JAKARTA- Penggunaan e-hajj diharapkan bisa mengatur agar,orang tidak naik haji berkali-kali sehingga tidak ada lagi orang yang antri giliran naik haji sampai bertahun-tahun. Namun karena sistem e-hajj belum siap maka masih sering terjadi orang naik haji berkali-kali. Demikian Ketua Umum Majelis Rabitha Haji Indonesia, Ade Marfudin dalam Dialog Senator Kita di Jakarta, Minggu (30/8). Ia mengatakan dengan e-hajj maka tidak bisa berhaji berkali-kali.
“Di formulir isian calon jamaah itu sebenarnya ada isian sudah berhaji atau belum. Nah ini banyak yang berbohong dengan mengisi formulir dengan keterangan belum berhaji, padahal sudah berhaji berkali-kali. Verifikasi selanjutnya itu sebenarnya ada di passport karena sudah ada stempel visanya yang bisa menjadi track record hajinya,” jelasnya.
Menurutnya bukan cuma tugas pemerintah saja untuk mengecek tapi juga harus kordinasi dengan pihak imigrasi agar orang tidak berhaji berkali-kali, padahal antrian yang belum pernah berhaji masih banyak. Ade juga membahas tentang transportasi penerbangan untuk ibadah haji.
“Transportasi kita memerlukan dua maskapai, kita dealnya kan hanya dengan 2 penerbangan saja yaitu garuda dan saudia. Nah ini harusnya bisa diperbaiki agar kontrak penerbangan ini bisa lebih diperluas untuk meminimalisir panjangnya antrian haji,” pungkas Ade.
Validitas KTP
Anggota Komite III Ahmad Jajuli menyampaikan bahwa mekanisme ibadah haji harus terorganisir dan memudahkan jamaah haji. Salah satu permasalahan haji adalah saat ini banyak jamaah yang siap berangkat namun belum punya visa haji dari kedutaan besar saudi arabia.
Saat ini sudah ada aplikasi pelayanan e-haji atau e-hajj, jadi diprioritaskan untuk naik haji adalah bagi mereka yang belum naik haji. Jadi secara online data seseorang sudah naik haji atau belum bisa di cek dengan aplikasi e-hajj.
“Namun untuk ini Kementerian Agama harus siap begitu pula dengan pemerintah melalui validitas e-KTP. Karena hal ini berkaitan dengan penerapan aplikasi e-hajj” tandasnya dalam forum yang sama.
Pemerintah saat ini mengedepankan IT yang menurut Jajuli saat ini pemesanan hotel untuk jamaah seharusnya sudah bisa dilakukan secara online.
“Seharusnya yang diprioritaskan adalah proses visanya dahulu baru memasukkan muatan antrian per kloter penerbangan, kalau sekarang kan terbalik jadi dimasukkan dulu muatan antrian, maka mereka yang sudah siap berangkat bisa saja terpisah kloter dengan keluarganya akibat belum adanya kepastian visa,” ujarnya.
Hal lain yang dibahasnya adalah tentang buku panduan haji. Pelaksanaan haji selalu 14 hari lebih awal setiap tahunnya. Jika jamaah yang akan berangkat belum mendapat buku panduan dan untuk pencetakan menggunakan sistem anggaran yang prosesnya 1 bulan, maka hal ini akan menghambat kenyamanan jamaah.
“Seperti di Maluku Utara itu jamaah haji baru mendapatkan buku panduan diberikan menjelang keberangkatan makanya ini oknum petugasnya harus di berikan semacam sanksi yang jelas dan tegas agar hal ini tidak terjadi lagi,” ujarnya. (Enrico N. Abdielli)