JAKARTA- Penghilangan keterwakilan perempuan di DPR adalah pemberangusan hak politik perempuan. Hal ini merupakan kemunduran ruang demokrasi. Demikian disampaikan oleh aktivis Serikat Pekerja Nasional (SPN) Tangerang, Tiasri Wiandani kepada Bergelora.com di Jakarta, Jumat (18/7).
“Jelas dan tegas saya katakan bahwa tindakan ini melanggar konstitusi. Ini merupakan perlakuan yang memberangus hak perempuan. Kesetaraan dan keadilan gender kembali telah dinodai dengan penghilangan keterwakilan perempuan di DPR,” demikian tegasnya.
Menurutnya, mayoritas rakyat adalah perempuan dan masalah-masalah perempuan masih belum terakomodir oleh negara dan pemerintah. Maka penghilangan keterwakilan perempuan merupakan pembodohan, pemiskinan, dan peminggiran terhadap perempuan.
MenurutnyaDPR sebagai wakil rakyat sudah tidak mencerminkan sebagai wakil rakyat. Para elit telah berani mempermainkan danmengkhianati rakyat dengan peraturan yang mengkebiri hak politik perempuan.
“Hal ini juga telah merendahkan perempuan dalam hak politik. Ini mencerminkan kebutaan anggota dewan terhadap persoalan-persoan perempuan Indonesia yang dua kali tertindas ketimbang laki-laki. Atau memang mereka menyepelekan persoalan perempuan yang selama ini sudah diabaikan oleh negera,” ujarnya.
Buruh Melawan
Untuk itu menurutnya, seluruh serikat buruh di Indonesia harus bersatu melakukan perlawanan terhadap pemberangusan hak-hak politik kaum perempuan yang dilakukan oleh partai-partai politik yang duduk di DPR.
“Sebagai buruh perempuan saya mengajak seluruh kawan-kawan serikat buruh di Indonesia untuk melakukan perlawanan terhadap pemberangusan paksa keterwakilan perempuan dalam DPR,” tegasnya.
Bukan itu saja, menurutnya seluruh gerakan perempuan, gerakan buruh dan seluruh gerakan rakyat yang sadar harus melawan keputusan DPR tersebut.
“Kita sedang membangun koordinasi untuk melakukan perlawanan terhadap rencana politikus dan partai-partai busuk yang akan menyingkirkan perempuan dalam politik,” tegasnya.
Penghapusan ketentuan yang memperahatikan keterwakilan perempuan dalam revisi pasal-pasal pada Undang-Undang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU Susduk MD3) yang mengatur tentang pimpinan Alat Kelengkapan (AKD) DPR merupakan sebuah kemunduran dalam mendorong peran anggota legislatif perempuan pada posisi strategis di parlemen.
Padahal pada periode 2014-2019 jumlah anggota DPR perempuan mengalami penurunan. Bukannya membuat kebijakan yang mampu menambal situasi tersebut, DPR justru menghambat kiprah perempuan dalam bidang politik. (Web Warouw)