INDONESIA seolah mendapatkan kehormatan untuk ikut serta mengatur pengumpulan dana dari seluruh negara di dunia untuk persiapan menghadapi pandemi akan datang.
Rencana pengumpulan dana secara masif ini sebenarnya sudah direncanakan oleh beberapa kepentingan di dalam WHO sejak 2008, saat terjadi Outbreak Avian Flu (H5N1) di beberapa negara termasuk di Indonesia.
Dalam sebuah dokumen IGM (Inter Govermental Meeting) 2008 rencana pengumpulan dana global menjadi bagian dari skema perdagangan vaksin yang dibungkus dalam skema Global Influenza Vaccine and Benefits Sharing Scheme (GIVBeSS), demi kemanusiaan menyelamatkan umat manusia dari pandemi.
Seorang mantan pejabat di Departemen Kesehatan menunjukkan kepada Bergelora.com sebuah dokumen WHO tahun 2008 yang menunjukkan hubungan antara rencana (gagal) pandemi flu burung 2007, pandemi Covid 19 saat ini dan skema pembagian vaksin dan keuntungannya yang akan berlangsung dalam pandemi mendatang.
“Devils are the details inside!” tegasnya.
Baca lengkap Dokumen WHO tentang pembagian keuntungan saat Pandemi:
B122_5-en-Pandemic Influenza-highlighted
Pada tahun 2008 tersebut White Paper WHO sudah merinci detail dan disepakati dalam IGM 2008 bagaimana pandemi bisa menguntungkan industri vaksin. Maka sebuah skema pembiayaan sudah direncanakan sejak tahun 2008.
Disebutkan secara jelas pada halaman 51 dari dokumen tersebut bahwa telah disepakati,—melalui mekanisme konsultatif yang ada, sebuah sekretariat akan terus menjajaki dengan mitra: keberlanjutan pembagian manfaat (baca; keuntungan) dan mekanisme untuk merangsang penemuan, pengembangan, dan produksi, dan akses ke, pandemi dan vaksin influenza lainnya; dan inovatif mekanisme pembiayaan berkelanjutan untuk pengadaan yang tepat waktu dan terjangkau untuk semua jenis vaksin influenza (H5N1, pandemi dan musiman).
Disepakti bahwa, harga berjenjang, harga preferensial, mekanisme pembelian massal dan pengadaan lainnya yang memanfaatkan skala ekonomi akan dibahas dan ditinjau secara cermat dengan Negara Anggota, donor, dan industri yang tertarik untuk cepat menempatkan di tempat perjanjian kontrak yang diperlukan.
Saat itu juga disiapkan sebuah ‘Mekanisme Keuangan Inovatif’ berupa Global Influenza Vaccine Fund (GIVF) yang merupakan dana global yang dibuat khusus untuk memastikan bahwa ada sumber daya keuangan yang cukup untuk menerapkan STC (Standard Terms and Conditions) ini untuk memastikan bahwa virus influenza dan bagiannya, dan antibodi terhadap virus tersebut,–dibagikan (baca: terjual) secara tepat waktu sehingga vaksin influenza diproduksi dan didistribusikan (baca: terjual) secara adil sebagai tindakan global kolektif untuk mengurangi risiko.
Lebih jauh lagi dokumen tersebut mengatur industri farmasi bisa mendapat pasar dan keuntungan yang pasti dari pandemi.
Penggalangan dana didapat dari kontribusi tahunan negara anggota. Kontribusi tahunan juga di ambil dari produsen vaksin, selain kontribusi sukarela dari individu atau entitas mana pun (tidak termasuk entitas terkait tembakau)
Kontribusi tahunan dari negara anggota mewajibkan membayar kontribusi tahunan berdasarkan tingkat kemajuan ekonominya dan jumlah populasi.
Manajemen Dana
Dana dikelola oleh dewan yang terdiri dari 11 anggota. Enam anggota dipilih oleh
Dewan Eksekutif WHO dari nominasi negara anggota. Enam anggota yang dipilih dari negara-negara anggota harus mewakili enam wilayah WHO. Lima anggota lainnya dipilih dari nominasi dari manufaktur vaksin influenza oleh para nominator itu sendiri. 11 anggota memilih ketua dan sekretaris. Ketua dewan adalah salah satu dari enam anggota mewakili negara-negara anggota. Masa kepengurusan adalah 2 tahun. Anggota dewan dapat kembali terpilih. Sekretariat WHO akan memfasilitasi pekerjaan dewan.
Dana Vaksin Influenza Global akan digunakan dalam beberapa kegiatan. Pertama, Penggunaan Dana untuk mengamankan 20% kapasitas produksi global yang cukup untuk vaksin influenza digunakan selama pandemi melalui perjanjian pembelian di muka dengan produsen vaksin dan pemerintah yang telah mencadangkan kapasitas produksi vaksin dengan vaksin tersebut produsen,
Kedua, Penggunaan Dana untuk meningkatkan dan memfasilitasi alih teknologi vaksin influenza produksi di antara negara-negara berkembang
Ketiga, Penggunaan Dana untuk membayar biaya lisensi transfer teknologi vaksin influenza manufaktur ke negara-negara berkembang pada tingkat pra-negosiasi.
Untuk Teknologi Berbasis Telur:
Jumlah total X (dibayar untuk jangka waktu 3-5 tahun, tergantung pada durasi influenza desain, konstruksi, dan validasi pabrik vaksin) untuk biaya lisensi alih teknologi adalah ditentukan dengan mencari nilai X yang memenuhi kondisi berikut:
“X + biaya investasi untuk pabrik vaksin influenza baru (dengan kapasitas produksi 10 juta dosis .) per tahun) sepenuhnya diimbangi dalam 10 tahun dengan margin (keuntungan) yang dihasilkan oleh vaksin diproduksi dengan kapasitas penuh dan dijual dengan harga setengah dari harga pasar rata-rata 5 merek terkemuka vaksin serupa di negara itu”.
Untuk Teknologi Berbasis Sel
Jumlah total X (dibayar untuk jangka waktu 3-5 tahun, tergantung pada disain durasi influenza, konstruksi, dan validasi pabrik vaksin) untuk biaya lisensi alih teknologi adalah ditentukan dengan mencari nilai X yang memenuhi kondisi berikut:
“X + biaya investasi untuk pabrik vaksin influenza baru (dengan kapasitas produksi 10 juta dosis.) per tahun) sepenuhnya diimbangi dalam waktu 30 tahun dengan margin (keuntungan) yang dihasilkan oleh vaksin diproduksi dengan kapasitas penuh dan dijual dengan harga setengah dari harga pasar rata-rata 3 merek terkemuka vaksin serupa di negara itu”.
Rencana Virus Sharing dan Benefit Sharing 2007 yang yang gagal dilaksanakan saat outbreak Flu Burung (H5 N1) akhirnya bisa terlaksana saat Pandemi Covid 19 sukses dilaksanakan.
Kegagalan Rencana Virus Sharing dan Benefit Sharing 2008 tidak terlepas dari keberhasilan Republik Indonesia membatalkan recama WHO menetapkan Indonesia sebagai episentrum pandemi flu burung H5N1 dalam kasus outbreak di Kabanjahe, Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Saat itu tim peneliti yamg dibentuk Menkes Siti Fadilah Supari membuktikan kasus diwilayah tersebut bukan penularan H5N1 dari human to human. Sampai saat ini pun tidak ada bukti penelitian virulogis, H5N1 menular dari animal to human.
Pandemi Covid 19 saat ini telah berhasil membuka peluang kembalinya skema virus sharing dan benefit sharing sudah direncanakan pada IGM 2007 lalu. Pembagian virus akan berkesesuaian dengam pembagian keuntungan oleh negara-negara dan industri vaksin yang diambil dari masyarakat kotban pandemi di negara-negara maskin.
Berbeda sikap pemerintah Indonesia tahun 2007 yang secara scientific menghentikan rencana WHO melancarkan Pandemi Flu Burung,– sikap pemerintah saat ini justru ikut serta berkontribusi (mensetor) 50 juta dollar dana Pandemi bahkan ikut serta mengatur penggalangan (baca: pengumpulan) dana dari negara-negara lain atas nama pandemi akan datang. Pancasilais gak sih? (Web Warouw)