JAKARTA – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menyebutkan, ada dugaan kebocoran informasi yang mengakibatkan operasi tangkap tangan (OTT) gagal. Alex mengungkapkan, KPK telah menyadap begitu banyak nomor telepon.
Jumlahnya bahkan tidak kurang jika dibanding dengan penyadapan di periode-periode sebelumnya. Pernyataan itu Alex sampaikan dalam diskusi Pemberantasan Korupsi: Refleksi dan Harapan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
“Saya sampaikan tadi, dari OTT tidak kurang loh nomor Hp yang kita sadap itu. Tapi kebocoran (Informasi) ada,” kata Alex, Selasa (2/4/2024).
Alex mengakui, kebocoran informasi rahasia di KPK itu menjadi persoalan yang sampai sekarang belum juga teratasi. Menurutnya, kebocoran informasi semacam itu sudah terjadi sejak periode kepemimpinan 2015-2019. Namun, pelakunya belum juga terungkap.
“Itu pun terjadi di periode pertama saya dan sampai sekarang itu juga belum teratasi dengan baik siapa yang membocorkan kalau kita akan melakukan OTT-OTT dan lain sebagainya,” ujar Alex.
Kasus kebocoran informasi rahasia itu berimbas pada jumlah OTT yang menjadi semakin sedikit, meskipun penanganan perkara secara umum tidak kalah banyak dibanding periode sebelumnya.
Lebih lanjut, mantan Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) itu menyatakan persoalan kebocoran ini bakal menjadi evaluasi bagi KPK.
“Untuk memperbaiki dan bagaimana manajemen penanganan perkara karena ini menjadi perhatian masyarakat,” tutur Alex.
Sebagai informasi, dalam beberapa waktu belakangan KPK disebut jarang menggelar OTT. Kasus terakhir yang diungkap dengan OTT adalah penangkapan Gubernur Maluku Utara (Malut) Abdul Ghani Kasuba pada 18 Desember 2023 dan kasus pemotongan insentif PNS di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sidoarjo pada 25 Januari 2024.
Pungli Rutan KPK
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) menjatuhkan vonis sanksi berat kepada tiga terperiksa kasus dugaan pungutan liar (pungli) di rumah tahanan negara (rutan) KPK. Mereka dinyatakan bersalah atas pelanggaran etik terkait pungli tersebut.
Tiga terperiksa yang divonis sanksi berat kali ini, yaitu mantan Plt Kepala Rutan Cabang KPK Ristanta, mantan Koordinator Keamanan dan Ketertiban Sopian Hadi, serta Kepala Rutan Cabang KPK Achmad Fauzi.
“Menjatuhkan sanksi berat kepada terperiksa berupa permintaan maaf secara terbuka langsung,” kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean dalam amar putusan masing-masing terperiksa yang dibacakan di gedung ACLC KPK, Jakarta, Rabu (27/3/2024).
Diberitakan sebelumnya, Dewas KPK rampung membacakan putusan etik terhadap 90 pegawai KPK atas dugaan pungutan liar (pungli) di Rumah Tahanan Negara (Rutan) KPK, dari total 93 orang pelaku. Dari total 90 pegawai KPK yang diputus etiknya kali ini, 78 di antaranya dinyatakan bersalah dan dijatuhi sanksi.
“Sanksi yang dijatuhkan terhadap para terperiksa adalah sanksi berat berupa permohonan maaf secara terbuka langsung,” kata Ketua Dewas KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean di Gedung Dewas KPK, Jakarta, Kamis (15/2/2024).
Sementara itu, ada 12 pegawai KPK diduga terlibat pungli di rutan KPK yang tidak diputus etiknya oleh Dewas KPK. 12 pegawai KPK tersebut hanya diserahkan kepada Sekretariat Jenderal KPK untuk dilakukan tindak lanjut penyelesaiannya. Dewas KPK tidak memutus etiknya karena mereka melakukan perbuatannya sebelum dibentuknya Dewas KPK.
“Sehingga Dewan Pengawas KPK tidak berwenang untuk mengadili hal tersebut,” tutur Tumpak. (Web Warouw)