Minggu, 27 April 2025

BIKIN BINGUNG INVESTOR..! Giliran 100 Ribu Hektare Tambang di Kawasan Hutan Disikat Satgas PKH

JAKARTA – Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) akan memperluas fokus penindakan terhadap aktivitas pertambangan ilegal yang berada di dalam kawasan hutan.

Langkah ini disampaikan oleh Perwakilan Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Eko Novi Setiawan, dalam diskusi yang digelar WWF Indonesia di Jakarta, pertengahan Maret 2025.

“Penertiban tidak hanya menyasar perkebunan sawit, tetapi juga tambang-tambang yang masuk dalam kawasan hutan. Total luasannya sudah tercatat mencapai 100 ribu hektare.

Dari jumlah itu, sebagian sudah dikenai sanksi administrasi berupa denda terhadap sekitar 100 entitas hukum,” ungkap Eko.

Merujuk Pasal 4 Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025, penertiban akan dilakukan terhadap kegiatan pertambangan, perkebunan, serta aktivitas lain yang tidak sesuai dengan pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan, maupun pemungutan hasil hutan bukan kayu di Kawasan Hutan Konservasi dan Hutan Lindung.

Saat ini, proses penindakan masih berlangsung. Menurut Eko, terdapat tiga kategori dalam proses penegakan hukum tersebut.

Pertama, subjek hukum yang telah menyelesaikan sanksi administrasi. Kedua, yang masih dalam proses dan belum melakukan pembayaran meski telah terdaftar. Ketiga, pihak-pihak yang tidak kooperatif dan belum mendaftarkan diri sama sekali.

“Ada juga yang sebelumnya tidak tersentuh hukum, seperti dalam film The Untouchables. Tapi belakangan mereka tergopoh-gopoh datang saat dipanggil Satgas, menyerahkan lahannya, dan kini lahannya sudah dikuasai oleh Satgas Garuda. Totalnya sudah sekitar 200 ribu hektare,” beber Eko.

Ia juga menegaskan tidak ada pemutihan bagi kebun sawit yang masuk kawasan hutan, sebagaimana diatur dalam Pasal 110A dan 110B Undang-Undang Cipta Kerja.

“Tidak ada pemutihan untuk kebun sawit dalam kawasan hutan. Pohon sawit jelas bukan tanaman hutan,” pungkasnya.

Investor Bingung

Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, sejumlah perusahaan besar swasta (PBS) perkebunan kelapa sawit di Kotim mengaku bingung dengan indikator penyitaan Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) yang telah berjalan.
Pasalnya, lahan dengan luasan belasan ribu hektare turut disita meski telah berstatus Hak Guna Usaha (HGU) dan mengantongi Izin Usaha Perkebunan (IUP).

”Kami punya semua perizinan. Sudah dilalui dalam mendapatkan Hak Guna Usaha dan IUP selama ini. Termasuk juga ganti rugi lahan kepada masyarakat,” kata seorang manajemen PBS yang meminta namanya tak disebutkan, Kamis (3/4).

Dia berharap ada solusi dari pemerintah. Salah satunya dengan membatalkan keputusan penyitaan areal kebun yang memiliki alas hukum, seperti IUP maupun HGU yang juga merupakan produk pemerintah pusat.

Bahkan, kata dia, pihaknya juga melakukan pembayaran denda sebagaimana penyelesaian kebun dalam kawasan hutan sesuai aturan Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) Pasal 110 A dan B.

”Bagaimana ini solusinya dan denda dalam UUCK sudah kami ikuti. Kami terkejut dengan fasilitas dan kebun kami yang juga turut dalam sitaan. Kami berharap papan sitaan itu bisa dicabut, karena ini berdampak kepada karyawan dan ini dalam HGU Nomor 44 Tahun 2008,” jelasnya.

Menurutnya, untuk mendapatkan HGU bukan hal mudah. Pihaknya memulai dari tahapan bawah hingga ke pusat. Ditambah rumitnya birokrasi, membuat urusan tersebut memakan proses waktu lama.

Dia menegaskan, penyitaan lahan akan bedampak pada karyawan yang jumlahnya sekitar 10 ribu orang. Di sisi lain, selama ini pihaknya juga berkontribusi untuk pemerintah.

Sementara itu, Ketua DPRD Kotim Rimbun mengatakan, saat ini terdapat tiga kategori lahan perkebunan yang menjadi target tim Satgas PKH.

Kategori pertama, kawasan perkebunan yang masuk kawasan hutan tanpa izin dan kedua kawasan perkebunan dengan IUP.

Ketiga, kawasan perkebunan dengan IUP dan HGU, namun diduga teridentifikasi masuk dalam kawasan hutan.
Rimbun mencontohkan kasus PT GAP yang memiliki IUP dan HGU, namun terkendala surat keputusan mengenai kawasan hutan, sehingga lahannya pun disita.

Menurutnya, pemerintah pusat harus mengevaluasi hal tersebut dan tidak menyamakan perusahaan yang memiliki IUP dan HGU dengan perusahaan tanpa izin. Dia berharap pemerintah tidak mengorbankan perusahaan.

”Tentunya hal tersebut sangat berdampak pada daerah yang mengandalkan pendapatan dari sektor perkebunan,” katanya.

Komandan Satgas Garuda Mayjen TNI Yusman Madayun sebelumnya mengatakan, Satgas Garuda PKH telah melaksanakan operasi penertiban kawasan hutan secara serentak di 19 provinsi, dari Sumatera Utara hingga Papua. Lahan yang disita segera dikembalikan ke negara guna mendukung kesejahteraan masyarakat, sesuai dengan visi dan misi Presiden RI Prabowo Subianto.

”Langkah ini menunjukkan negara hadir dalam upaya menyelesaikan berbagai permasalahan di daerah secara menyeluruh,” tegasnya.

Dia melanjutkan, selain menertibkan aset negara, operasi ini juga bertujuan mempercepat upaya perlindungan lingkungan serta memastikan pemanfaatan kawasan hutan bagi kepentingan masyarakat.
Menurutnya, pemerintah telah mengantisipasi potensi dampak penertiban. Satgas bersama tim transisi menyiapkan langkah mitigasi untuk memastikan keberlanjutan usaha perkebunan dan perlindungan terhadap tenaga kerja.

”Satgas bekerja dengan penuh pertimbangan dan telah memikirkan dampak sosial serta ekonomi dari penyitaan lahan ini. Dengan adanya Tim Transisi, operasional perusahaan tetap berlangsung,” jelasnya.

Masyarakat diharapkan tidak terprovokasi isu yang menyebutkan penyitaan tersebut akan berujung pada PHK massal. Pemerintah memastikan kebijakan ini telah dikaji secara matang agar tidak merugikan masyarakat, khususnya pekerja yang menggantungkan hidupnya pada sektor perkebunan sawit. (Enrico N. Abdielli)

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru