Senin, 28 April 2025

Darurat Moneter, Segera Terbitkan Perppu !

Oleh : Edy Burmansyah*

 

JAKARTA- Krisis moneter dunia akibat devaluasi mata uang China, Yuan terhadap Dollar menyebabkan Indonesia dalam keadaan darurat moneter. Kalau tidak diatasi secara tepat dan cepat maka krisis moneter ini akan segera berdampak pada ekonomi yang lebih luas. Untuk itu Presiden Joko Widodo harus segera menerbitkan Perpu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang) untuk menghadapi situasi darurat moneter.

 

Dalam keadaan ekonomi yang serba liar seperti sekarang, tampaknya kurs mengambang jauh lebih mahal dan besar risikonya, sebab itu, pemerintah perlu mempertimbangkan untuk mengembalikan system nilai tukar Indonesia ke kurs tetap, dengan menerbitkan Perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang) untuk mengganti Undang-undang Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar, yang menjadi landasan penerapan devisa bebas yang diterapkan Indonesia saat ini. Dengan Perppu itu maka Indonesia bisa memberlakukan kembali Kurs Tetap.

Penerapan kurs tetap sudah dibuktikan Malaysia pada krisis tahun 1997-1998 lalu. Negara tetangga itu ternyata lebih berhasil atau sekurang-kurangnya lebih selamat ekonominya daripada Indonesia.

Dalam sistim nilai tukar tetap, besarnya nilai mata uang suatu negara ditentukan nilainya secara tetap terhadap alat tukar lain yang dianggap kuat, salah satunya adalah emas selain pinjaman luar negeri. Kebijakan nilai tukar tetap banyak dilakukan negara-negara pada abad 19 sampai pecahnya Perang Dunia I tahun 1914.

SDR atau Special Drawing Rights, suatu alat pembayaran yang diciptakan oleh IMF pada awal tahun 1970-an, yang merupakan hak tarik negara terhadap lembaga keuangan multilateral ini, sering juga disebut sebagai ‘kertas emas’ – atau mata uang kuat yang lain Dollar Amerika misalnya.

Nilai nominal yang ditetapkan disebutkan dengan istilah par value. Sistim nilai tukar yang disepakati di dalam perjanjian, yang kemudian dikenal menjadi sistim Bretton Woods, adalah penentuan nilai tukar mata uang negara secara tetap pada mata uang kuat Dollar Amerika (USD) dengan suatu mekanisme penyesuaian. Dalam sistim yang banyak dianut sejak berdirinya IMF tahun 1944 sampai awal 1970-an ini, negara-negara didorong untuk menentukan nilai tukar mata uang masing-masing terhadap USD, secara tetap.

Amerika Serikat yang mata uangnya dijadikan patokan,– sering disebut sebagai intervention currency, karena fungsinya untuk digunakan menjadi alat melaksanakan penyesuaian terhadap mata uang yang mengalami gejolak,– mendukung sistim ini dengan menentukan nilai tukar USD terhadap harga emas secara tetap. Sistim Bretton Woods menganut nilai tukar tetap, akan tetapi dengan tambahan mekanisme penyesuaian untuk mengatasi adanya gejolak sementara pada neraca pembayaran negara-negara anggotanya. Mekanisme penyesuaian ini dilakukan melalui berbagai macam fasilitas pinjaman siaga atau stand-by arrangement, yang bentuknya terus menerus disempurnakan.

Ketidak seimbangan neraca pembayaran suatu negara dapat terjadi bila setiap hak dan kewajiban membayar dari suatu negara dalam hubungannya dengan negara-negara lain tidak imbang yaitu ada defisit atau surplus dalam transaksi berjalan. Kalau ketidak seimbangan ini memerlukan koreksi yang lebih besar dari suatu band yang tipis,– plus-minus satu persen dari par value,– maka ketidak seimbangan tersebut dianggap struktural dan boleh diatasi dengan menggunakan fasilitas IMF untuk mendukung neraca pembayaran dalam berbagai rupa bantuan siaga (balance of payments’s supports).

Mekanisme bantuan yang diberikan IMF kepada para anggotanya ini serupa dengan bantuan likuiditas yang diberikan bank sentral ke pada bank-bank komersial yang mengahdapi masalah liquidity mismatch, seperti bantuan likuiditas Bank Indoneia (BLBI). Karena itu IMF sering juga disebut sebagai bank sentralnya negara-negara anggota, karena berfungsi sebagai lender of last resort pada waktu negara-negara anggota mengalami masalah ketidak seimbangan neraca pembayaran.

