JAKARTA- Kenaikan harga BBM dengan besaran berapapun yang akan dilakukan oleh pemerintahan Jokowi adalah awal kehancuran ekonomi Indonesia serta makin menuju negara budak. Hal ini ditegaskan oleh Ketua DPP Gerindra, Arief Poyuono kepada Bergelora.com di Jakarta, Jumat (19/9).
Menurutnya para pengusaha yang setuju akan kenaikan harga BBM dapat dipastikan adalah pengusaha yang tidak punya rasa nasionalisme dan pengusaha yang selalu menindas kaum buruh.
“Jika harga BBM dinaikan hingga Rp 3.000 per liter maka penghasilan rakyat Indonesia khususnya masyarakat menengah ke bawah akan tergerus hingga 30 % serta makin menciptakan kemiskinan yang kronis,” ujar Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu ini.
Ia menjelaskan, kenaikan harga BBM hingga Rp 3.000 per liter juga akan makin mematikan sektor usaha kerakyatan. Menurunnya omset penjualan sektor kerakyatan karena ketidak mampuan bersaing dengan produk produk impor akibat ongkos produksi yang mahal akibat kenaikan harga BBM.
“Akibat kenaikan BBM hingga Rp 3.000 per liter akan menyebabkan rakyat menjadi budak di negerinya sendiri karena pengusaha akan tetap membayar gaji buruh pada harga BBM sebelum kenaikan.
Menurutnya, sangat tidak mungkin dengan harga BBM tanpa subsidi investor akan masuk ke Indonesia.
“Itu cuma omong kosong. Sejarah disubsidinya BBM adalah ditujukan membangun industri nasional. Karena harga mesin-mesin yang digunakan untuk industri sangat mahal dan akan menghasilkan produk yang mahal oleh karena itu agar harga produk yang dihasilkan industri nasional menjadi terjangkau oleh masyarakat maka disubsidilah BBM,” ujarnya.
Akibat dampak dikurangi Subsidi BBM dalam lima belas tahun terakhir ini menurutnya industri tekstil Indonesia hanya 20 persen yang diproduksi didalam negeri sisanya hasil import
“Kenaikan harga BBM hingga Rp 3.000 per liter akan dapat dianggap sudah mencederai konstitusi yaitu kepala pemerintahan dilarang menyebabkan kemiskinan bagi masyarakat dan negara serta menguntungkan orang lain dan negara asing,” tegasnya.
Sementara itu Wakil Ketua Komisi XI, Harry Azar Azis kepada Bergelora.com menyampaikan, rencana Jokowi untuk mengalihkan dana subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) tidak mungkin diperoleh dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara-Perubahan (APBN-P) 2014, tetapi dari APBN-P 2015.
“Karena program itu harus dicek kembali apakah masuk di APBN 2015 yang disahkan oleh pemerintah SBY dan DPR periode sekarang. Kalau tidak ada maka harus diajukan oleh pemerintah Jokowi melalu perubahan APBN 2015. Namun secara prinsip saya setuju dengan ide yang disampaikan pak Jokowi itu,” ujarnya.
Realokasi Anggaran
Sebelumnya Jokowi menegaskan pemerintahannya mendatang pasti akan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. Kenaikan harga diperlukan untuk memperlebar ruang fiskal dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Hal ini disampaikan Jokowi dalam acara bersama Apindo di Jakarta, Kamis (18/9). Namun, Jokowi meminta istilah kenaikan ini diubah menjadi realokasi anggaran subsidi agar masyarakat tidak panik.
“Jadi bukannya menaikkan. Meskipun nanti harganya juga naik. Biar orang tidak takut,” ujarnya.
Jokowi berjanji untuk menggunakan dana subsidi ini untuk sektor pembangunan produktif. Dia mencontohkan seperti pembangunan infrastruktur irigasi, pertanian, benih, pupuk, mesin kapal nelayan, dan lain sebagainya.
“Mengalihkan subsidi BBM kepada sektor produktif. Usaha produktif kepada infrastruktur,” katanya.
Kenaikan harga ini, menurutnya, sangat efektif. Perhitungan pihaknya saat harga BBM naik Rp 3.000 per liter maka negara memiliki tambahan dana sekitar Rp 150 triliun. Dana ini akan bertambah besar jika ditambah sejumlah efisiensi anggaran yang dicanangkan Jokowi. (Dian Dharma Tungga)