Sabtu, 12 Oktober 2024

JADI INGAT ORDE BARU NIH..! Pergerakan Advokat Indonesia Kutuk Tindakan Represi Aparat di Rempang Batam

JAKARTA- Pergerakan Advokat Indonesia atau PAI mengutuk tindakan represif aparat kemanan dalam menangani aksi massa di pulau Rempang, Batam, provinsi Kepulauan Riau (Kepri) ada Kamis 7 September lalu.

“Peristiwa ini menambah panjang daftar tindakan represif aparat kepolisian terhadap warga. Ini harus dihentikan,” kata Ketua umum PAI Heroe Waskito, Minggu 10 September 2023.

Diketahui, bentrokan tersebut terjadi saat warga menolak pengembangan kawasan ekonomi Rempang Eco City, di pulau Rempang, Batam. Saat itu, tim gabungan yang hendak mengukur lahan dan memasang patok mendapat perlawanan dari warga.

Sebanyak 16 kampung adat di pulau Rempang dan Pulau Galang, Kepulauan Riau terancam tergusur oleh pembangunan proyek strategis nasional bernama Rempang Eco City. Rencananya kawasan ini akan dikembangkan menjadi kawasan industri, pariwisata, perdagangan, dan jasa.

Menurut Heroe, kejadian represi aparat seperti itu mengingatkan kita semua, pada situasi era rezim Orde Baru. Dimana aparat bertindak represif terhadap masyarakat yang menolak atau menyampaikan protes terhadap suatu proyek pembangunan.

Sekjen PAI Eko Prastowo mejelaskan, bila kepolisian terus melakukan hal seperti kepada masyarakat maka tidak jauh berbeda dengan zaman Soeharto. Tentu ini tidak baik bagi kepolisian. Termasuk akan berdampak buruk bagi pemerintahan Presiden Jokowi.

Menurutnya, Kapolri perlu segera mengevaluasi jajarannya yang terkait dengan peristiwa tersebut, dari mulai aparat di lapangan sampai Kapolda. Termasuk Komnas HAM perlu segera melakukan investigasi terhadap kemungkinan terjadinya pelanggaran HAM dalam peristiwa tersebut.

“Polri sudah mempunyai berbagai peraturan yang mengatur prinsip dan standar HAM dalam penyelenggaraan tugas kepolisian. Kapolri perlu mengevaluasi apakah jajarannya benar-benar telah memahami peraturan tersebut,” tambah Eko.

Anak Sekolah Korban Gas Airmata

Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, Anak-anak sekolah dan juga mereka yang dewasa terpaksa berhamburan lari dari kelas ketika udara Pulau Rempang berjejal gas air mata. Pada 7 September yang mencekam, aparat keamanan gabungan TNI-Polri-Satpol PP merangsek masuk Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau.

Mereka dikerahkan demi satu tujuan: mengawal tim yang akan mengukur dan mematok batas demi Rempang Eco City, sebuah proyek strategis nasional yang diserahkan kelolanya kepada PT Makmur Elok Graha (MEG) oleh Badan Pengusahaan (BP) Batam.

Amnesty International Indonesia bersama LBH Pekanbaru, YLBHI dan WALHI mencatat kurang lebih 1.000 personel gabungan diturunkan untuk mengawal pemasangan patok dan pengukuran untuk rencana kawasan “Rempang Eco City” seluas 17.000 hektar untuk dijadikan kawasan industri, perdagangan jasa, dan pariwisata. Proyek itu masuk dalam program strategis nasional tahun ini, sesuai Permenko Bidang Perekonomian RI Nomor 7 Tahun 2023.

Akan tetapi, masyarakat yang menempati 16 perkampungan di sana berupaya menghalau pematokan karena menolak relokasi.

Masyarakat adat yang menolak kehadiran aparat gabungan itu melakukan pemblokiran dengan menebang pohon hingga meletakkan blok kontainer di tengah jalan. Aparat kepolisian, TNI, Satuan Polisi Pamong Praja hingga pengamanan BP Batam pun mencoba membersihkan pepohonan yang ditebang di jalan. Aparat pun merangsek masuk wilayah Rempang. Bentrokan pecah. Aparat berupaya membubarkan blokade warga di Jalan Trans Barelang. Lokasi ini dekat dengan Jembatan Barelang yang menghubungkan Pulau Rempang dan Pulau Setokok di selatan Pulau Batam.

Aparat kepolisian melepas gas air mata, termasuk juga meriam air. Video tindakan represif ini viral. Bahkan, suara pekik tembak juga terdengar dalam rekaman video bentrokan. Salah satu yang terluka adalah Ridwan. Ia terekam dengan wajah penuh darah dibantu sejumlah warga yang meghindar dari gas air mata.

“Saya dilarikan ke Puskesmas Marinir untuk mendapatkan pertolongan,” kata Ridwan kepada Koran Tempo.

Bukan hanya mereka yang menghalau aparat masuk, tetapi siswa juga terkena paparan gas air mata dan luka-luka. Padahal, para guru di SD sekitar sudah meminta agar gas air mata tidak ditembakan ke arah sekolah.

Dalam sebuah video terlihat salah satu sekolah di Rempang dipenuhi asap. Beberapa guru juga tampak berlarian membawa beberapa murid untuk pergi melalui pintu belakang sekolah.

Kepala Kepolisian Daerah Kepulauan Riau (Kepri) Irjen Tabana Bangun mengatakan, tindakan aparat kepolisian selama ini sudah sangat humanis. Pasalnya, kata dia, sebelumnya sudah dilakukan sosialiasi kepada warga.

“Sehingga malam ini masyarakat sudah memahami (tujuan aparat gabungan), sehingga kegiatan sudah selesai,” kata Tabana, 7 September kemarin.

Polri Membantah

Mabes Polri pun membantah ada korban luka dalam bentrokan aparat TNI-Polri-Satpol PP dan warga warga di Pulau Rempang, Batam, Provinsi Kepulauan Riau, pada 7 September 2023.

“Tidak ada (korban luka). Saya ulangi tidak ada korban baik di masyarakat maupun di anggota,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Ahmad Ramadhan di gedung Bareskrim, Jumat, 8 September 2023.

Ramadhan mengatakan situasi di Rempang sudah kondusif sejak kemarin. Ia membantah kabar beberapa siswa pingsan dan bayi meninggal. Ia menegaskan tidak ada korban dalam peristiwa kemarin dan mengklaim tembakan gas air mata hanya mengakibatkan gangguan untuk sementara.

“Itu adalah tidak benar. Jadi tidak ada korban. Saya ulangi tidak ada korban dalam peristiwa kemarin,” kata Ramadhan.

Polri juga berdalih gas air mata yang dilepaskan aparat kepolisian saat bentrokan tertiup angin sehingga mengarah ke sekolah. “Yang ada karena tindakan pengamanan oleh aparat kepolisian dengan menyemprotkan gas air mata ketiup angin, sehingga terjadi gangguan pengelihatan untuk sementara,” kata Ramadhan.

Kepolisian juga menangkap 8 orang terkait bentrokan tersebut. Ahmad Ramadhan mengatakan 8 orang ditangkap karena membawa senjata tajam.

“Mengapa diamankan? Karena 8 orang tersebut membawa beberapa senjata tajam, ada yang membawa ketapel, ada yang membawa batu dan membawa barang-barang atau benda-benda yang berbahaya,” kata Ramadhan.

Kepolisian kemudian menetapkan tujuh tersangka pada Jumat, 8 September kemarin. “Yang kami periksa 8 orang, 7 sudah ditetapkan tersangka,” kata Kapolresta Barelang (Batam, Rempang, Galang) Komisaris Besar Nugroho Tri Nuryanto, Jumat, 8 September 2023.

Nuryanto mengungkapkan mereka ditetapkan tersangka karena melawan petugas aparat gabungan saat ingin masuk ke Pulau Rempang, Batam, untuk melakukan pengukuran dan pematokan lahan. “Mereka melawan petugas, ada yang lempar batu, bom molotov,” kata Nugroho.

Hasil pemeriksaan dilakukan jajaran Polresta Barelang melalui foto dan rekaman yang ada tindakan 7 orang tersebut memenuhi unsur. “Foto dan rekaman ada,” katanya.

Dari data tersangka yang didapatkan Tempo.co, sebagian dari warga merupakan nelayan dan juga petani.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mendesak kepolisian membebaskan warga Pulau Rempang yang ditahan.

“Komnas HAM meminta pembebasan terhadap warga yang ditahan,” kata Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro dalam keterangan resminya, Jumat, 8 September 2023.

Komnas HAM juga mengatakan peristiwa tersebut telah menimbulkan korban di masyarakat termasuk perempuan dan anak anak. Atnike menyesalkan terjadinya bentrok antara aparat dengan warga setempat yang menumbulkan korban baik anak-anak maupun orang dewasa. Komnas HAM mendesak penghentian pengerahan pasukan dan tindakan represif kepada masyarakat dan mengedepankan dialog.

“Komnas HAM meminta pemerintah daerah melakukan pemulihan bagi masyarakat yang mengalami kekerasan dan trauma, termasuk anak-anak yang memerlukan pemulihan khusus,” kata Atnike.

Proyek Strategis Nasional

Pulau Rempang masuk Proyek Strategis Nasional (PSN) 2023 dan direncanakan menjadi kawasan industri, perdagangan hingga wisata bernama Rempang Eco-City. Pembangunan kawasan industri di pulau seluas 17 hektare itu digarap oleh PT Makmur Elok Graha (MEG) anak perusahaan milik Tommy Winata.

Rempang Eco City ditargetkan bisa menarik nilai investasi yang ditaksir mencapai Rp 381 triliun pada tahun 2080. Bahkan, pemerintah Republik Indonesia menargetkan pengembangan Kawasan Rempang Eco City dapat menyerap hingga 306.000 tenaga kerja hingga tahun 2080 mendatang. BP Batam ditunjuk untuk mengawal realisasi investasi tersebut dan akan merelokasi seluruh penduduk Rempang.

Di Pulau Rempang terdapat 16 kampung tua dan pemukiman warga Asli. Adapun luas total 16 kampung tua itu tidak sampai 10 persen dari luas Pulau Rempang. Warga di kampung tua tersebut terdiri dari beberapa suku, diantaranya Suku Melayu, Suku Orang Laut dan Suku Orang Darat. (Web Warouw)

Artikel Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,100PelangganBerlangganan

Terbaru