JAKARTA- Ketua Umum Front Nasional Perjuangan Buruh Indonesia (FNPBI), Lukman Hakim mengatakan bahwa sistem bagi hasil sebenarnya adalah roh dari sistim perekonomian Indonesia yang berasaskan gotong royong.
“Praktik semacam ini telah berlangsung dalam masyarakat sejak dulu. Bahkan ide koperasi itu juga berdasarkan pada bagi hasil, dimana hasil usaha yang dijalankan semua dibagi secara adil untuk anggota,” jelasnya kepada Bergelora.com di Jakarta, Jumat (15/8) menanggapi.
Sistem bagi hasil menenurutnya merupakan pelaksanaan sistem ekonomi yang diperintahkan dalam UUD 45. Badan usaha yang dijalankan dengan sistem bagi hasil akan mendorong produktifitas nasional secara cepat dengan peningkatan pendapatan yang signifikan.
“Karena antara pemilik modal dan pekerja mempunyai tanggungjawab dan kesadaran bersama untuk memajukan usahanya,” ujarnya.
Sistem ini menurutnya akan menempatkan pihak pemilik modal dan para pekerjanya sejajar secara adil. Sedangkan posisi manajemen menjadi pihak yang diperintah dan digaji secara profesional atas dasar kesepakatan pemilik modal dan pekerja.
“Sistem bagi hasil ini menurutnya lebih manusiawi manusiawi dan adil dan bisa menjadi solusi bagi kisruh pengupahan yang liberalistik,” tegasnya.
Ia menjelaskan selama puluhan tahun Indonesia menjalankan sistem pengupahan yang mengandung konflik yang berujung kebangkrutan industri nasioanal dan rendahnya kesejahteraan buruh dan rakyat. Karena selama ini sistem pengupahan Indonesia berkaca dari sistim yang liberalistik.
“Padahal kita punya sistim ekonomi sendiri yang namanya gotong royong yang menjdi dasar sistim bagi hasil yang bisa menjawab semua persoalan yang ada antara buruh dan majikan. Tapi kita tidak berani menjalankannya dan menjiplak sistim barat yang justru menyengsarakan dan membangkrutkan industri nasional,”jelasnya.
Pemerintah Kawal
Untuk itu, menurut Lukman Hakim, dibutuhkan peran pemerintah yang kuat untuk mengawal sistem ini agar dapat berjalan bermanfaat bagi kepentingan nasional. Namun tentu saja perlu kesadaran dan kesepakatan bersama dulu antara pihak industri dan para pekerja.
“Semua harus di lakukan oleh lintas sektor pemerintahan, bukan hanya oleh kementerian tenaga kerja saja, dalam hal ini koordinasi atau kerjasama antara Kemenakertrans, Kementerian Pertambangan dan Energi, Kementerian Perindustrian, LIPI, Kementerian Koperasi dan UKM dan lainnya yang lainnya,” ujarnya.
Sebelumnya Staff Khusus Menteri Tenaga Kerja (Menakertrans), Dita Indah Sari, Senin (11/8) menggagas sistim bagi hasil antara pemilik modal dan pekerja untuk meningkatkan keuntungan buruh dan pengusaha serta membangun industri nasional.
Sistim ini sudah dijalankan pada beberapa industri di Jawa Barat dan menjadi perhatian dari pengamat sosial, Martinus Ursia dari Bandung.
“Bagi pengusaha keuntungan meningkat karena buruh berkinerja maksimal, rajin tak ada protes,” ujarnya.
Menurutnya, kualitas produksi juga akan membaik secara lebih cepat dan pasti sehingga permintaan pasar akan meningkat.
“Bukan hanya pengusaha, tetapi buruh juga akan meningkatkan tanggung jawab dan kontrol produk secara otomatis. Karena itu menyangkut nilai tambah yang akan didapatnya. Kalau kerja asal-asal maka kerugian juga akan dipikul oleh buruh.
Pengusaha juga Martinus Ursia akan mendapat kuantitas produksi maksimal, karena buruh menambah jam kerja demi income yang lebih tinggi.
“Pengusaha juga mendapat solidaritas dan proteksi sukarela dari buruh karena perusahan dan produksi adalah bagian hidup kaum buruh. Sehingga pengusaha mendapat keuntungan berlipat karena meningkatnya kapasitas produksi,” ujarnya.
Bagi buruh sendiri menurut Martinus Ursia, penghasilan akan berlipat. Selain gaji pokok buruh mendapatkan bagi hasil per item produksi sesuai kesepakatan.
“Kenaikan upah lebih tinggi akan disepakati bersama karena faktor kenaikan hasil produksi. Bukan tergantung regulasi pemerintah,” ujarnya.
Ia menjelaskan kelebihan jam kerja buruh adalah keuntungan bukan kerugian karena makin lama jam kerja menghasilkan produk, makin tinggi pendapatan buruh.
“Sehingga buruh dimanusiakan, bukan saja sebagai alat produksi, tapi sbg “pemilik” perusahaan,” ujarnya Senin (14/8). (Web Warouw)