JAKARTA – Mantan Menteri Luar Negeri (Menlu) Amerika Serikat (AS) Henry Kissinger berbagi pemikirannya tentang bagaimana konflik yang sedang berlangsung antara Rusia dan Ukraina dapat berakhir.
Kissinger yang baru saja menginjak usia 99 tahun menjelaskan, “Ada tiga kemungkinan hasil dari perang ini, ketiganya masih terbuka sampai batas tertentu.”
Saat wawancara dengan majalah The Spectator, dia mengungkapkan, “Skenario pertama adalah jika Rusia tetap di tempatnya sekarang, Moskow akan menaklukkan 20% Ukraina dan sebagian besar Donbass, area utama industri dan pertanian, dan sebidang tanah di sepanjang Laut Hitam.”
“Jika ini terjadi, itu akan menjadi kemenangan bagi Moskow yang juga akan menunjukkan peran NATO tidak akan menentukan seperti yang diperkirakan sebelumnya,” papar politisi veteran itu.
Menurut dia, kemungkinan hasil kedua adalah upaya dilakukan untuk mengusir Rusia dari wilayah yang diperolehnya sebelum perang ini, termasuk Krimea, dan kemudian masalah perang dengan Rusia sendiri akan muncul jika perang berlanjut.
“Hasil ketiga… adalah jika rakyat bebas dapat mencegah Rusia mencapai penaklukan militer dan jika garis pertempuran kembali ke posisi di mana perang dimulai, maka agresi saat ini akan tampak dikalahkan,” ujar dia.
“Ini akan membuat Ukraina dibangun kembali seperti sebelum operasi militer Rusia dimulai pada 24 Februari dan dipersenjatai kembali oleh NATO, jika tidak (dijadikan) bagian darinya,” ungkap mantan menteri luar negeri itu.
CIA Rekrut Muslim Uighur China
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, sementara itu, Badan Intelijen Pusat (CIA) Amerika Serikat disinyalir tengah mengumpulkan sejumlah kelompok teroris Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), untuk diterjunkan ke medan perang Rusia-Ukraina. Di dalamnya, ada sejumlah milisi asal Daerah Otonomi Khusus Uighur Xinjiang, China.
Kabar ini dihembuskan oleh seorang perwira intelijen Rusia yang identitasnya dirahasiakan. Perwira intelijen Rusia ini menyebut, CIA memobilisasi sejumlah anggota teroris ISIS ke sebuah kamp militer Amerika Serikat (AS) Al-Tanf, Provinsi Homs, Suriah.
Dalam laporan lain yang dikutip VIVA Militer dari stasiun televisi berbahasa Arab, RT, sebanyak 500 orang anggota teroris ISIS yang dikumpulkan dan dilatih CIA berasal dari sejumlah negara.
Ada yang berasal dari wilayah Kaukasus dan negara-negara Asia Tengah. Ada pula yang berasal dari negara Uni Eropa, Irak, dan Uighur China.
Para anggota milisi ini diduga akan diberi misi sabotase dan serangan teroris terhadap unit militer Rusia, tak hanya di Ukraina. Tetapi juga dalam pasukan Angkatan Bersenjata Federasi Rusia (VSRF) yang berada di Suriah.
“Kurdi sejauh ini telah menyerahkan beberapa pemimpin tinggi dan sekitar 90 pejuang Daesh ke pihak Amerika,” ucap perwira intelijen Rusia itu.
“Yang sebagian besar, adalah warga negara Uni Eropa, Irak, serta imigran Chechnya dan Daerah Otonomi Uighur Xinjiang di China,” katanya dikutip VIVA Militer dari Iranian Labour News Agency (ILNA).
Di depan kamera, beberapa anggota teroris ini mengaku telah diperintahkan pasukan Angkatan Bersenjata AS (US Armed Forces) untuk menyerang pasukan pemerintah Suriah di sejumlah titik.
Diantaranya di kota kuno Palmyra, Pangkalan Angkatan Udara Suriah Tiyas, serta ladang gas dan sumur minyak Shaer.