JAKARTA- DPR perlu klarifikasi rekam jejak Sutiyoso soal dugaan kasus penculikan aktivis dalam peristiwa kerusuhan 27 Juli 1996 (Kudatuli). Hari ini, (30/6), Komisi I menggelar fit and proper test calon Kepala Badan Intelejen Negara (KaBin), Sutiyoso. Sutiyoso satu-satunya kandidat yang diajukan Presiden Joko Widodo sebagai calon Kepala Badan Intelejen (Kabin).
“Sebagai korban penculikan oleh aparat Inteldam Jaya imbas peristiwa Kerusuhan 27 Juli 1996 (Kuda tuli), saya sangat berharap Komisi I DPR punya niat baik dan kemauan politik untuk sungguh-sungguh menggali rekam jejak Sutiyoso, terutama dalam soal dugaan kasus penculikan dan penyiksaan yang saya alami,” demikian mantan aktivis PIJAR, Hendrik Dikson Sirait kepada Bergelora.com di Jakarta, Selasa (30/6).
Hendrik menegaskan bahwa dirinya telah menyerahkan semua bukti keterlibatan Sutiyoso dalam kekerasan dan penculikan pada 27 Juli 1996 itu.
“Sejumlah bukti yang sudah saya sampaikan bersama kuasa hukum dari PBHI Jakarta ke perwakilan Komisi I DPRRI beberapa waktu lalu, harusnya sudah cukup bagi anggota dewan yang terhormat untuk menggali lebih jauh tentang keterlibatan Sutiyoso dalam peristiwa penculikan yang saya alami 19 tahun silam,” ujar Sekjen Aliansi Masyarakat Sipil Untuk Indonesia Hebat (Almisbat).
Apalagi dalam salah satu dokumen yang diserahkan oleh Hendrik Sirait disertakan pula sebuah lampiran surat bernomor B/124/VIII/1996 yang ditandatangani Komandan Detasemen Inteldam V Jaya saat itu, Letkol Budi Purnama. Dalam dokumen itu membenarkan adanya perintah dari Sutiyoso yang dijadikan dasar untuk melakukan penculikan.
“Intinya dalam surat itu di akui adanya perintah dari Ketua Bakortanasda Jaya yang saat itu langsung di Jabat oleh Pangdam Jaya, Sutiyoso, yang dijadikan dasar operasi penculikan,” jelasnya.
Komisi I DPR menurutnya wajib untuk mengklarifikasi keterlibatan Sutiyoso dalam pelanggaram HAM di masa lalu. Kalau lolos maka ia berpotensi mengulangi kejahatan yang
berhasil ditutupinya.
“Sehingga, bagi saya sangat ironis jika dengan bukti yang cukup itu Komisi I tidak menjadikan rekam jejak Sutiyoso dalam soal dugaan keterlibatan kejahatan kemanusiaan di masa lalu sebagai bahan klarifikasi dalam fit and proper test,” tegasnya.
Komisi I DPR menurutnya dalam posisi ang menentukan apakah akan mengungkap atau menutupi sejarah pelanggaran HAM yang melibatkan Sutiyoso.
“Sebagai korban saya hanya berharap dan berdoa, semoga Tuhan Yang Maha Kuasa mau mengetuk pintu nurani para wakil rakyat di Komisi I utk berpihak dan menyuarakan kepentingan korban dalam fit and proper test calon KaBin Sutiyoso untuk kepentingan pelurusan sejarah dan penegakan Hak Asasi Manusia. Semoga Tuhan memberkati bangsa Indonesia,” jelasnya (Firmatus Deddy)