Oleh: Bidan Lilik Dian Eka
Presiden Jokowi baru saja pukul gong. Pemerintahan Indonesia akhirnya menggubris problem pungutan liar (Pungli) di Indonesia. Dari Kemenhub RI, Jokowi tabuh genderang perang terhadap Pungli yang selama ini marak terjadi di Indonesia.
Di semua levelan, di berbagai meja praktek Pungli kerap menjadi parade pertunjukkan tang tak ada habis-habisnya. “Preman berseragam dinas” merupakan simbolisasi yang paling tepat disuguhkan pada mereka yang selama ini berjibaku memperkaya diri lewat jalan tikus ilegal memeras siapapun korbannya.
“Keuangan yang maha esa” adalah plesetan terhadap nyanyian nyinyir mencibir ideologi para pegiat ladang Pungli, tak terkecuali yang selama ini dipropagandakan salah satunya oleh FORBIDES PTT (Pusat) Indonesia. Bidan desa berlabel PTT (Pusat) yang sebagian besar alami nasib tragis di daerah-daerah.
Meski FORBIDES pernah mengangkat dan memerjuangkan bidan desa PTT (Pusat) dari kabupaten Marangin, Jambi, yang pernah mendapatkan ancaman diperkosa, akan dibunuh, jika tidak bersedia membayarkan Rp 25 juta saat perpanjangan kontrak kerjanya (NRPTT Angkatan 2005). Dan sempat diPHK, dijadikan tenaga bidan desa sukarelawan tidak digaji selama delapan bulanan, parahnya tetap dibuatkan SK oleh Dinas Kesehatan di sana, sebagai sukarelawan!
Perjuangan FORBIDES yang telah mengibarkan bendera perlawanan terhadap kasus Pungli di Marangin, berbuntut positif. Lima orang bidan desa PTT (Pusat), yang salah satunya bernama bidan desa Revawati, berhasil diadvokasi lewat aduan ke Irjen Kemenkes RI, berhasil diangkat kembali dan dibayarkan gajinya. Dan oknum di sana dipaksa untuk mengembalikan sejumlah uang Pungli yang telah lebih dahulu dipungut dari puluhan bidan desa Marangin yang sempat dipaksa membayar.
Di banyak daerah, sebut saja Sumatera Utara. Semua urusan uang tunai. Adagium miris tersebut, jadi rahasia umum bidan desa di Sumatera Utara. Tapanuli Tengah, Labuhan Batu Utara, Labuhan Batu Selatan, Langkat, Padang Lawas, dan lainnya, dapat ditelusuri kalau di sana, Pungli itu jadi mantra oknum dinas kesehatan yang menjadikan bidan desa berlabel PTT (Pusat) sebagai sapi perahan, tiap kali perpanjangan kontrak kerjanya.
Kondisi ini menimpa bidan desa yang selama ini berlabel PTT. Maka tuntutan hak kepastian kerja sebagai pegawai tetap negara/CPNS yang telah diperjuangkan oleh bidan desa merupakan keniscayaan bersama sebagai bagian dari gerakan penghapusan ladang Pungli. Agar tidak menjadi korban berkepanjangan, jika selama ini status kerjanya sebagai pegawai tidak tetap!
Belum juga diangkat sebagai CPNS, di beberapa daerah di Sulawesi, baik oknum dinkes dan oknum Badan Kepegawaian Daerah, sudah berusaha kumpulkan bidan desa PTT (Pusat) untuk dipaksa membayar dalam rentang waktu menjelang pengumuman CPNSD bidan desa PTT (Pusat). Di kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan misalkan, bidan desa PTT (Pusat) disuruh membayar Rp 20 juta per orang. Oknum BKD di sana pernah berkata demikian, “mana ada CPNSD tidak membayar. Itu sudah sejak jaman nenek moyang”, jelas kawan bidan desa PTT (Pusat) anggota FORBIDES di sana.
Ataupun di kabupaten Konawe Utara, oknum dinkes di sana, anggota FORBIDES bernama Dian, ia pernah berselempang “Duta Perlawanan Pungli”, sewaktu aksi nasional di depan kantor Kemenkes RI, 4 Mei 2016 tempo hari. Ia dan kawan-kawannya dipaksa membayar Rp 10 juta per orang. Dan masih banyak lagi.
Inilah nasib tragis bidan desa Indonesia berlabel PTT (Pusat). Selain pekerjaannya, yang menjadi bagian unsur ketahanan nasional strategis di bidang pelayanan dasar kesehatan rakyat. Bidan desa bertugas kurangi/turunkan angka gizji kurang/buruk, yang ditunjukkan oleh Presiden Jokowi acapkali kunjungi Puskesmas jika blusukan ke daerah memberikan makanan tambahan pada masyarakat balita. Apalagi angka kematian ibu dan bayi di Indonesia yang tertinggi nomor dua di Asia. Plus kegagalan MDG’s 2015: bidan desa miliki Tupoksi untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi. Bidan desalah yang bertugas jalani posyandu sehari-hari, dengan kondisi apa adanya. Tinggal di poskesdes kurang layak. Sinyal, listrik dan air bersih yang minim menjadi keseharian hidup di wilayah pengabdian selama ini.
Aksi Nasional FORBIDES PTT (Pusat) Indonesia baru-baru ini, di Istana Negara dan KemenPAN & RB, adalah mendesakkan kembali kepada negara agar jangan turut melanggengkan para pelaku PUNGLI. Dengan mengundur-undurkan waktu pengumuman dan pengangkatan CPNSD 42.245 orang bidan desa PTT (Pusat) sama saja membiarkan para politikus busuk dan birokrat busuk menggagalkan kapasitas Presiden Joko Widodo, untuk menyelesaikan satu persatu problem bangsa ini, dari masalah kesehatannya.
Untuk itulah FORBIDES PTT (Pusat) Indonesia kembali mengingatkan kepada Presiden RI Joko Widodo, sebagai berikut :
- FORBIDES PTT (Pusat) Indonesia turut bersama Presiden RI untuk terus menerus menyerukan perlawanan dan penghapusan politik ladang Pungli di Indonesia. Agar Indonesia merdeka dari preman berseragam dinas. Para birokrat busuk yang perutnya selama ini terisi uang rakyat yang dipungut secara ilegal!
- Presiden Jokowi jangan tunda-tunda lagi. MenPAN & RB, Asman Abnur, lakukan segera. Pastikan seluruh bidan desa PTT (Pusat) sebanyak 42.245 orang untuk segera diumumkan di bulan Oktober 2016, dan agar dapat memprosesnya menuju fasilitasi NIP. Agar mulai 1 Januari 2016, bidan desa dapat bekerja dengan tenang dan lebih produktif!
- FORBIDES PTT (Pusat) Indonesia, mengajak seluruh aparat negara dapat menjadikan genderang perang Presiden Jokowi terhadap Pungli sebagai momentum nasional dari pusat hingga daerah, dan agar MenPAN & RB melaksanakan perintah Presiden Jokowi, untuk segera menangkap dan pecat siapapun oknum, “preman berseragam dinas” yang terbukti tertangkap dan tak perlu ragu lagi! Dan juga KPK RI, agar lebih bekerja dengan lebih baik lagi, dengan fungsi pengawasan dan penindakan atas seluruh praktek Pungli di Indonesia.
*Ketua Umum Pengurus Pusat FORBIDES PTT (Pusat) Indonesia