Selasa, 18 Februari 2025

BERPOTENSI KONFLIK NIH..! Masyarakat Adat di Raja Ampat Menolak Hutan Mereka Dijadikan Perkebunan

JAKARTA – Masyarakat adat di Kampung Wailen, Distrik Salawati Tengah, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya menolak dua perusahaan yang bergerak di perkebunan kelapa dalam dan perdagangan karbon. Penolakan masuknya perusahaan itu disampaikan secara langsung pada 8 Juli 2024.

“Orang-orang tua adat dari dua marga sudah kasih tahu ke pihak perusahaan, mereka menolak perusahaan melakukan perkebunan kelapa dalam di wilayah adat mereka,” kata Samuel Moifilit, perwakilan pemuda adat marga Moifilit dan Kalapain saat dihubungi melalui sambungan telepon pada Jumat, 12 Juli 2024.

Dua marga adat, Moifilit dan Kalapain—dari Pulau Salawati—menolak PT Pesona Karya Alam, yang bergerak dalam penanaman komoditi perkebunan kelapa dalam; dan PT Perkasa Bumi Hijau Unit I, yang akan membuka lahan usaha perdagangan karbon berupa jasa lingkungan.

Samuel mengatakan, Pesona Karya Alam telah bersosialisasi membuka hutan sekitar 4.300 hektare. Sedangkan Perkasa Bumi Hijau berencana menggarap hutan seluas 69.768 hektare. Sosialisasi dua perusahaan ini berlangsung sejak 2023. Saat sosialisasi, masyarakat adat setempat sudah menyatakan menolak perusahaan ini beroperasi.

“Tapi mereka datang terus,” ujar pemuda 23 tahun itu. Hingga terakhir pada 6 Juli lalu, para orang tua adat di Moifilit dan Kalapain duduk bersama. Musyawarah mereka memutuskan tetap menolak aktivitas perusahaan di atas tanah adat mereka.

Samuel mengatakan, hasil musyawarah itu disampaikan di hadapan perwakilan kedua perusahaan tersebut di Balai Kampung Wailen, Distrik Salawati Tengah, 8 Juli 2024.

“Saat ini kami hanya ingin melindungi wilayah adat kami dari ancaman perusahaan serta menjaga hutan dan tanah nenek moyang kami sebagai bagian dari mitigasi krisis iklim dunia,” ujar Samuel, mahasiswa studi akhir di Universitas Muhammadiyah Sorong, itu.

Menurut Samuel, bagi masyarakat adat Moifilit, tanah adat adalah bagian dari darahnya. Tanah adalah tempat berpijak yang melahirkan berbagai unsur kebudayaan serta simbolisme antropologis dan religius.

Menurut warga Moifilit juga, tanah menjadi jaminan bagi kehidupan masyarakat serta bagian integral dan krusial bagi hidup manusia dan makhluk hidup di Pulau Salawati.

Benny Kalapain, perwakilan masyarakat adat marga Kalapain, mengatakan sebagai pemilik hak ulayat mereka tak ingin anak cucu menderita karena hutan adat marga Moifilit dan Kalapain diubah menjadi lahan tanaman kelapa.

Benny meminta supaya pemerintah menghargai dan menghormati tatanan kehidupan sosial marga Moifilit dan Kalapain. Karena seluruh kehidupannya bergantung kepada ekosistem gunung, lembah, bukit, dan sungai.

“Hai kaum penguasa, perusahaan, dan orang-orang yang hanya memikirkan keuntungan dan uang, sadarlah terhadap manusia lain,” kata Benny, dalam keterangan tertulis, pada Jumat, 12 Juli 2024.

Soraya Do, salah satu perempuan adat Suku Moi, sekaligus aktivis Gerakan Malamoi, yang bergabung dalam Gerakan Selamatkan Manusia Tanah dan Hutan Malamoi, mengatakan penolakan masyarakat atas rencana aktivitas perusahaan, itu merupakan bagian dari masyarakat adat melaksanakan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012 tentang Hutan Adat.

Musyawarah Adat

Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, penolakan kehadiran perusahaan tersebut dinyatakan dalam berita acara musyawarah adat marga Moifilit dan Kalapain yang digelar di kampung Wailen, distrik Salteng, selama dua hari (6-7/7/2024).