Sistim nilai tukar a la Bretton Woods ini disusun untuk, di satu pihak menghindarkan diri dari kemungkinan terlalu berfluktuasinya nilai tukar mata uang negara yang menganut sistim mengambang bebas. Dengan ketentuan bahwa setiap negara menentukan nilai tukar mata uangnya secara tetap terhadap USD, maka nilai tukar mata uang negara-negara tersebut tidak akan berfluktuasi, menumbuhkan ketidak pastian hubungan perdagangan antar bangsa. Akan tetapi, sekaligus sistim ini juga disusun untuk menghindarkan diri dari kemungkinan negara-negara melakukan devaluasi nilai mata uangnya untuk menyelesaikan masalah ketidak seimbangan neraca pembayaran yang dihadapinya.

Berebut Devaluasi

Dalam sistim nilai tukar Bretton Woods, kalau negara-negara boleh merubah nilai mata uangnya setiap kali menghadapi masalah ketidak seimbangan neraca pembayaran, maka dalam keadaan memburuknya ekonomi dunia dapat terjadi ‘perang devaluasi’. Ini berdasarkan pengalaman yang terjadi setelah depresi tahun 1930-an, pada waktu negara-negara berupaya menghindarkan diri dari dampak negatif depresi yang terjadi di dunia dengan mendevaluasi mata uangnya (competitive devaluations).

Apa yang berkembang waktu itu adalah bahwa negara-negara saling berebut melakukan devaluasi mata uangnya untuk mendorong ekspor dan mengurangi impor. Perang devaluasi untuk saling menyelamatkan neraca pembayaran yang dilakukan banyak negara pada tahun 1930-an ini dikenal sebagai beggar thy neighbors’ policy. Negara berebut melemahkan nilai mata uangnya untuk mendorong ekspornya, tetapi sebenarnya untuk kerugian negara mitra perdagangannya. Suatu tindakan sepihak, yang dampaknya sebenarnya merugikan negara lain. Kalau tindakan ini dilakukan oleh suatu negara dan diikuti secara berantai oleh negara-negara lain sehingga akhirnya semuanya melakukan devaluasi, hasil akhirnya tidak ada negara yang diuntungkan.

Sebaliknya negara-negara rugi, karena menciutnya perdagangan internasional. Ini akibat yang dapat timbul kalau semua negara secara merkantilistis melindungi dirinya sendiri, hanya mau mengekspor dan tidak mau melakukan impor. Kalau semua melakukan langkah ini, akhirnya tidak ada negara yang dapat melakukan ekspor. Sebab per definisi, impor suatu negara adalah ekspor negara lain.

Mekanisme penyesuaian yang disediakan oleh IMF dilaksanakan dengan memberikan fleksibilitas yang cukup bagi negara yang perekonomiannya mengalami ketidak seimbangan neraca pembayaran untuk mempergunakan fasilitas likuiditas dengan supervisi IMF. Sistim ini berjalan sangat bagus dari sejak diperkenalkannya tahun 1944 sampai akhir tahun 1960-an. Akan tetapi, dalam sistim ini aliran modal hanya terjadi secara terbatas untuk membiayai ketidak seimbangan pembayaran antar bangsa. Di luar itu, ketidak seimbangan pembayaran antar bangsa yang bersifat termporer diatasi dengan menggunakan fasilitas yang disediakan IMF, dikenal sebagai stand-by arrangements.

Amerika Tidak Konsekwen

Semenjak Amerika Serikat tidak konsekuen mempertahankan sistim Bretton Woods, menjadi sukar bagi IMF untuk mengharuskan negara-negara lain mematok secara tetap nilai mata uang masing-masing terhdap USD. Amerika Serikat mulai ingkar janji awal 1970-an, dengan menghentikan mekanisme pembelian semua USD yang dijual oleh bank sentral negara-negara lain.

Pada awalnya Amerika Serikat berjanji untuk membeli semua USD yang beredar di luar Amerika Serikat yang dipegang bank-bank sentral negara-negara lain, dan membayarnya dengan cadangan emas milik Amerika Serikat dengan nilai yang tetap sebesar USD 35 per ounce emas. Apa yang dikenal sebagai par value system atau kurs tetap a la Bretton Woods menjadi sulit dipertahankan. Bahkan Amerika Serikat melakukan devaluasi USD dengan merubah nilai tukar USD terhadap emas, tahun 1972. Hal ini beserta pelembaran band par value, dari plus-minus satu per sen menjadi plus-minus dua seperempat per sen, terjadi dalam apa yang dikenal sebagai Smithonian Agreement, tahun 1973. Setelah itu sistim Bretton Woods beramai-ramai ditinggalkan para anggota IMF.

Beberapa tahun tidak ada sistim yang dibakukan, sementara kebanyakan negara mengubah sistim nilai tukar tetap a la Bretton Woods dengan sistim mengambang. Akhirnya tahun 1976 IMF meresmikan sistim nilai tukar mengambang sebagai nilai tukar yang didukung IMF, dalam sidang tahunan yang dilakukan di Jamaica yang dikenal sebagai Jamaica Agreement.

 

*Penulis adalah peneliti di Berdikari Institute, Jakarta

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru