PONTIANAK – Budayawan Universitas Tanjungpura dan sekarang sebagai Ketua Majelis Adat dan Budaya Melayu (MABM) Provinsi Kalimantan Barat, Prof Dr H Chairil Effendy MS, menilai, kelompok Islam radikal dan intoleran telah memperburuk citra Bangsa Indonesia di mata masyarakat luar negeri.
Hal itu dikemukakan Chairil Effendy di sela-sela pertemuan dengan Majelis Adat Dayak (DAD) Provinsi Kalimantan Barat di Restoran Saribento, Museum Negeri, Jalan Ahmad Yani, Pontianak, Jumat (20/1).
Pertemuan digelar saat ratusan massa Front Pembela Islam (FPI) menggelar aksi unjukrasa lanjutan di Markas Polisi Daerah Kalimantan Barat di Pontianak, pukul 16.00 WIB.
Dari DAD Provinsi Kalimantan Barat, hadir Haji Alamsyah, Cornelius Kimha, dan Yohanes Nenes. Dari MABM selain Chairil Effendy, hadir Zulfidar Zaidar Mochtar, M Yusuf dan Budiman Tahir.
Pertemuan MABM Provinsi Kalimantan Barat dan DAD Provinsi Kalimantan Barat, tindaklanjut pertemuan serupa DAD Provinsi Kalimantan Barat dan Ikatan Keluarga Besar Masyarakat Madura (IKBM) Provinsi Kalimantan Barat di Pontianak, Kamis (19/1).
“Kalangan lembaga penelitian di luar negeri, terutama di dunia barat, sudah tidak tertarik lagi melakukan penelitian terhadap kehidupan umat beragama di Indonesia. Bagi peneliti di luar negeri, tabiat kelompok Islam di Indonesia, tidak ada bedanya dengan di Timur Tengah yang menonjolkan budaya kekerasan,” kata Chairil Effendy.
Menurut Chairil Effendy, kehadiran kelompok Islam radikal yang menimbulkan sikap intolerans harus dihentikan. Paling tidak dieliminir, agar kebersamaan antar segenap masyarakat yang pluralistik bisa kembali terjalin dengan baik.
Chairil menuturkan, dalam menghentikan keberadaan kelompok Islam radikal, dibutuhkan kerja keras semua pihak, dan adanya jaminan sikap tegas dan keras dari Pemerintah, Polisi Republik Indonesia (Polri) dan Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Pertemuan DAD dan MABM, menelurkan enam kesepakatan. Pertama, sepakat menciptakan situasi keamanan dan ketertiban di Kalimantan Barat.
Kedua, pihak yang menggelar demonstrasi di Pontianak, Jumat, 20 Januari 2017, dihimbau agar tidak melakukan perbuatan anarkis.
Ketiga, kedua belah pihak sepakat turut aktif ikut mendinginkan suasana dengan tidak mengeluarkan pernyataan di media massa yang bisa menimbulkan resistensi dari kelompok lain.
Keempat, DAD dan MABM menghimbau peran aplikatif Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) untuk mengambil langkah-langkah antisipasi apabila muncul potensi miss komunikasi antar agama dan dan antar kelompok masyarakat.
Kelima, MABM dan DAD mendukung tugas Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam menciptakan stabilitas keamanan, dan menyerahkan sepenuhnya kepada proses hukum yang berlaku apabila terbukti terjadi gangguan keamanan dan ketertiban di tengah masyarakat.
Keenam, kedua belah pihak berusaha seoptimal mungkin mengendalikan masyarakatnya agar tidak terprovokasi isu-isu yang menyesatkan.
Dalam pertemuan disepakati, digelar pertemuan minimal sekali tiga bulan antar berbagai komunitas etnis, untuk membahas berbagai masalah kemasyarakat, agar potensi kerawanan kehidupan antar umat beragama bisa dieliminir.
Kepada Bergelora.com dilaporkan, aksi unjukrasa FPI, Jumat (20/1), tindaklanjut dari aksi serupa pada Jumat (13/1). FPI menuntut sejumlah warga Dayak yang melakukan penghadangan terhadap Wakil Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Majelis Ulama Indonesia (DPP MUI), Tengku Zulkarnain di Bandara Susilo, Sintang, pukul 09.30 WIB, Kamis (12/1).
DAD Provinsi Kalimantan Barat, telah melaporkan Tengku Zulkarnain ke Polda Kalbar, Selasa (17/1). Tengku Zulkarnain dilaporkan, karena di dalam ceramahnya yang beredar di youtube disebutkan Dayak tidak layak masuk surga, karena selaku kelompok kafir derajatnya lebih rendah dari binatang. (Aju)