JAKARTA – Pakar Universitas Gadjah Mada (UGM) menyoroti rencana Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Prof. Abdul Mu’ti mengenai mata pelajaran Artificial Intelligence (AI) dan coding.
Sebelumnya Mu’ti menjelaskan kedua materi tersebut merupakan mata pelajaran pilihan dan hanya akan diajarkan di sekolah-sekolah yang sudah siap.
Peneliti isu masyarakat digital sekaligus Deputi Sekretaris dari Center for Digital Society (CfDS) Fisipol UGM, Iradat Wirid menilai bahwa gagasan ini cukup menarik untuk membuka ruang eksplorasi pada anak.
Akan tetapi, Iradat memandang pengkhususan mata pelajaran AI dan coding di sejumlah sekolah terpilih tidaklah tepat dan merupakan bentuk eksklusivitas dalam dunia pendidikan.
Menurutnya, guru-guru muda wajib mengajarkan logika matematika dan logika komputasi secara nasional dan berfokus pada konsep-konsep dasar. Guru-guru juga dinilai perlu meningkatkan pengetahuan mengenai tools pembuatan coding.
Tak hanya itu, Iradat juga mempertanyakan apakah pemerintah sudah menyiapkan sarana-prasarana yang akan digunakan guru dan murid.
“Eksklusivitas pembelajaran itu tidak pernah bagus. Tidak perlu ambisius dan buru-buru karena ini semua harus disiapkan secara totalitas,” ujarnya dalam laman resmi UGM, dilansir pada Kamis (21/11/2024).
Sebaliknya, Iradat mengusulkan pemerintah untuk menciptakan program yang lebih inklusif dan merata.
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, ia juga menilai percobaan program AI dan coding ini sebaiknya tidak hanya membidik sekolah di kota-kota besar yang sudah maju saja.
“Kalau nanti hanya memilih di sekolah yang bagus, itu berarti cherry picking (pembenaran sepihak),” imbuhnya.
Kemajuan Sains, Technology, Engineering, dan Mathematic (STEM) memang perlu digalakkan, namun harus diimbangi dengan ilmu-ilmu sosial. Iradat berharap kolaborasi antardisiplin ilmu ini dapat menghasilkan generasi yang melek isu sosial. (Enrico N. Abdielli)