Minggu, 20 Juli 2025

JADI SIAPA GANTINYA..? 372 Guru Besar Kedokteran Deklarasi Tak Percaya Menkes Budi Gunadi

JAKARTA – Sebanyak 372 guru besar fakultas kedokteran dari 23 universitas di Indonesia mendeklarasikan ketidakpercayaan terhadap Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. Para guru besar itu menyatakan tidak bisa mempercayai kredibilitas Budi Gunadi yang dianggap menurunkan mutu sistem pendidikan kedokteran dan kesehatan nasional.

“Kami tidak lagi dapat mengembalikan kepercayaan kami kepada Menteri Kesehatan untuk memimpin reformasi dan tata kelola kesehatan yang inklusif, adil, dan berlandaskan bukti,” ujar puluhan guru besar yang membacakan deklarasi di aula Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Salemba, Jakarta Pusat, pada Kamis, 12 Juni 2025.

Setidaknya ada enam kebijakan yang mendasari para guru besar geram. Pertama, mereka menentang penyelenggaraan pendidikan dokter di luar sistem universitas. Kedua, mereka keberatan dengan pemisahan fungsi akademik dari rumah sakit pendidikan. Ketiga, mereka menolak pemindahan kolegium di bawah Kementerian Kesehatan.

Keempat, mereka tak setuju dokter umum dilatih untuk bisa melakukan operasi caesar di daerah terpencil. Kelima, mereka tak ingin dokter dipindahkan atas nama penghilangan sentimen almamaterisme. Keenam mereka menolak adanya pembingkaian negatif akan masalah perundungan di lingkungan dokter.

Pada 16 Mei 2025, 158 Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia telah menyuarakan keenam hal tersebut di Salemba. Lalu empat hari setelahnya para guru besar menuliskan keresahan itu dan mengirimkannya kepada Presiden Prabowo Subianto. Namun, hampir sebulan berlalu, Menteri Kesehatan belum menindaklanjuti keluhan para guru besar.

“Dalam perjalanannya, kami belum melihat adanya perubahan. Jadi kami menyampaikan bahwa sulit bagi kami untuk memberikan kepercayaan kami dalam kemajuan pembangunan dunia kesehatan negeri ini,” kata dokter spesialis bedah plastik plastik konsultan, Teddy Prasetyono.

Sementara itu, guru besar antropologi hukum Universitas Indonesia yang juga hadir di acara tersebut, Sulistyowati Irianto, memaparkan bagaimana Menteri Kesehatan terlalu ikut campur mengatur sistem pendidikan kedokteran.

Sehingga hal itu mengancam otonomi dari penyelenggaran pendidikan tinggi dan kebebasan akademis para ilmuwan.

“Segala kebijakan yang sudah dikeluarkan itu mungkin punya aspek legalitas otoritatif, tetapi kehilangan legitimasi sosial karena kami tidak mempercayainya lagi dan kami sangat khawatir dampak-dampaknya yang akan berjalan di kemudian hari,” tutur Sulistyowati.

Ia menambahkan, tak menutup kemungkinan para guru besar akan membuat deklarasi berjilid-jilid selama pemerintah belum berbenah.

Ramai-ramai Kampus Kedokteran Protes Kemenkes

Sebelumnya kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, seruan keprihatinan belakangan ini muncul dari sejumlah fakultas kedokteran (FK) di Indonesia. Di antaranya FK Universitas Padjajaran, FK Universitas Indonesia, FK Universitas Airlangga, FK Universitas Sebelas Maret, FK Universitas Hasanuddin, hingga FK Universitas Gunadarma.

Protes yang disampaikan mencakup polemik kolegium yang dinilai ‘diambil alih’ Kementerian Kesehatan RI, mengacu turunan Undang Undang No.17 Tahun 2023.

Meski secara regulasi kolegium wajib melibatkan pandangan Guru Besar, beberapa di antaranya tidak merasa dilibatkan dalam keputusan kebijakan.

Hal ini yang kemudian dikhawatirkan bisa berdampak ke pelayanan pasien, mengingat perumusan pendidikan kedokteran berada di kolegium. Meski begitu, belakangan, Kemenkes RI membantah anggapan tersebut dan mengklaim pembentukan kolegium kini jauh lebih independen, ketimbang saat berada di bawah organisasi profesi.

Pernyataan ini didukung dengan turunan regulasi UU baru yang mengatur kolegium berada di bawah Konsil Kesehatan Indonesia (KKI) dan bertanggung jawab langsung ke Presiden RI Prabowo Subianto.

Narasi pelemahan independensi kolegium yang mencuat belakangan didasari posisi strategis pimpinan KKI hingga Majelis Disiplin Profesi (MDP) yang tetap ditempati oleh eks pejabat Kemenkes RI. Para Guru Besar menilai hal ini menggambarkan wewenang sepenuhnya tetap berada di Kemenkes RI.

Dalam beberapa kesempatan, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin kerap terang-terangan terkait polemik di balik Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS). Alasannya, demi melakukan perbaikan termasuk menuntaskan kasus bullying yang bak sudah ‘mengakar’ dan ‘mendarah daging’ di PPDS. Bahkan, menjadi budaya yang dianggap wajar demi membangun kompetensi para dokter.

Sayangnya, menurut Guru Besar FK UI narasi tersebut terlalu berlebihan dimunculkan pada publik. Walhasil, menurut mereka, kepercayaan masyarakat terhadap profesi dokter dan tenaga kesehatan menurun, lantaran muncul persepsi sengkarut masalah di PPDS berdampak pada etik dan moral dokter saat pelayanan.

“Berita yang dari tiga tahun lalu, dimunculkan terus, ini mohon maaf, seolah seperti menyetel kaset lama, terus begitu,” sesal Guru Besar FK UI Prof Fahrial Syam, saat menyampaikan keprihatinan bersama 158 Guru Besar FK UI lain, Jumat (16/5/2025).

FK Unpad Minta Menkes Dievaluasi

Suara lebih keras diutarakan Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, tepat dua hari setelah ramai seruan dari Kampus Salemba FK UI. Pada Sabtu (17/5), sekitar 100 Guru Besar FK Unpad dan staf pengajar meminta Menteri Kesehatan segera dievaluasi atas beberapa pertimbangan.

“Menkes secara ekspansif mengambil alih fungsi desain dan pengelolaan pendidikan tenaga medis, termasuk pembentukan kolegium versi pemerintah tanpa partisipasi organisasi profesi dan universitas,” jelas Prof Dr Endang Sutedja, salah satu Guru Besar FK Unpad saat membacakan maklumat.

Mereka juga merasa tak setuju dengan penyederhanaan jalur kompetensi profesi medis yang kini disebut terlalu singkat. Termasuk soal adanya kemudahan kelulusan melalui program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit (RSPPU).

FK Unair Protes Mutasi Dokter-Evaluasi Turunan UU Baru

Keprihatinan yang sama diutarakan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (FK Unair). Sikap FK Unair dilatarbelakangi adanya mutasi sejumlah dokter yang dinilai secara sepihak, hingga pernyataan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin disebut merendahkan profesi dokter.

“Dalam kurun waktu setahun terakhir, telah terjadi mutasi masif tenaga kesehatan termasuk dokter pendidik klinis di berbagai RS pendidikan utama, tampa konsultasi memadai dengan institusi pendidikan dan organisasi profesi, yang mengganggu keberlanjutan layanan dan proses pendidikan kedokteran,” beber poin yang diutarakan Guru Besar Unair, Selasa (20/5).

Pihaknya juga mendesak peninjauan ulang UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dan turunannya yang dinilai mengganggu sistem pendidikan kedokteran.

Hingga berita ini diturunkan, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Aji Muhawarman belum bisa berkomentar lebih lanjut.

“Untuk isu-isu tersebut, saat ini kami belum bisa memberikan komentar,” tegasnya, Selasa (20/5). (Web Warouw)

 

 

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru