JAKARTA- Tahun 2015 Indonesia dan negara anggota ASEAN lainnya akan menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) atau Asean Economic Community (AEC). Bursa tenaga profesional termasuk dokter akan memasuki era pasar bebas. Tenaga kerja di negara ASEAN memiliki peluang yang sama untuk bekerja di negara tetangga dan di Indonesia. Untuk memastikan pelayanan kesehatan oleh pemerintah dibutuhkan ada sentralisasi pengaturan dan penempatan dokter. Demikian anggota Presidium Dokter Indonesia Bersatu (DIB), Dr. Agung Sapta Adi, SpAn. Kepada Bergelora.com di Jakarta, Senin (13/10).
“Seperti halnya tentara maka kementerian kesehatan secara berkeadilan seharusnya menempatkan dokter sesuai kebutuhan, bukan diserahkan kepada pasar swasta. Tapi pemerintah tetap punya kewajiban mensuplai dan meregulasi dokter. Apakah nantinya diberikan beasiswa, prioritas pengembangan karir dan sebagainya bagi yang ditempatkan daerah terpencil,” ujarnya.
Karena menurutnya hambatan pelayanan kesehatan termasuk pengadaan tenaga medis secara maksimal di daerah saat ini adalah Undang-undang Otonomi Daerah
“Saat ini kesehatan cenderung ngikut bagaimana pemda punya pengetahuan dan kemauan terhadap masalah (kesehatan-red) ini. Seringkali program-program nasional tidak tercapai oleh karena Pemda sibuk dengan program lokal termasuk pengobatan murah atau gratis atau bahkan ada yang menjadikan pelayanan kesehatan menjadi sumber PAD (Pendapatan Asli Daerah-red),” jelasnya.
Tentang kualitas pendidikan kedokteran, menurutnya harus ada peran kontrol dari masing-masing kolegium dalam menentukan standar kompetensi.
“Untuk itu peran konsil kedokteran harus mengkoordinasikan sehingga kolegium tetap independen dan melindungi kepentingan rakyat dan negara. Maka konsil kedokteran anggotanya harus termasuk perwakilan masyarakat,” tegasnya.
Kambing Hitam
Selama ini menurutnya, pemerintah menjadikan dokter Indonesia sebagai kambing hitam penyebab tidak meratanya pelayanan kesehatan karena tidak mau ditempatkan di daerah.
“Ketika hal tersebut diatas terjadi akan memudahkan Badan Pelayanan Jaminan Sosial (BPJS) membayar murah dokter Indonesia dan meninggalkan profesionalisme karena beban kerja yang berat karena over time dan over load,” ujarnya.
Masyarakat awam menurutnya banyak yang tidak mengerti bahwa, ketidak mampuan dokter untuk melayani pasien adalah akibat dari sistim kesehatan dan sistim pendidikan kedokteran yang buruk selama ini.
“Jangan berharap dokter Indonesia mampu bersaing di kancah global kalau dokter Indonesia sendiri belum mampu berbuat banyak untuk bangsa Indonesia oleh karena buruknya sistem kesehatan yang berlaku saat ini. Kami para dokter cuma kambing hitam dari kegagalan sistim ini,” tegasnya. (Web Warouw)