Ditengah Penjajahan Kolonialisme Belanda pada 6 Juni 1900, seorang perempuan, Ida Ayu Nyoman Rai, yang sehari-hari dipanggil Nyoman, melahirkan seorang putra bernama Soekarno. Pada 1 Juni 1945, dihadapan Badan Penyelidik Usaha Persiapan kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) Soekarno, pertama kali berpidato tentang Pancasila yang selanjutnya menjadi dasar Ideologi Negara Republik Indonesia. Sehingga Setiap 1 Juni dikenal sebagai Hari Kelahiran Pancasila. Ia menjadi menjadi Proklamator dan Presiden Pertama Republik Indonesia yang berdiri pada 17 Agustus 1945. Pada 22 Juni 1966 Soekarno dipaksa meletakkan jabatan lewat penolakan oleh MPRS atas Pidato Pertanggung Jawaban Presiden Soekarno,–setelah sebuah kudeta militer yang didukung Amerika Serikat pada 30 September 1965. Presiden Soekarno meninggal dunia di RSPAD (Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat) Gatot Subroto, Jakarta pada 21 Juni 1970. Sebagai penghormatan terhadap Bulan Bung Karno, selama sebulan Bergelora.com akan menurunkan berbagai tulisan tentang Bung Karno.
Oleh : Vivin Sri Wahyuni
Perhatian publik saat ini tengah disibukkan dengan pemberitaan di media massa—cetak maupun elektronik—terkait kesalahan Presiden Joko Widodo dalam menyebutkan tempat kelahiran Bung Karno. Di dalam pidatonya pada saat perayaan hari kelahiran pancasila 1 Juni 2015 di Blitar, Jokowi menyebutkan bahwa Pendiri Bangsa yang pertama kali merumuskan gagasan pancasila tersebut dilahirkan dan dimakamkan di Blitar.
Sejatinya, Soekarno dilahirkan di Surabaya pada 6 Juni 1901 dari pasangan Raden Soekemi Sosrodiharjo dan Ida Ayu Nyoman Rai. Mata pencaharian Raden Soekemi—ayah Bung Karno—saat itu adalah sebagai guru. Pertemuan antara Raden Soekemi sendiri dengan Ida Ayu Nyoman Rai berawal saat Raden Soekemi mnengajar di sekolah dasar pribumi Singaraja, Bali. Pada masa kecil, Bung Karno hanya tinggal sebentar dengan orang tuanya, karena selanjutnya Bung Karno tinggal bersama kakeknya, Raden Harjokromo di Tulungagung, Jawa Timur. Soekarno pertama kali menempuh pendidikan di Tulungagung hingga selanutnya beliau tinggal kembali dengan orangtuanya di Mojokerto.
Pada saat tinggal di Mojokerto, Soekarno kecil dimasukkan ke sekolah Eerste Inlandse School. Pada tahun 1911, Soekarno dipindahkan lagi ke Europeesche Lagere School (ELS) agar mudah diterima di Hoogere Burger School (HBS) di Surabaya, Jawa Timur. Tahun 1915, Soekarno lulus dari ELS dan kemudian melanjutkan sekolahnya di HBS. Dari situlah Soekarno banyak bertemu dengan tokoh-tokoh Sarekat Islam (SI) yang kala itu dipimpin oleh Haji Oemar Said Tjokroaminoto yang kemudian menjadi mertuanya. Di rumah HOS Tjokroaminoto tempat Soekarno tinggal saat menempuh studi di HBS. Di rumah tersebut Bung Karno bertemu dengan kawan-kawannya yang kelak kemudian hari juga menjadi tokoh-tokoh berpengaruh di Indonesia seperti; Semaun, Musso, Darsono, Karto Suwiryo, Alimin, dan lain-lain.
Di rumah Tjokroaminoto pula lah rasa nasionalisme Bung Karno tumbuh subur dan bergelora. Selanjutnya, Soekarno mulai aktif dalam kegiatan organisasi pemuda Trikoro Darmo—yang selanjutnya menjadi Jong Java tahun 1918—yang dibentuk sebagai organisasi dari Boedi Oetomo. Selanjutnya, setelah lulus dari HBS pada tahun 1920, Bung Karno melanjutkan study nya ke Technische Hoge School—saat ini berubah nama menjadi Institut Teknologi Bandung—mengambil jurusan teknik sipil. Tahun 1926, Bung Karno mendirikan sebuah organisasi yang bernama Algemene Studie Club di Bandung yang selanjutnya menjadi cikal bakal berdirinya Partai Nasional Indonesia pada tahun 1927.
Selanjutnya, perjalanan hidup Bung Karno tidak pernah lepas dari perjuangan untuk mencapai kemerdekaan bangsa Indonesia yang telah berabad-abad menjadi bangsa koloni. 17 Agustus 1945, merupakan momen bersejarah bagi bangsa Indonesia, khususnya juga bagi Bung Karno yang merupakan pembaca proklamasi kemerdekaan tersebut. “Proklamasi kemerdekaan adalah harapan baru bagi bangsa Indonesia yang lama berada dalam gersangnya keterjajahan. Proklamasi kemerdekaan jalan menuju cita-cita sesungguhnya, yaitu masyarakat adil dan makmur,” kata Bung Karno.
Impian Kebahagiaan
Masyarakat adil dan makmur merupakan impian kebahagiaan yang telah lama berkobar dalam keyakinan bangsa Indonesia. Sebagaimana disampaikan dalam pidatonya 1 Juni 1945—saat ini dikenal sebagai hari kelahiran pancasila—dihadapan anggota sidang BPUPKI Bung Karno menyampaikan bahwa dasar Indonesia merdeka adalah untuk menggapai cita-cita mulia bangsa Indonesia, masyarakat adil dan makmur yang selanjutnya, dalam pidato tersewbut Bung Karno mengenalkan/merumuskan pancasila sebagai landasan ideologi. Selanjutnya, pasca kemerdekaan, pancasila yang merupakan falsafah dasar bangsa Indonesia kemudian diterjemahkan menjadi konstitusi negara, UUD 1945. Selanjutnya, pancasila dan UUD 1945 menjadi landasan filosofi dan landasan konstitusional bangsa Indonesia yang dapat menjadi dasar dan jalan untuk mencapai cita-cita bangsa Indonesia, yakni masyarakat yang adil dan makmur, tanpa penindasan manusia atas manusia dan bangsa atas bangsa, berikut kata Bung Karno.
Selain itu, Bung Karno juga mengenalkan konsep Trisakti agar kemudian menjadi senjata dalam melawan kolonialisme/imperialisme. Cita-cita besar masyarakat yang berkehidupan adil dan makmur tidak mungkin dapat tercapai tanpa bangsa yang berdaulat, bangsa yang mandiri, dan bangsa yang mempunyai kepribadian, tutur Bung Karno.
Namun seiring berjalannya waktu, setelah Bung Karno lengser dari kekuasaan yang kemudian digantikan oleh Soeharto hingga kini, gagasan-gagasan besar Bung Karno banyak dilupakan dan cenderung hanya menjadi hiasan-hiasan tanpa makna, pancasila disakralkan, Bung Karno dan gagasannya dikultuskan, dan bahkan hanya dijadikan sebagai jargon-jargon dalam kampanye.
Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla pada saat kampanye juga membawa semangat Bung Karno dalam mengatasi persoalan pokok bangsa saat ini. Jokowi-JK menyampaikan bahwa hanya dengan kembali kepada ideologi bangsa yang berdasarkan pancasila dan Trisakti persoalan bangsa ini dapat diselesaikan.
Pada saat kampanye juga Jokowi-JK merumuskan persoalan dasar bangsa saat ini adalah: (1) merosotnya kewibaan negara, (2) melemahnya sendi-sendi perekonomian nasional, dan (3) krisis kepribadian bangsa.
Tugas mendesak saat ini, bangkit, bersatu, dan memperluas penyadaran bahwa hanya dengan menegakkan kembali pancasila dan UUD 1945, dengan jalan Trisakti segala pokok persoalan bangsa dapat terselesaikan. Cita-cita masyarakat adil dan makmur tidak akan mungkin dapat tercapai tanpa bangsa yang berdaulat, bangsa yang mandiri, dan bangsa yang berkepribadian. Dan semua itu tidak akan mungkin dapat diwujudkan tanpa bersatunya seluruh elemen bangsa. Persatuan atas seluruh elemen bangsa menjadi hal yang mutlak dibutuhkan saat ini. Cita-cita masyarakat adil dan makmur tidak dapat hanya diperjuangkan oleh segelintir orang.
Oleh karena itu, di hari kelahiran bung karno mari kita mengambil semangat nasionalisme dan menjalankan gagasan oleh pendiri bangsa, yaitu Pancasila dan Trisakti. Karena mimpi Bung Karno adalah mimpi kita semua, masyarakat tanpa penghisapan dan tanpa penindasan,–masyarakat adil makmur!
*Penulis adalah Ketua Umum Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND)