JAKARTA- Sistim Kontrak Bagi Hasil Produksi Migas Gross Split merupakan salah satu terobosan untuk memecahkan permasalahan dan kebuntuan perkembangan industri migas di Indonesia. Namun dalam sistim ini, kontrol negara bisa hilang. Hal ini disampaikannya Anggota Unsur Pemangku Kepentingan (AUPK) Teknologi Dewan Energi Nasional, Dr. Andang Bachtiar, dalam suratnya kepada Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM).
“Dapat dipahami bahwa secara prinsip Sistim Gross Split PSC merupakan salah satu terobosan untuk memecahkan permasalahan dan kebuntuan perkembangan industri migas di Indonesia, yang kelebihan utamanya adalah praktis dan mempercepat proses pengambilan keputusan bisnis dari sisi K3S – karena keterlibatan pemerintah jauh berkurang atau bahkan tidak ada,” ujarnya.
Kepada Bergelora.com di Jakarta, Selasa (6/12) dilaporkan rencana Kementerian ESDM untuk melakukan perubahan sistem pengusahaan migas menjadi sistem gross split, adalah bagian dari pelaksanaan misi ke 4 DEN (pengawasan implementasi kebijakan energi lintas sektor) dan sekaligus mengkaitkan rencana perubahan tersebut dengan KEN (Kebijakan Energi Nasional) dan kesepakatan-kesepakatan dalam RUEN (Rencana Umum Energi Nasional)
“(Sistim Gross Split-red) Efisien dan hemat uang negara dari sisi pemerintah dengan berkurangnya keterlibatan lembaga pemerintah sebagai pelaksana dalam kegiatan hulu migas,” jelasnya.
Dr. Andang Bachtiar dalam suratnya tertanggal 4 Desember 2016 itu menjelaskan dalam sistim Gross Split, tidak ada lagi proses politik persetujuan parlemen terkait dengan penerimaan negara dari Cost Recovery karena tidak ada lagi cost yang perlu di-Recovery dalam sistim Gross Split
“Sehingga mengurangi kerumitan audit, hanya audit pajak saja. Sementara audit kontraktual hanya sebatas pemeriksaan volume produksi dan atau revenue,” katanya.
Potensi Kelemahan
Meskipun demikian menurutnya, dalam konteks Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang rincian kegiatan dan programnya dituangkan dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), dapat disampaikan beberapa potensi kelemahan Sistim Gross Split PSC terutamanya adalah kontrol negara atas produksi migas nasional jadi berkurang atau bisa hilang sama sekali, yang pada gilirannya akan menurunkan Ketahanan Energi Nasional terutama pada aspek ketersediaan energy (availability)
“Kontrol negara atas pengelolaan reservoir jadi berkurang atau bisa hilang sama sekali, yang akan berujung pada melesetnya rencana produksi migas nasional akibat dari kerusakan reservoir yang pada akhirnya juga akan menurunkan Ketahanan Energi Nasional,” ujarnya.
Ia menjelaskan, rencana pemerintah untuk meningkatkan kegiatan eksplorasi migas 3 kali lipat dari sebelumnya dalam 5 tahun ke depan akan sulit terlaksana karena kontraktor-kontraktor Gross Split PSC akan lebih mengutamakan efisiensi biaya dan penggejotan produksi untuk revenue daripada beresiko mengeluarkan biaya untuk eksplorasi.
“EOR (Enhanced Oil Recovery) dan lapangan marginal akan sulit dikembangkan karena biayanya yang besar dan IRR-nya yang kecil. Padahal dalam RUEN sudah direncanakan dalam 5 tahun ke depan kita akan mulai meningkatkan produksi dari potensi EOR sejumlah 2,5 Milyar Barrel minyak bumi yang masih tersimpan di reservoir,” jelasnya.
Ia menambahkan, pengembangan SDM (sumberdaya manusia), transfer teknologi, TKDN (tingkat komponen dalam negeri) dan juga standarisasi akan sulit diimplementasikan karena kurang atau tidak adanya kontrol langsung pemerintah pada proses E&P dalam Sistim Gross Split PSC.
Pembatasan
Untuk mengantisipasi potensi kelemahan Sistim Gross Split PSC tersebut di atas, Andang menyarankan agar Menteri ESDM dalam kontrak kerja sama memberikan batasan-batasan terhadap kontraktor di dalam syarat dan ketentuan (term and condition) sedemikian rupa sehingga dapat mengamankan kepentingan negara terutama terkait dengan Ketahanan Energi Nasional.
“Batasan tersebut antara lain sistim Gross Split PSC diprioritaskan untuk diterapkan pada blok-blok migas produktif yang akan habis kontraknya dalam waktu dekat yang cadangan tersisa dan potensi sumberdaya migasnya relatif lebih pasti diketahui daripada blok-blok migas yang masih dalam tahap eksplorasi,” jelasnya.
Untuk blok-blok migas produktif ia menegaskan, besaran gross split ditentukan berdasarkan keekonomian rencana pengembangan tiap-tiap lapangan migas. Untuk blok-blok migas eksplorasi besaran gross split ditentukan berdasarkan keekonomian rencana pengembangan konseptual dari sumberdaya migas blok yang bersangkutan, yang nantinya setelah adanya discovery dimungkinkan renegosiasi gross split berdasarkan hasil temuan dan biaya yang sudah dikeluarkan
“Harus ditetapkan level produksi yang sesuai dengan kondisi lapangan migas dan kebutuhan nasional terhadap minyak dan gas bumi sehingga kontraktor tidak terlalu mengontrol produksi di level tertentu saja hanya untuk kepentingan bisnis kontraktor,” jelasnya.
Ia mengingatkan, klausul tentang kewajiban manajemen reservoir di dalam kontrak diperlukan untuk menjaga keberlanjutan produksi sesuai dengan rate produksi yang ditetapkan pemerintah sehingga tidak terjadi peak production secara cepat dan penurunan level produksi secara drastis yang dilakukan oleh kontraktor untuk mempercepat mendapatkan keuntungan dengan menggenjot produksi di awal masa kontrak
“Komitmen eksplorasi harus dicantumkan dalam kontrak kerja sama, sebagai contoh dengan menetapkan 30-40% reserves yang akan di produksi akan didapatkan kembali melalui pelaksanaan komitmen eksplorasi sehingga jumlah cadangan migas dapat dijaga,” jelasnya.
Menurutnya, Gross Split bersifat regresif sehingga akan berdampak ketika terjadi perubahan harga minyak atau gas, sehingga diperlukan insentif terhadap kontraktor ketika harga di bawah base line price dan diperlukan penambahan bagian pemerintah ketika harga minyak dan gas mengalami kenaikan tajam untuk mendapatkan windfall profit bagi pemerintah
“SKK Migas atau BUMN Khusus yang nantinya sesuai dengan RUU Migas yang baru,– akan fokus sebagai counterpart bagi kontraktor migas untuk menjaga batasan-batasan sesuai dalam kontrak bagi hasil yang ditetapkan oleh Menteri ESDM,” ujarnya. (Web Warouw)