Oleh: Natalius Pigai
Hari ini tanggal 8 Desember Sudah genap 2 tahun tragedi Paniai Berdarah. Peristiwa kejahatan kemananusiaan yang sampai saat ini masih mendapat perhatian baik masyarakat Papua, nasional maupun juga Internasional. 2 tahun pula Presiden Jokowi memimpin negeri ini dibayangi tragedi Paniai, 2 tahun pula Jokowi membisu di atas jeritan, rintihan dan ratapan rakyat Paniai.
Â
Komnas HAM menyatakan sebegitu pentingnya kasus Paniai bagi rakyat Paniai dan masyarakat papua pada umumnya. Tentu ini sangat penting, dan bagi Komnas HAM sendiri bukan masalah sepele yang harus ditinggal diam.
Masalah ini bukan hanya penting bagi masyarakat Paniai tapi juga penting bagi Indonesia dimata dunia, karena sadar atau tidak peristiwa Paniai telah mendunia juga telah menjadi memori buruk bangsa Melanesia di Papua. Kami ingin sampaikan bahwa Masyarakat Paniai minta TNI dan Polri umumkan hasil penyelidikan yg pernah dilakukan, Komnas HAM sudah kirim surat ke Menkopolhukam tapi Pemerintah tidak mau mengumumkan bahkan terkesan menutupi pelaku.
Hasil penelusuran Komnas HAM bawah kasus Paniai ini letak kesalahannya ada di Pemerintah, sepanjang Pemerintah menutup nutupi pelaku khususnya terkait hasil penyelidikan institusi TNI dan Polri maka masyarakat tetap menolak siapapun yang melakukan penyelidikan.
Kami melihat masyarakat Paniai berfikir cerdas karena kalau belajar dari kasus-kasus yang lain, semua pelaku tidak pernah terbukti karena TNI dan Polri tidak pernah mengumumkan pelakunya bahkan terkesan menyembunyikan pelakunya, kecuali kalau masyarakat atau keluarga korban mau melakukan otopsi, sementara otopsi ada benturan dengan budaya, jadi satu satunya jalan keluar adalah TNI dan Polri harus mengumumkan hasil penyelidikannya.
Setelah orangnya ketahuan baru Komnas HAM bisa melakukan penyelidikan Pro justisia UU 26 tahun 2000 tentang HAM berat. Kemudian Anda tanya kepada kami mengapa Komnas tidak lakukan dari tahun lalu atau sekarang, jawaban kami sederhana, kami tidak mau menipu rakyat, karena alat bukti untuk menunjukkan orang (pelaku) sulit diketahui, kecuali komandan atau kesatuannya saja yang bisa kami tahu, tapi pelaku akan sulit, lain halnya kalau TNI dan Polri tunjuk atau pelaku mengaku sendiri, autopsi.
Kami belajar dari pengalaman hasil penyelidikan Komnas HAM yang ada bahwa seluruh hasil penyelidikan HAM berat semua sulit dibuktikan. Semua bukti tidak ada yang kuat termasuk Wamena dan Wasior. Jadi kalau dibawa ke pengadilan, pelakunya pasti dibebaskan. Paniai tidak mau mengalami hal yang sama, Paniai ingin pelaku diberi hukuman berat sesuai dengan UU 26 tahun 2000 bahkan terancam hukuman mati kepada si pelaku. Karena itu, kami apresiasi cara advokasi rakyat Paniai yang konsisten minta negara melalui TNI dan Polri umumkan pelakunya.
Jika kasus Paniai ditanya oleh siapapun termasuk dunia Internasional maka yang menutupi pelaku dan tidak mau buka hasil penyelidikan itu Menkopolhukam atau Pemerintah. Jadi kalau ada oknum-oknum termasuk orang Komnasham yang memaksa agar lakukan penyelidikan maka saya pastikan itu pekerjaan penyelidikan beraroma politik bukan Hak Asasi Manusia murni. Kami ini sebagai pekerja Kemanusiaan, dan bukan orang politik. Kami empati pada korban dan rakyat kecil dengan kebenaran dan keadilan bukan hanya menyenangkan rakyat tapi secara substansial pada akhirnya tidak mendapat keadilan.
Dengan demikian siapa yang salah dan menghambat dalam penyelidikan kasus Paniai maka saya menduga negara dalam hal ini Presiden Joko Widodo dengan sadar dan sengaja menutupi pelaku karena tidak mau kehilangan muka, namun memaksa Komnas HAM melalui Menkopolhukam
 lakukan penyelidikan, itu sebuah bukti nyata intervensi negara sebagai aktor pelaku dalam sistem kerja Komnas HAM sebagai sebuah lembaga independen.
Sementara itu, Pemerintah Indonesia sendiri, sudah mengumumkan kepada semua komunitas pembela HAM dan yang peduli HAM baik di dalam negeri dan luar negeri bahwa penyelidikan Paniai sudah, sebuah pembohongan bagi orang-orang pencari keadilan di pedalaman Paniai.
Tragedi Paniai telah menjadi sebuah memori kelam bangsa Papua Melanesia, juga telah menjadi sejarah kelam disamping lebih dari 5 ribu rakyat Papua yang ditangkap, dianiaya, disiksa Dab dibunuh hanya dalam 2 tahun kepemimpinan Jokowi Widodo di negeri ini. Apapun ceritanya sikap Jokowi yang membisu diatas jeritan kemanusiaan rakyat Papua telah menjauhkan orang Papua dari Rasa nasionalisme dan sukses memantapkan Labilitas integrasi politik papua.
Sudah terlalu lama (50 tahun) orang Paniai telah menderita, ditangkap, dianiaya, disiksa, dan dibunuh saban hari tanpa henti, penuh ketakutan, rintian, ratapan, tangisan, kesediaan saban hari menghiasi orang Paniai, mereka hidup ibarat daerah jajahan. Dari Ribuan manusia yg mati sia sia, biarkan mereka berjuang demi keadilan untuk sekali ini.
*Penulis adalah Komisoner Komnas HAM