Minggu, 3 November 2024

DIB : Kekeluargaan Perlu Untuk Hadapi Sengketa Medis

JAKARTA- Penyelesaian sengketa medis diharapkan dapat dilakukan secara kekeluargaan dengan pihak keluarga pasien. Komunikasi dan koordinasi juga penting dengan internal institusi tempat dokter bekerja untuk menegakkan fakta.

Pada 29 Januari 2014 lalu, Dokter Indonesia Bersatu (DIB) telah mengajukan berkas Judicial Review kepada Mahkamah Konstitusi tentang Undang-Undang Praktek Kedokteran Nomor 29 Tahun 2004 Pasal 66 ayat (3) yang diwakili oleh empat orang yaitu dr. Eva Sridiana Sp.P, dr. Agung Sapta Adi Sp.An, dr. Yadi Permana Sp. B.Onk (K), dan dr. Irwan Kreshnamurti Sp.OG.

“Tujuan Judicial Review ini adalah untuk memberikan kepastian hukum pada profesi dokter dalam memberikan layanan kesehatan yang berkualitas kepada masyarakat. Hasilnya kita tunggu putusan hakim Mahkamah Konstitusi,” demikian Koordinator  Nasional Dokter Indonesia Bersatu (DIB), Dr. Eva Sridiana kepada Bergelora.com, Selasa (20/5) tentang rekomendasi DIB tentang Sistim Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dalam Sarasehan Akbar beberapa waktu lalu.

Undang-Undang Praktek Kedokteran Nomor 29 Tahun 2004 Pasal 66 ayat (3) menyebutkan : “Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghilangkan hak setiap orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak yang berwenang dan/atau menggugat kerugian perdata ke pengadilan”.

Khusus pada kalimat “tidak menghilangkan hak setiap orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak yang berwenang”, dinilai memiliki interpretasi sedemikian luas tentang tindakan yang digolongkan sebagai tindak pidana. Sehingga pasal tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum dan ancaman ketakutan dokter dalam memberikan pelayanan medis kepada masyarakat.

“Seharusnya tindakan kedokteran yang dapat dibawa ke ranah hukum pidana dibatasi hanya pada tindakan kedokteran dalam dua kondisi saja yaitu tindakan kedokteran yang mengandung kesengajaan dan tindakan kedokteran yang mengandung kelalaian nyata/berat,” tegasnya.

Tindakan selain kedua hal menurutnya seharusnya tidak tepat dan tidak dapat dijadikan obyek tindak pidana. Contoh tindakan kedokteran yang mengandung kesengajaan atas akibat yang diancamkan pidana adalah melakukan perbuatan yang bertujuan untuk menghentikan kehamilan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

“Sedangkan contoh tindakan kedokteran yang mengandung kelalaian nyata/berat adalah tertinggalnya peralatan medis dalam tubuh pasien, operasi seharusnya pada kaki kanan keliru pada kaki kiri, dan seterusnya,” jelasnya.

Sarasehan Dokter Indonesia Bersatu (DIB) juga berhasil membentuk Presidium DIB beranggotakan Dr Sarabintang Saragih, Dr Danang Sananto Sasongko, Dr Eva Sri Diana, Dr Agung Sapta Adi, Dr Yadi Permana. (Tiara Hidup)

Artikel Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,100PelangganBerlangganan

Terbaru