Oleh: Hilal Tamami*
Pada suatu era di sebuah negara jajahan seperti Indonesia yang dipaksa memeluk paham liberal maka di dalam negara tersebut korupsi akan tumbuh subur dipupuk oleh kredo pembangunan. Liberalisasi yang menyentuh segala sendi kehidupan bangsa telah mencabik-cabik semangat demokrasi dan masa depan kemanusiaan yang seharusnya terus maju dan indah senafas dengan lemahnya kesadaran rakyat.
Penyakit yang bernama korupsi sebagai dampak dari liberalisasi ini telah berhasil menyilaukan pandangan kita tentang titik fokus masalah pokok bangsa ini. Salah satunya adalah kemiskinan sebagai buah dari pohon perampasan tanah petani dan upah buruh yang rendah.
Boleh jadi masyarakat dipelbagai lapisan sosial saat ini menyetujui kesimpulan tunggal bahwa salah satu musuh utama rakyat indonesia adalah pejabat korup. Nampaknya hal tersebut juga telah merasuki alam pikiran Rejim Jokowi-JK sehingga rejim ini membuat fondasi kebangsaan dari revolusi mental yang salah satu isinya mengubah mental pejabat korup agar menjadi jujur agar pembangunan disegala lini bisa terselenggara dengan baik serta memberikan hasil yang maksimal.
Dalam pandangan Serikat Petani Karawang (SEPETAK), korupsi bukan semata-mata dosa para pejabat yang melakukannya akan tetapi korupsi merupakan keniscayaan obyektif dari penyelenggaraan pembangunan dalam satu kesatuan sistem yang bernama Kapitalisme.
Dalam kontradiksi internalnya, kapitallsme menginginkan konklusifitas condongnya keberpihakan birokrasi dan menghambat munculnya resistensi radikal dalam makna politis serta kelangsungan akumulasi kapital dalam orientasi ekonominya. Dengan demikian penanganan korupsi semestinya dilakukan secara komprehensif dengan mengintrodusir tujuan umum, yakni kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia.
Konkritnya pemberantasan korupsi harus memiliki target jangka panjang seperti pada dunia pertambangan (pajak dan royalti) dan kehutanan (perizinan) sebagaimana data yang pernah disampaikan oleh KPK. Di Karawang sendiri pemberantasan korupsi harus menyentuh langsung terhadap kepentingan kemakmuran rakyat seperti; indikasi korupsi atas perampasan 350 hektar tanah di Teluk Jambe, Pengelolaan hutan oleh PERHUTANI, meluasnya lahan pertanian absentee (guntai) yang nyaris melenyapkan sumber-sumber pokok agraria dan menyebabkan capital flight. Berbagai perizinan pendirian perusahaan yang berdampak atas murahnya upah buruh. Hal ini diharapkan agar pemberantasan korupsi tidak bermotif politis dan setali tiga uang.
Industrialisasi Pertanian
Pemberantasan korupsi oleh aparat penegak hukum yang berwenang tidak akan dapat menyelesaikan praktik hitam korupsi itu sendiri karena kita semua ketahui pemberantasan korupsi di negeri ini masih bersifat tebang pilih dan politis. Justru, ketika korupsi dilakukan oleh pejabat/petinggi institusi yang terjadi malah pertikaian diantara institusi sebagaimana konfliknya KPK dengan POLRI.
Publik pun sadar bahwa sistem pengadilan (lembaga hukum) kita masih sangat sarat dengan suap. Itulah yang menyebabkan sulitnya proses penegakan hukum terutama di wilayah tipikor.
Penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi harus bergerak simultan dengan peran partisipasi rakyat dan terobosaan nyata pemenuhan hak-hak dasar rakyat secara konstitusional seperti tanah, upah layak, kesehatan, pendidikan, perumahan dsb. Dalam hal ini SEPETAK memandang perlu mengubah haluan penganggaran yang selama ini berwatak konsumtif menjadi anggaran produktif.
Atas dasar itu Serikat Petani Karawang menuntut pembentukan anggaran produktif agar pemerintah membangun pusat-pusat ekonomi strategis di desa-desa melalui skema kebijakan Industrialisasi Pertanian. Dipihak lain, Kejaksaan harus segera menyelidiki kasus-kasus perampasan tanah petani oleh pengusaha
Kepada segenap lapisan masyarakat agar terlibat aktif mengawasi jalannya pemerintahan khususnya di Kabupaten Karawang demi terciptanya sistem pemerintahan yang bersih agar terwujud kesejahteraan dan kemakmuran rakyat
*Penulis adalah Ketua Umum Serikat Petani Karawang (Sepetak)