JAKARTA- Berbagai cara dipakai untuk melakukan kecurangan dalam pemilu legislatif beberapa waktu lalu. Salah satunya adalah penggunaan dana Bantuan Sosial (bansos) dalam melakukan money politik di Jawa Tengah.
“Dana Bansos itukan milik pemerintah propinsi. Ini dipakai camat untuk bayar kepala desa di 8.500 desa di Jateng. Masing masing desa dikasih Rp 6 juta. Agar memenangkan paket partai tertentu, caleg DPD, DPR, DPRD tertentu. Kalau menang akan ditambah Rp 10 juta. Kalau menolak diintimidasi,”
Demikian kesaksian Poppy Dharsono, anggota DPD dari Jawa Tengah dalam Forum Publik Institut Ekonomi Politik Soekarno Hatta bertemakan‘Pileg gagal, Tangkap Komisioner KPU’ di Jakarta, Kamis (8/5). Adalagi menurutnya temuan lembaran C1 kosong tapi sudah ditanda tangani.
“Pemilu yang mengabiskan dana Rp 16 Juta ini sengaja dibikinkan sistim yang mudah untuk dicurangi. Ini kejahatan pada demokrasi,” tegas Poppy Dharsono.
Kejahatan dalam Pemilu menurutnya terjadi disemua level dari TPS sampai KPU secara masif, sistimatis dan terencana.
“Kami mengumpulkan saksi-saksi yang langsung diintimidasi. Namun siapa yang akan melindungi mereka. Mereka ketakutan,” ujarnya lagi
Polisi menurutnya mendiamkan pada saat berkarung-karung uang secara terang-terangan beredar pada saat coblosan.
“Ini penghancuran bangsa yang sengaja dilakukan dengan tujuan agar, legislatif yang akan datang tidak memiliki legitimasi,” ujarnya.
Oleh karenanya Poppy Dharsono menyeruskan agar rakyat menolak hasil pemilu.
“Kita kembali ke UUD’45 yang asli dan Pancasila. Karena ini sudah darurat,” tegasnya. (Web Warouw)