk ke dalam masyarakat adat kami dan membiarkan masyarakat mencari jalannya sendiri” ujar Purbanegara.
Koordinator Jalak sidakarya mengapresiasi simakrama yang diadakan oleh Polda Bali. Apresiasi tersebut diberikan mengingat seharusnya yang mengadakan pertemuan seperti yang diselenggarakan oleh polda Bali adalah DPRD Bali sebagai wakil rakyat. “Pertemuan yang berkaitan penyerapan aspirasi berkaitan erat dengan peran dan fungsi DPRD seharunya DPRD yang melakukan, tapi tidak jelas kapan DPRD Bali akan melakukan” ujar Made Ariel Suardana.
Made Ariel memaparkan, realitas yang terjadi sampai hari ini tidak ada Desa Adat yang mendeklarasikan diri mendukung rencana reklamasi Teluk Benoa, 39 Desa Adat dan puluhan ribu rakyat Bali telah menyatakan penolakan reklamasi itu artinya mayoritas rakyat Bali telah menolak reklamasi.
“Menyikapi gerakan penolakan reklamasi Teluk Benoa mencapai puluhan ribu ini, produk hukum apa yang akan dikeluarkan oleh DPRD Bali dalam upaya menjaga Bali dan memenuhi aspirasi rakyat. Berani tidak DPRD Bali mengeluarkan rekomendasi penolakan reklamasi Teluk Benoa dan memanggil Gubernur Bali menandatangani itu bersama rakyat Bali yang menolak reklamasi Teluk Benoa,” tantang Made Ariel kepada anggota DPRD Bali yang hadir dipertemuan tersebut.
Dalam pertemuan yang juga dihadiri oleh jajaran Kepolisian dan TNI, Made Ariel juga menyerukan kepada semua pihak untuk berkomitmen menjaga demokrasi agar tidak ada lagi upaya-upaya pelarangan menggunakan baju tolak reklamasi bahkan sampai sweeping dan perusakan baliho-baliho tolak reklamasi Teluk Benoa. karena selama ini, hanya pihak yang menolak reklamasi saja yang terus dipersoalkan.
“Jika kita berkomitmen untuk menjaga demokrasi, saya minta dengan hormat pihak TNI dan Polri menjaga kawan-kawan kita, tidak memaksa bahkan sampai ada melakukan pemukulan, tidak melakukan sweeping terhadap setiap orang yang menggunakan kaos tolak reklamasi, tidak ada perusakan baliho aspirasi penolakan reklamasi Teluk Benoa. Lihatlah mereka yang pro reklamasi Teluk Benoa, tidak pernah di sweeping, tidak pernah dipersoalkan. Hanya rakyat yang menyatakan tolak reklamasi Teluk Benoa ini yang terus dipermasalahkan” Ujar pria yang berprofesi sebagai pengacara tersebut.
Wakil Ketua DPRD Bali, Nyoman Sugawa Kory, dalam pernyataan penutupnya sekaligus respon secara tidak langsung atas desakan terhadap dprd Bali untuk segera bersikap dan menyatakan penolakan reklamasi Teluk Benoa menyampaikan, pihaknya tidak mungkin menganulir rekomendasi dari DPRD periode sebelumnya. Tidak hanya itu, politisi partai golkar tersebut juga membantah perpres 51 tahun 2014 itu berlaku secara nasional, bukan hanya di Teluk Benoa.
“Itu Perpres kan (Perpres 51 tahun 2014, red) secara nasional bukan hanya soal Teluk Benoa saja” kilahnya.
Menanggapi hal tersebut, Wayan Gendo Suardana, membantah keras pernyataan Sugawa Korry tersebut. Gendo menuding Sugawa Korry gagal paham terkait persoalan reklamasi Teluk Benoa, baik mengenai perpres 51 tahun 2014 maupun rekomendesi yang pernah dikeluarkan DPRD Bali. “Saat ini, DPRD tidak punya produk politik -rekomendasi- apapun terkait dengan reklamasi Teluk Benoa karena produk hukum sebelumnya telah dicabut, jadi jika DPRD periode saat ini mengeluarkan rekomendasi untuk memenuhi aspirasi rakyat yang menyatakan menolak reklamasi Teluk Benoa maka tidak ada satupun rekomendasi yang dianulir,” ujar Gendo.
“Wakil Ketua DPRD juga tidak memahami soal Perpres 51 tahun 2014, Dia menyebutkan Perpres 51 tahun 2014 berlaku secara nasional dan bukan hanya di Teluk Benoa saja, disitulah letak kegagalan Sugawa Korry memahami Perpres 51 tahun 2014. Sejatinya Perpres No 51 Th 2014 sebagai perubahan perpres 45 tahun 2011 itu diterbitkan khusus untuk mengatur Teluk Benoa. Oleh sebab itu,saya menyatakan Sugawa Korry gagal paham dalam urusan reklamasi Teluk Benoa” tandas Koordinator ForBALI tersebut. (Bono)