JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyiapkan pondasi Indonesia untuk bersaing. Di mana ke depan era persaingan bukan lagi negara besar mengalahkan yang kecil, tapi negara cepat mengalahkan negara lambat.
“Pondasi dalam bersaing kita tata dan kita bangun. Karena ke depan bukan negara besar mengalahkan negara kecil, bukan negara kaya mengalahkan negara miskin. Pertarungannya adalah negara cepat akan mengalahkan negara yang lambat,” tuturnya, dalam acara Silaturahmi Nasional PPAD 2022, Jakarta, Jumat (5/8/2022).
Adapun pondasi yang disiapkan Jokowi ada pembangunan infrastruktur yang masif. Di mana proyek-proyek tersebut akan terasa manfaatnya 5 sampai 10 tahun ke depan.
“Tidak bisa instan dirasakan. Tapi begitu berkompetisi dengan negara lain, kalau stok infrastruktur kita baik akan kelihatan kita bisa bersaing atau tidak,” tegasnya.
2023 Tahun Gelap Semua Negara
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, Presiden Jokowi meminta masyarakat berhati-hati mulai saat ini. Dia menyatakan tahun 2023 diprediksi akan menjadi tahun gelap akibat krisis ekonomi, pangan, hingga energi akibat pandemi Covid-19 dan perang antara Rusia-Ukraina.
Jokowi mengaku mendapatkan prediksi itu setelah mengobrol dengan Sekretaris Jenderal Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), International Monetary Fund (IMF), hingga Kepala negara G7.
“Beliau-beliau menyampaikan ‘Presiden Jokowi, tahun ini kita akan sangat sulit’, terus kemudian seperti apa? ‘Tahun depan akan gelap. Ini bukan indonesia, ini dunia, hati-hati'” ujar Jokowi
Jokowi menyatakan mendapatkan kabar dari Bank Dunia akan ada 66 negara yang ambruk akibat kondisi ekonomi yang buruk. Angka itu, kata Jokowi, awalnya hanya 9 negara, kemudian bertambah 25 negara, 42 negara, hingga menjadi 66 negara.
“Mereka detail mengkalkulasi, apa yang dikhawatirkan betul-betul kita lihat dan sekarang ini 320 juta orang di dunia sudah berada pada posisi menderita kelapran akut. Ini saya sampaikan apa adanya,” kata Jokowi.
Lebih lanjut, Jokowi menyebut pertumbuhan ekonomi di beberapa negara besar seperti Singapura, Eropa, Australia, hingga Amerika anjlok. Namun, turunannya pendapatan masyarakat itu justru diimbangi dengan kenaikan harga barang dan inflasi.
Jokowi bahkan menyebut kondisi ekonomi dunia saat ini sudah pada tahap mengerikan.
“Amerika yang biasa kenaikan barang atau inflasi 1 persen, hari ini di posisi 9,1 persen, bensin naik dua kali lipat, Eropa juga sama,” kata Jokowi.
Untuk di Indonesia, Jokowi menyebut pemerintah berusaha mengendalikan harga BBM agar inflasi tidak terjadi. Namun, konsekuensi dari tindakan tersebut membuat subsidi yang dikucurkan pemerintah menjadi membengkak.
“Anggaran subsidi yang tidak kecil, Rp502 triliun yang tidak ada negara berani memberikan subsidi sebesar yang dilakukan Indonesia,” kata Jokowi.
Masalah krisis pangan dan energi tersebut terus dilontarkan Jokowi dalam berbagai forum. Sebelumnya, hal serupa juga diungkap pada pertemuan dengan sejumlah relawan yang pernah mendukungnya pada Pilpres 2019 dan 2024.
Soal krisis pangan, Presiden Jokowi juga sempat meminta para menterinya untuk terus menggenjot produksi bahan pangan alternatif, salah satunya adalah sorgum. Menteri Perekonomian Airlangga Hartarto sempat menyatakan Jokowi meminta dibuatkan roadmap untuk peningkatan produksi sorgum. (Enrico N. Abdielli)