JAKARTA – Bank Dunia atau World Bank memberikan estimasi angka penduduk miskin di Indonesia mencapai 60,3% pada 2024, apabila dihitung berdasarkan ambang batas garis kemiskinan negara berpendapatan menengah ke atas.
Dalam laporan Macro Poverty Outlook April 2025, jumlah penduduk Indonesia adalah 285,1 juta pada 2024. Maka, 60,3% penduduk miskin tersebut setara dengan 171,9 juta penduduk.
Bank Dunia menggunakan ambang batas garis kemiskinan negara berpendapatan menengah ke atas adalah pengeluaran US$6,85 per hari (atau sekitar Rp115.422 per hari dengan asumsi kurs saat ini).
Di sisi lain, Bank Dunia memberikan estimasi angka penduduk miskin di Indonesia hanya mencapai 15,6% pada 2024, apabila dihitung berdasarkan ambang batas garis kemiskinan negara berpendapatan menengah ke bawah. Angka ini setara 44,4 juta penduduk.
Namun, Bank Dunia sebenarnya telah mengkategorikan Indonesia dalam kelompok negara berpendapatan menengah ke atas pada 2023.
Soroti Danantara dan MBG
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan sebelumnya World Bank mewanti-wanti ketidakpastian atas kebijakan perdagangan global dan penurunan harga komoditas akan memengaruhi ekonomi dan kepercayaan investor terhadap Indonesia. Oleh karena itu, Bank Dunia memperkirakan Indonesia akan tumbuh rata-rata 4,8% pada 2025-2028 dalam laporan terbarunya pada April 2025.
“Meskipun sulit untuk mengukur dampak penuh dari langkah-langkah baru-baru ini karena pergeseran kebijakan dapat terus terjadi, pertumbuhan diproyeksikan akan menurun hingga rata-rata 4,8% selama tahun 2025-2027,” tulis Bank Dunia.
Kendati demikian, melihat penanaman modal asing akan tetap menjadi sumber utama pendanaan eksternal, sebagian besar diarahkan pada hilirisasi industri, tetapi akan meningkat secara bertahap seiring waktu karena investor asing mencari stabilitas kebijakan yang lebih baik.
“Stimulus permintaan yang diumumkan ditambah dengan reformasi yang direncanakan untuk meningkatkan kapasitas ekonomi dapat mengimbangi dampak ini. Pembentukan modal diharapkan meningkat secara bertahap karena investasi melalui Danantara terwujud,” tambah Bank Dunia.
Di sisi lain, Bank Dunia melihat pertumbuhan konsumsi swasta akan tetap tangguh, dengan sedikit moderasi karena kurangnya pekerjaan berkualitas. Dengan permintaan yang berkelanjutan, tingkat kemiskinan, yang diukur pada batasan negara berpendapatan rendah atau lower middle-income country (LMIC), diproyeksikan akan turun menjadi 11,5% pada tahun 2027. Kesenjangan output yang positif akan memicu inflasi, yang diperkirakan akan tetap berada dalam kisaran target Bank Indonesia.
“Pengeluaran diproyeksikan untuk mengakomodasi program-program prioritas baru, meningkatkan defisit fiskal menjadi 2,7% dari PDB. Pengeluaran akan bergeser lebih jauh ke arah pengeluaran sosial, termasuk Program Makan Bergizi yang baru,” tulis Bank Dunia.
Sementara itu, utang Indonesia akan stabil pada sekitar 41% dari PDB, dengan biaya pinjaman yang lebih tinggi mendorong pembayaran bunga menjadi 19% dari total pendapatan. Di tengah kondisi keuangan global yang restriktif dan langkah-langkah kebijakan perdagangan, defisit transaksi berjalan diproyeksikan akan melebar menjadi 1,7% dari PDB pada tahun 2027 di bawah tingkat sebelum pandemi. (Web Warouw)