Selasa, 24 Juni 2025

FSP BUMN Bersatu Minta Jokowi Segera Pecat Dirut Pelindo II

JAKARTA- Federasi Serikat Pekerja (FSP) BUMN Bersatu mengusulkan agar Presiden Joko Widodo segera memecat Dirut Pelindo II yang terkesan membiarkan terjadinya proses dwelling time yang lama dan tidak efektif hingga sering mengakibatkan kongesti (penumpukan) di Pelabuhan Tanjung Priuk.

“Kami juga mendukung penuh Polri untuk membongkar dan memberantas mafia pelabuhan yang menyebabkan meningkatnya dwelling time di Pelabuhan Tanjung Priok,” demikian Ketua Umum FSP BUMN, FX Arief Poyuono kepada Bergelora.com di Jakarta, Senin (10/8).

Menurutnya, tingginya dwelling time juga menunjukan bahwa manajemen Pelindo II sangat semerawut dan terkesan hanya mencari untung saja tanpa mau melakukan laporan ke presiden secara jujur. Walaupun dalam proses dwelling time seperti pre-clearance custom adalah bukan bagian kerja dari Pelindo selaku pengelola pelabuhan.

“Tetapi dengan terbukanya aib yang membuat Presiden Joko Widodo marah dan kecewa  ketika berkunjung ke pelabuhan tanjung priok ternyata proses yang memacetkan atau menjadikan hambatan tumbuhnya ekonomi adalah dwelling time yang mecapai 7,83 hari dan itu tidak pernah dilaporkan oleh dirut Pelindo 2 kepada kementerian terkait,” ujarnya

Ia menjelaskan dwelling time itu istilah dunia pelayaran dan pelabuhan adalah waktu yang digunakan untuk melakukan unloading cargo,  barang yang disimpan dipetikemas atau container dari kapal pengangkut cargo (cargo vessel) hingga dikeluarkan dari pelabuhan menuju tempat tujuan pemilik barang.

Proses keluarnya cargo atau container dari Pelabuhan  sebenarnya melewati beberapa clearance document , untuk bisa sampai ke pemilik barang atau cargo yang disebut CQ( Custom atau Kepabeam  and Quarantine atau Karantina) 

Jika crew kapal cargo atau pesawat udara keluar dari pelabuhan atau bandara maka bertambah menjadi CIQ (Custom Immigration Quarantine) untuk clearance pada crew-nya.

Karena selama proses dwelling time itu umumnya  berhubungan dengan CQ maka departemen yang berhubungan adalah Departemen Keuangan dalam Hal ini Bea Cukai karena menyangkut penerimaan negara dari tarif import jenis barang, hewan, tumbuhan, makanan, minuman dan obat-obatan  yang di import.

Quarantine (Karantina) yang berhubungan adalah Departemen Pertanian, Departemen Lingkungan Hidup, Departemen Kesehatan, (Badan pengawasan Obat dan Makanan (BPOM ) adalah  jika muatan cargo nya berupa tumbuh tumbuhan, hewan hidup atau daging hewan, makanan, minuman, obat-obatan yang berrhubungan dengan proteksi terhadap serangan penyakit, epidemik menular terhadap manusia, hewan, tumbuhan dan lingkungan hidup  yang ada di negara tujuan cargo tersebut.

Pungutan Liar

Menurut Arief Poyuono, dalam perkembangan ekonomi global dan kepentingan untuk melindungi kepentingan ekonomi maka bertambahlah clearance pada dokumen dan cargo dalam proses dwelling time yaitu mengenal jenis barang yang di import Harus mendapatkan ijin import  dari Departemen Perdagangan Dan Industri

“Biasanya banyak oknum oknum Bea Cukai, Balai Quarantine, Lingkungan Hidup, Depkes, BPOM, Depertemen Perdagangan dan Industri yang banyak meminta pungutan liar (pungli) untuk memasukan barang barang  impor,” ujarnya.

Sebenarnya pratek penyelundupan (smuggling) melalui pelabuhan international menurutnya terjadi setiap hari  dengan cara para importir nakal tersebut menyuap oknum-oknum Bea Cukai, Balai Quarantine, Lingkungan Hidup, Depkes, BPOM, Depertemen Perdagangan dan Industri serta oknum kepolisian.

Menurutnya teori kebalikan terjadi sebenarnya dalam keterlambatan dan kecepatan dalam proses dwelling time di pelabuhan sebab jika ada gratifikasi atau pungli atau uang pelicin  harusnya  proses dwelling time lebih cepat.

Ia menjelaskan bahwa proses dwelling time di Tanjung Priok yang tadinya pada Tahun 2010 hanya 5 hari bertambah hingga mencapai 7,83 hari artinya bisa dianggap seluruh departgemen terkait melakukan clearance sesuai prosedur misalnya dengan melakukan pengecekan dokumen impor terhadap barang di dalam kontainer atau yang di impor dilakukan tidak dengan cara random  tapi dicek satu persatu apakah sesuai atau tidak antara barang dan dokumen impornya.

Adapun modus pungli  suap pada proses dwelling time  menurutnya adalah dengan mempersulit barang keluar dari pelabuhan walaupun semua dokumen impor sudah lengkap dan sudah sesuai dengan tarif yang dikenakan terhadap barang yang diperbolehkan di import.

“Biasanya pemilik barang karena tidak ingin barangnya rusak atau hilang atau ingin terlambat digunakannya maka importir atau pemilik barang membayar pungli,” jelasnya.

Modus kedua menurutnya adalah melakukan penyuapan terhadap departemen terkait  saat dwelling time dalam  proses clearance.  Ditambah oknum Polisi oleh para Importir yang melakukan penyelundupan barang melalui Pelabuhan Tanjung Priuk.

“Modus korupsi saat dwelling time adalah penerapan bea atau tarif tidak sesuai dengan tarif yang berlaku terhadap barang yang di impor baik dari jumlah barangnya ataupun Jenis barangnya,” jelasnya.

Ia memastikan, penyuapan juga terjadi di semua departemen yang terkait dengan proses impor dengan mengeluarkan iIjin impor yang tidak sesuai dengan barang yang diijinkan di impor. (Enrico N. Abdielli)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru