Sabtu, 5 Oktober 2024

Jaringan Saudagar Muhammadiyah Membangunan Bangsa

Oleh: Hermansyah Kahir*

Pada Agustus 2015 Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan jumlah pengangguran di Indonesia sebanyak 7,56 juta orang (bertambah 320 ribu orang) dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebanyak 7,24 juta jiwa. Sementara pada 21 April 2015 Kompas merilis jumlah pengangguran terdidik—yaitu lulusan perguruan tinggi, baik D-3 maupun S-1. Penganggur lulusan D-3 meningkat menjadi 0,19 persen. Sedangkan penganggur lulusan S-1 meningkat 0,26 persen. Jumlah penganggur terdidik tersebut mencapai 853.000 orang.

Data yang dikeluarkan oleh BPS dan Kompas di atas menunjukkan adanya ketimpangan yang terjadi antara angkatan kerja dan kesempatan kerja. Pertumbuhan tenaga kerja yang lebih besar dibandingkan dengan ketersediaan lapangan kerja menimbulkan pengangguran yang tinggi. Pengangguran merupakan persoalan sosial-ekonomi yang dihadapi oleh setiap negara di dunia khususnya negara berkembang.

Karena masalah pengangguran memiliki dampak serius pada kehidupan perekonomian dan kehidupan sosial masyarakat, maka diperlukan sebuah solusi tepat agar pengangguran bisa diminimalisir. Menanamkan jiwa kewirausahaan menjadi solusi terbaik untuk mengurangi jumlah pengangguran yang semakin meningkat. Hal ini sangat penting, karena dengan melakukan kegiatan wirausaha diharapkan dapat menciptakan lapangan pekerjaan sehingga pada akhirnya akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Keberadaan kewirausahaan merupakan tulang punggung perekonomian suatu negara. Bahkan menurut Buchari Alma (2007) pembangunan akan lebih berhasil jika ditunjang oleh kewirausahaan yang dapat membuka lapangan kerja karena kemampuan pemerintah sangat terbatas. Pemerintah tidak akan mampu menggarap semua aspek pembangunan karena banyak membutuhkan anggaran belanja, personalia, dan pengawasan.

Pengembangan wirausaha baru perlu ditingkatkan—mengingat indeks kewirausahaan bangsa ini masih jauh tertinggal dari negera-negera lain. Sebagai perbandingan, saat ini jumlah wirausaha di Indonesia hanya 1,6 persen dari total jumlah penduduk secara keseluruhan. Jumlah itu masih tertinggal dari Malaysia yang kini sudah mencapai 2,1 persen, Korea 4,4 persen, Tiongkok 10 persen, Jepang 10 persen, dan Amerika Serikat 12 persen.

Bila mengacu pada jumlah wirausaha Indonesia yang masih di bawah 2 persen, tentu Indonesia belum dikatakan sebagai bangsa yang maju secara ekonomi. Sebab, untuk membangun perekonomian bangsa yang maju dibutuhkan minimal dua persen atau 4,8 juta wirausaha dari populasi penduduk Indonesia.

Jaringan Saudagar Muhammadiyah
Kita patut mengapresiasi langkah Muhammadiyah dalam membentuk Jaringan Saudagar Muhammadiyah (JSM)—yang berlangsung di Surabaya, Jawa Timur pada 11-13 Desember 2015 lalu. Tentunya JSM ini menemukan momentumnya di saat Indonesia sudah berada tepat di garis start pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Bersama negara-negera di kawasan ASEAN, Indonesia akan memasuki era baru—pasar tunggal ASEAN.

Pembentukan JSM merupakan komitmen dan bukti konkret Persyarikatan Muhammadiyah untuk memajukan perekonomian bangsa melalui penguatan dan penciptaan wirausaha baru. Langkah ini tentu tidak jauh dari jiwa entrepreneur yang memang sudah dilakoni oleh KH. Ahmad Dahlan—pendiri Persyarakitan Muhammadiyah. Dalam perjalanan hidupnya, KH Ahmad Dahlan memang menjalani dua profesi sekaligus—sebagai guru ngaji dan pedagang.

Jiwa entrepreneur KH Ahmad Dahlan sudah menginspirasi para pengurus dan kader Muhammadiyah sehingga Persyarikatan ini mampu bertahan dan mencapai kejayaan seperti saat ini. Jaringan Saudagar Muhammadiyah (JSM) menjadi langkah tepat untuk menciptakan satu juta wirausaha mengingat jumlah wirausaha kita masih kalah dengan negara-negara lain di kawasan ASEAN. Lebih dari itu, penciptaan wirausaha ini sebagai respons terhadap jumlah pengangguran yang semakin meningkat akibat perlambatan ekonomi.

Dalam pandangan penulis, keberadaan JSM sangat penting bagi penguatan ekonomi bangsa. Karenanya, dibutuhkan sinergitas antara JSM, pemerintah dan berbagai perguruan tinggi yang berada di bawah naungan Persyarikatan Muhammadiyah. Kerjasama dengan perguruan tinggi muhammadiyah (PTM), misalnya, perlu dibangun secara berkesinambungan. Langkah ini bertujuan untuk menumbuhkembangkan jiwa kewirausahaan para mahasiswa. Pendidikan dan pelatihan kewirausahaan di PTM akan melahirkan para sarjana yang tidak hanya berorientasi menjadi pekerja saja, tetapi juga menjadi sarjana yang mampu bekerja mandiri sehingga akan tercipta lapangan kerja baru.

Selain itu, Muhammadiyah perlu menjalin kerjasama dengan pemerintah agar gagasan untuk menciptakan satu juta wirausaha benar-benar terealisasikan. Apalagi ide ini sangat relevan dengan program pemerintah yang menargetkan tumbuhnya 20.000 pengusaha industri kecil dan 9.000 industri besar-sedang dalam lima tahun ke depan.

Dengan sinergitas ini JSM akan menjadi kekuatan ekonomi terutama dalam menghadapi MEA. Kehadiran dan peran JSM sangat dibutuhkan untuk membangun pengusaha-pengusaha baru untuk mengembangkan amal usaha baru di bidang ekonomi. Berbagai upaya yang dilakukan oleh JSM kiranya perlu dioptimalkan guna mengembangkan kewirausahaan di negeri ini sehingga akan tercipta lapangan kerja baru. Semoga pembentukan JSM menjadi kunci kemajuan perekonomian bangsa di masa mendatang.

*Penulis anggota Lembaga Pengkajian Perbankan dan Ekonomi Syariah (LKPES) Universitas Muhammadiyah Jakarta

Artikel Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,100PelangganBerlangganan

Terbaru