JAKARTA – Anggota Komunitas Serumpun Bakung dan simpatisan pada Minggu (10/9) melakukan aksi damai bertajuk “Aksi Cinta” yang merupakan bentuk dukungan kepada Siswi-Siswi SMPN 1 Lamongan yang dicukur rambutnya oleh salah satu guru karena tidak menggunakan ciput (alas jilbab).
“Aksi jalan santai yang pesertanya para perempuan dan anak-anak, di area CFD (Car Free Day) Jakarta mengusung tujuh pesan, yaitu Jangan paksa! WE KNOW what to wear,” demikian Lia Nathalia, anggota komunitas Serumpun Bakung dalam rilisnya yang diterima Bergelora.com di Jakarta, Senin (11/9).
Menurutnya manusia termasuk perempuan punya kebebasan untuk memilih yang terbaik bagi dirinya.
“Jangan paksa! Perempuan bisa memilih sendiri apa yang dia pakai..Kita penduduk Nusantara beriklim tropis. Kerudung sudah sopan,” tegasnya.
Lia menegaskan bahwa para siswi di Lamongan tidak melanggar hukum dan aturan apapun.
“Para Siswi korban cukur rambut di Lamongan; kalian tidak melanggar aturan apapun! We love you! Tidak ada hubungan moral siswi dengan tutup kepalanya,” tegasnya.
Menurutnya dimasa lalu kaum perempuan hidup.dalam sistim feodal yang patriarki yang gelap menindas. Hari ini perempuan telah memilik terang kebebasan.
“Habis gelap terbitlah terang. Jangan sampai gelap lagi. Rambut adalah mahkotaku, karakterku, harga diriku. I love my hair,” tegasnya
Lia menjelaskan, Komunitas Serumpun Bakung didirikan lima tahun lalu atas prakarsa puluhan perempuan yang prihatin dengan makin tergerusnya nilai-nilai toleransi di Indonesia dalam berbagai bentuk, termasuk intoleransi berpakaian.
“Perempuan “dipaksa” berbusana di luar kehendak bebasnya adalah pelanggaran HAM dan bentuk intoleransi. Bersama dengan bentuk-bentuk intoleran lainnya jika dibiarkan akan semakin menjauhkan bangsa Indonesia dari rasa persatuan dan kesatuan dalam bingkai kebhinnekaana,” tegasnya.
Menurutnya, pencukuran rambut siswi-siswi SMPN 1 Lamongan, Jawa Timur adalah sedikit saja contoh nyata pemaksaan berbusana bagi perempuan yang juga dilakukan oleh perempuan lain, dalam hal ini guru perempuan.
“Pencukuran rambut perempuan dengan maksud memberi “efek jera” justru akan menimbulkan trauma psikologi jangka panjang bagi para siswi tersebut,” tegasnya.
“Berhenti mengatur dan memaksa perempuan berbusana tertentu karena tubuh perempuan bukan dosa tapi anugrah dari Sang Pencipta,” tegasnya (Web Warouw).