JAKARTA- Wakil Presiden Jusuf Kalla melarang penggunaan kaset recorder pada pengajian yang dilakukan di mesjid-mesjid. Menurutnya pengajian dengan menggunakan kaset recorder tidak mendatangkan pahala melainkan mengganggu masyarakat.
“Sebenarnya kalau kita yang sudah pernah ke mekkah, di sana itu tidak ada pengajian yang keras-keras. Hanya azan saja dua kali, Sudah cukup itu,” ujarnya dalam Pembukaan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Pondok Pesantren At-Tauhidiyyah Cikura Tegal Jawa Tengah, Senin (8/6) lalu.
Dibawah ini transkrip lengkap yang diterima Bergelora.com di Jakarta, Jumat (12/6) tentang pernyataan Wakil Presiden, Jusuf Kalla yang melarang penggunaan kaset pengajian.
Sebagai ketua Umum dewan masjid Ada satu hal yang saya ingin minta pendapat kepada Ijtima fatwa MUI ini, kemarin saya ke kampung saya di Bone, jam 4 saya sudah dibangunkan oleh 4 masjid yang ada di sekitar rumah saya, Masya Allah !!!. Padahal waktu subuh di sana adalah jam 5 kurang 10. Jadi 50 menit saya dihajar oleh segala macam pengajian dan tahrim yang tidak keruan. Kenapa saya bilang tidak keruan ?? Karena ke 4 nya saling bersaing suara, dan tabrak-tabrakan di udara, akhirnya tidak jelas apa itu yang dibacanya.
Yang jadi masalah, yang ngaji itu kaset, atau tape recorder. Kalau orang yang mengaji memang dapat pahala, tapi kalau kaset dapat pahala tidak ?? Karena dia mengganggu saja, dan ini adalah polusi suara di udara. Bukan hanya umat lain yang terganggu, kita sebagai umat merasa terganggu. Akhirnya waktu saya pergi sholat ashar di situ, saya panggil marbotnya yang lagi putar kaset dan bilang :
“Hey turunkan volumenya itu, apa urusannya ini anda kasi mengaji pakai kaset, dan orang susah dengar juga karena kalian tabrak-tabrakan, dan yang kedua kasi mengadi kaset itu apa dapat pahala ?? Kalau pun ada pahalanya pasti orang jepang yang dapat, karena yang kau pakai putar itu kaset pasti produksi jepang”
Jadi menurut saya dia tidak dapat pahala, yang kedua kita juga tidak tau apa yang dia perdengarkan (suara saling tabrakan) ketiga mereka berdosa juga karena ganggu kita yang lagi istirahat.
Kita sudah bikin rumusan di DMI, pertama tahrim itu tidak boleh pakai kaset, harus mengaji langsung, itu baru dapat pahala.
Sebenarnya kalau kita yang sudah pernah ke mekkah, di sana itu tidak ada pengajian yang keras-keras. Hanya azan saja dua kali, Sudah cukup itu.
Saya sudah hitung semuanya, di Indonesia ini ada sekitar 800 ribu mesjid, artinya tiap 500 meter ada masjid atau musahalla. Bahwa orang jalan kaki dari rumah ke masjid, itu maksimum 10 menit. Jadi tak usah bangunkan orang 1 jam sebelumnya. Jadi pengajian itu 5 menit saja sudah cukup. kemudian tahrim 3 menit, kemudian azan 2 menit, Iqamat 1 menit kemudian kasi kesempatan orang sholat sunnah 3 menit, saya rasa sudah cukup itu waktunya. Baru bisa aman negeri ini, kalau tidak begitu akan polusi suara di mana mana.
Saya sudah marahi itu marbot di kampung saya, saya bilang :
“Kau ini kau kasi mengaji mesjid keras keras jam 4 subuh setelah itu kau tidur, kita semua yang kena. Anda enak memang, karena habis sholat subuh anda bisa tidur sampai jam 10, sementara kita ini harus pergi kerja. Bagaimana anda ini ??”.
Jadi ini bisa menghambat, pekerjaan bisa ngantuk semua di kantor kalau bangunnya jam 4. Saya selalu bangunnya jam 5 saja, itu sudah cukup.
Jadi mudah-mudahan bisa dibicarakan di sini ( ijtima fatwa MUI) apakah pengajian lewat kaset itu dapat pahala atau tidak ?? Karena menurut saya tidak ada amalnya. Karena itu di DMI kita bikin peraturan tidak ada lagi pengajian lewat kaset, harus pengajian orang langsung. Kalau begitu kan tidak juga ustadz yang datang mau mengaji jam 4 subuh di masjid, biasanya jam setengah 5 lebih sedikit baru mereka datang. Dan lagian juga mana dia sanggup mengaji yang baik lebih dari setengah jam. Kalau kaset 1 jam lebih pun masih sanggup.
Dan itu kenyataan yang saya temukan, itu marbot putar kaset mengaji jam 4 dan dia sendiri tidur (di masjid). Dan di jakarta juga masih banyak yang begitu. Kalau di masjid al-markaz dan masjid raya makassar saya memang sudah mengatur, pengajian tidak boleh lebih dari 5 menit. Saya sudah pretili semua itu alat2 pemutar kasetnya. Jadi kalau ada yang mau mengaji, harus orang langsung. Jangan suddais saja yang diperdengarkan ke kita setiap hari, sementara suddais sendiri sudah tidak ada.
Ini hal yang kelihatannya memang tidak penting, tapi dari sini juga kita bisa memperbaiki kebangsaan dan produktivitas bangsa.
Belum lagi mereka yang bertugas sampai malam, misalnya polisi yang kadang pulang tengah malam, kalau dia dibangunkan jam 4, bagaimana dia mau kerja baik. Jadi itu mohon pak Din (syamsuddin) ini dibahas juga. Ini penting karena 200 juta orang di indonesia yang kena hal seperti ini setiap hari.
Fatwa MUI
Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah membahas keinginan Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) yang juga Wakil Presiden Indonesia, Jusuf Kalla mengenai larangan bagi Masjid membacakan ayat suci Al-Quran melalui kaset. Pembahasan mengenai keinginan JK tersebut dibahas dalam forum pertemuan komisi fatwa (ijtima) Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Pondok Pesantren At-Tauhidiyyah, Desa Cikura, Tegal, Jawa Tengah yang berlangsung 7 hingga 10 Juni 2015.
“Fatwa tentu berdasarkan permintaan dan bapak JK sebagai Dewan Masjid Indonesia, minta ijtima ulama itu untuk membahas fatwa tentang hukum masjid-masjid memutar kaset ngaji jauh sebelum waktu sholat, yang dirasakan sebagian termasuk pak JK yang sering mengganggu khususnya shubuh,” kata Ketua MUI, Din Syamsuddin di Jakarta, Selasa (9/6)
Din mengaku mendengar sendiri saat JK mengutarakan keinginannya. Karena pada saat itu, dirinya sendiri yang menyambut JK saat datang di Pondok Pesantren At-Tauhidiyyah dengan kapasitas dirinya sebagai Ketua Umum MUI. (Web Warouw)