JAKARTA- Rencana pemindahan lokasi sidang atas kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Basuki Tjahaja Purnama adalah langkah tepat dan memiliki dasar hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 85 KUHAP. Hal ini disampaikan Hendardi, Ketua Setara Institute kepada Bergelora.com di Jakarta Kamis (8/12).
“Disebutkan dalam pasal tersebut bahwa dalam hal keadaan daerah tidak memungkinkan suatu pengadilan negeri untuk mengadili suatu perkara, maka atas usul Ketua Pengadilan Negeri atau Kepala Kejaksaan Negeri yang bersangkutan, Mahakamh Agung dapat menetapkan atau menunjuk Pengadilan Negeri lain daripada yang tersebut pada Pasal 84 untuk mengadili perkara yang dimaksud,” ujarnya.
Pemindahan lokasi sidang harus didukung menurut Hendardi bukan hanya untuk menjaga kondisi keamanan, tetapi yang utama adalah untuk menjaga independensi hakim.
“Indikasi trial by mob sudah terjadi sejak pertama kali pelaporan atas Ahok ke Bareskrim Polri. Meski tidak ada jaminan independensi, pemindahan ini akan meminimalisir risiko,” ujarnya.
Pemindahan lokasi sidang juga memiliki preseden dalam kasus-kasus tertentu sebelumnya. Ada kasus Soemarno Hadi Saputra, Walikota Semarang dari Pengadilan Negeri Semarang dipindahkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, pada Mei 2012. Kasus D.L. Sitorus dari Pengadikan Negeri Padang Sidempuan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 2006.
“Juga kasus terorisme Abu Dujana dkk, yang juga dipindah dari PN Poso ke PN Jakarta Pusat,” ujarnya.
Hendardi juga mengingatkan bahwa menyimak tekanan massa yang begitu massif pada proses sebelumnya, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) perlu mengambil peran memastikan para saksi bisa diproteksi dan nyaman tanpa tekanan dalam memberikan kesaksian. (Web Warouw)