JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto menyebut pepatah ‘seribu kawan terlalu sedikit, satu lawan terlalu banyak’ saat menghadiri acara Indonesia-China Bussiness Forum 2024 di Beijing, China, pada Minggu (10/11/2024).
Menariknya, Prabowo mengucapkan pepatah itu menggunakan bahasa China. Dalam kunjungan tersebut, Prabowo mengatakan dirinya banyak belajar dari para filsuf China dan memegang prinsip yang diajarkan oleh salah satu filsuf Tiongkok, yaitu perbanyak teman dan jangan ada musuh.
“Salah satu prinsip panduan saya yang kuat adalah seribu teman terlalu sedikit, satu musuh terlampau banyak, y?qi?n gè péngy?u tài sh?o, y?gè dírén tài du?,” ujar Prabowo dalam Bahasa Inggris, kemudian diikuti Bahasa Mandarin.
Para peserta forum yang hadir pun bertepuk tangan saat mendengar Prabowo berbahasa China.
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, adapun Prabowo baru saja menjadi saksi penandatanganan kerja sama antara perusahaan Indonesia dan Tiongkok. Acara ini digelar oleh Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Komite Tiongkok (KIKT).
Prabowo menilai, kolaborasi ini akan menjadi faktor untuk menstabilkan dan menaikkan atmosfer kerja sama di Asia.
“Kita harus memberikan contoh bahwa di era modern ini, kolaborasi bukan konfrontasi adalah jalan untuk perdamaian. Indonesia sangat jelas, kita selalu non-align. Kita selalu menghormati semua kekuatan besar di dunia,” tuturnya.
Prabowo meyakini bahwa, hanya melalui kerja sama dan kolaborasi, maka akan tercipta kesepahaman, perdamaian, serta kemakmuran.
“Mari kita bekerja untuk saling memahami, memberikan kedamaian, dan kemakmuran untuk rakyat kita masing-masing, dan rakyat di seluruh wilayah Asia dan dunia,” kata Prabowo.
Prabowo pun berharap, hubungan antara Indonesia dan Tiongkok bisa tetap terjalin selamanya.
Selain itu, Prabowo juga mengatakan Indonesia terbuka untuk berbagai investasi dari Tiongkok. Adapun kerja sama yang telah diteken antara sektor bisnis Indonesia dan Tiongkok ini nilainya mencapai 10,07 miliar dolar Amerika Serikat (AS).
“Ini sangat besar. Dan kita terbuka untuk lebih banyak investasi baru dan kita akan bekerja keras untuk menyediakan atmosfer dan fasilitas yang baik,” imbuhnya.
Antek Amrik Mulai Panik
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, menanggapi kerjasama strategis yang digalang Presiden Prabowo Subianto dengan China anehnya, Kemenlu RI malah ribut soal perbatasan.
Kementerian Luar Negeri RI menegaskan, kerja sama maritim yang disepakati pemerintah Indonesia dan China bukan berarti mengakui nine dash lines atau sembilan garis pengakuan wilayah laut China di kawasan Laut China Selatan. Istilah nine dash lines ini merujuk pada sembilan garis putus kawasan Laut China Selatan yang diklaim sebagai wilayah kedaulatan secara sepihak oleh pemerintahan China. Padahal wilayah tersebut melanggar hukum internasional United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982 tentang batas wilayah laut yang telah disepakati bersama.
“Kerja sama ini tidak dapat dimaknai sebagai pengakuan atas klaim “9-Dash-Lines”. Indonesia menegaskan kembali posisinya selama ini bahwa klaim tersebut tidak memiliki basis hukum internasional dan tidak sesuai dengan UNCLOS 1982,” tulis Kemenlu RI dalam keterangannya, Senin (11/11/2024) tanpa menyebutkan siapa yang bertanggug jawab atas rilis tersebut.
“Dengan demikian, kerja sama tersebut tidak berdampak pada kedaulatan, hak berdaulat, maupun yurisdiksi Indonesia di Laut Natuna Utara,” tulis Kemenlu.
Lebih lanjut disebutkan adapun kerja sama maritim yang dilakukan Indonesia-China sebagai bentuk semangat Declaration of the Conduct of the Parties in the South China Sea yang telah disepakati oleh negara-negara ASEAN dan China pada 2022 serta upaya untuk menciptakan perdamaian di kawasan Laut China Selatan.
Indonesia dan China sepakat membentuk kerja sama maritim yang diharapkan menjadi satu model memelihara perdamaian dan persahabatan di kawasan.
“Kerja sama ini diharapkan akan mencakup berbagai aspek kerja sama ekonomi, khususnya di bidang perikanan dan konservasi perikanan di Kawasan dengan berdasarkan kepada prinsip-prinsip saling menghormati dan kesetaraan,” tulis Kemenlu RI.
Beberapa undang-undang yang menjadi rujukan adalah ratifikasi perjanjian internasional kelautan, khususnya Konvensi Hukum Laut 1982.
Kemudian, ratifikasi perjanjian bilateral tentang status hukum perairan atau pun delimitasi batas maritim; peraturan tentang tata ruang laut serta konservasi dan pengelolaan perikanan, perpajakan dan berbagai ketentuan lainnya. Selain itu, semua kewajiban internasional dan kontrak-kontrak lainnya yang dibuat Indonesia yang berkaitan dengan kawasan tersebut akan tidak terpengaruh dan akan terus berlaku tanpa perubahan.
“Indonesia juga meyakini bahwa kerja sama tersebut akan mendorong penyelesaian Code of Conduct in the South China Sea yang dapat menciptakan stabilitas di kawasan,” tulis Kemenlu (Web Warouw)