Surat pernyataan yang ditandatangani oleh seluruh orang tua dan anak muda dari kedua marga tersebut dibacakan saat pertemuan dengan pihak PT Pesona Karya Alam (PKA) di kantor kampung Wailen, Senin (8/7/2024).

Obaja Moifilit, tua marga Moifilit, menegaskan, kehadiran apa pun perusahaan di wilayah adat marga Moifilit dan Kalapain merupakan ancaman serius terhadap kehidupan sosial hari ini dan masa depan.

“Perusahaan akan menyebabkan hilangnya tutupan hutan dan keanekaragaman hayati di wilayah adat milik kami yang menyimpan habitat, jenis tumbuhan obat-obatan tradisional, rumah bagi jenis burung, mamalia dan reptilia, serta sumber kehidupan bagi kami masyarakat adat,” ujarnya.

Obaja mengaku perwakilan PT PKA sudah hampir sebulan mencoba melakukan pendekatan dengan berbagai upaya agar mendapatkan persetujuan dari kedua marga.

“Keluarga besar marga Moifilit dan Kalapain menolak segala bentuk upaya pendekatan, rayuan dari pihak perusahaan kepada kami marga Moifilit dan Kalapain baik secara perorangan maupun kelompok,” tegasnya.

Pelipus Kalapain, tua marga Kalapain, juga menyebutkan alasan kedua marga menolaknya sangat kuat.

Kata Pelipus, marga Moifilit dan Kalapain sudah punya bukti kehadiran PT Hanurata di wilayah adat mereka. Tetapi hingga perusahaan berhenti beroperasi, kedua marga tidak mendapatkan manfaat.

“Justru kehadiran perusahaan menimbulkan konflik sosial dan perpecahan diantara marga. Oleh karena itu, sikap tegas kami marga Moifilit dan Kalapain adalah menolak semua rencana perusahaan atau kegiatan berusaha pihak lain di wilayah adat kami,” ujar Pelipus.

Pernyataan Sikap

Setidaknya empat poin pernyataan sikap disampaikan pihak Moifilit dan Kalapain pada saat pertemuan.

Berikut isi pernyataan sikap selengkapnya:

1) Kami telah melihat, juga turut merasakan pengalaman pahit keberadaan perusahaan pengeboran minyak bumi yang masuk di pulau Salawati, sampai saat ini keluarga Moifilit dan Kalapain di Maralol dan Kotlol tidak sejahtera dari pihak perusahaan yang mengelola gas minyak di wilayah adat kami.

2) Kami menolak segala bentuk perusahaan-perusahaan apa pun yang rencana akan beroperasi di tanah adat kami keluarga besar marga Moifilit dan Kalapain yang berada di wilayah adat marga Moifilit dan Kalapain dengan tegas menyatakan bersepakat untuk menolak dan tidak menerima segala bentuk aktivitas perusahaan apapun di wilayah adat kami.

3) Kami menjunjung tinggi aturan adat yang berkaitan dengan pengelolaan wilayah adat dan sumber daya alam milik marga Moifilit dan Kalapain di wilayah adat dusun sagu (biy loo), hutan kayu (ai loo), berburu dan kebun (bat) yang merupakan wilayah marga Moifilit dan Kalapain yang telah diwariskan secara turun temurun untuk dimanfaatkan oleh keluarga besar marga Moifilit dan Kalapain, secara berkelanjutan.

4) Kami masyarakat adat marga Moifilit dan Kalapain memiliki pengetahuan dan kelembagaan hukum adat yang telah terbukti dalam pengelolaan dan pemanfaatan hutan adat, berperan dan berkontribusi bagi mencegah terjadinya perubahan iklim dan pemanasan global. Oleh karenanya, kami berkomitmen untuk memanfaatkan sumberdaya alam, melestarikan hutan dan melindungi wilayah adat marga Moifilit dan Kalapain secara berkelanjutan dan tidak memberikan izin secara perorangan, perantara/perwakilan atau kelompok kepada pihak perusahaan atau pihak lain untuk menguasai atau mengelola wilayah adat milik marga Moifilit dan Kalapain.

Dalam pertemuan itu, marga Moifilit dan Kalapain tak memberikan ruang kepada pihak PT PKA untuk menjelaskan tujuan dan maksud mereka. (Web/Sam)

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,110PelangganBerlangganan

Terbaru