TANJUNG PINANG- Seorang perwira polisi di tolak berobat di Rumah Sakit Awal Bros, Batam beberapa waktu lalu. Terpaksa IP 43 tahun menggadai SK (Surat Keputusan) Polisinya untuk biaya, baru diterima rumah sakit. Pasien adalah peserta Badan Pelayanan Jaminan Sosial (BPJS) – Kesehatan, menderita pecah pembuluh darah. Hal ini dilaporkan oleh Ketua Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) Kepulauan Riau kepada Bergelora.com di Tanjung Pinang, Kepulauan Riau, Rabu (26/11).
“Ia dirujuk dari Rumah Sakit Umum Batu Delapan, Tanjung Pinang, milik pemerintah propinsi yang tidak memiliki dokter bedah syaraf. Sampai di RS Awal Bros yang dirujuk, rumah sakit menolak dengan alasan ICU sudah lewat kuota,” jelasnya.
Inter Panjaitan masuk Rumah Sakit Umum Batu Delapan Tanjung Pinang pada 19 November pukul 19.00 malam. Pasien tinggal di asrama polisi Batu Delapan, Tanjung Pinang. Pasien dikirim ke RS Awal Bros 21 November dengan biaya sendiri dari keluarga pasien
“Saya sudah berusaha mencari rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS termasuk RS Awal Bros Batam, semuanya full ruang ICU nya. Namun ketika pihak keluarga mengatakan bukan pasien BPJS, pihak RS Awal Bros menyatakan ada ICU dan meminta supaya menyiapkan DP (Down Payment) Rp 20 juta. Gila,” ujarnya.
Karena sudah terdesak akhirnya pasien memilih menjadi pasien umum daripada menjadi pasien BPJS. Keluarga ingin segera bisa mendapatkan pelayanan bagi yang sakit agar jangan lagi di tolak.
“Tak ada pilihan lain bagi keluarga. Terpaksa dipenuhi demi kesembuhan sang bapak yang adalah seorang polisi dan pasien BPJS ini. Istrinya lalu terpaksa menggadaikan SK suami untuk membiayai rumah sakit,” ujarnya.
Menurut Patar Sianipar, setelah seluruh rakyat diwajibkan menjadi anggota dari Badan Pelayanan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dengan membayar iuran bulanan dan membayar co-sharing, maka seharusnya seluruh rumah sakit pemerintah dan swasta juga diwajibkan melayani semua pasien BPJS dan tidak boleh ada penolakan pasien.
“Karena rakyat dipaksa masuk dalam sistim BPJS, maka atas nama rakyat Indonesia kami meminta kepada pemerintah supaya seluruh rumah sakit baik milik negara ataupun milik swasta dan juga klinik-klinik dan puskesmas wajib menerima pasien BPJS tanpa ada istilah pakai kuota,” tegasnya.
Menurutnya, pemerintah juga harus tegas menetapkan sanksi pada rumah sakit, puskesmas atau klinik yang mempersulit pasien.
“Percuma kalau ada sistim tapi gak bisa diterapkan. Sudah menedot uang negara, uang askes, jamsostek dan lainnya. Memungut iuran dari rakyat, tapi sistim tidak jalan. Ini namanya negara merampok,” tegasnya.
Menurutnya, seorang perwira polisi saja tidak dilayani oleh rumah sakit karena BPJS tidak menanggung jaminannya, walaupun sudah setiap bulan bayar iuran BPJS.
“Bagaimana dengan rakyat biasa? Jadi walaupun sudah bayar iuran sendiri. Nasibnya sama seperti orang miskin yang penerima bantuan iuran (PBI) pemerintah,” jelasnya. (Galvaridho A. Prasetya)