Kamis, 1 Mei 2025

KECUALI YANG DUKUNG KORUPTOR..! Mendagri Tegaskan Kepala Daerah Bertanggungjawab ke Rakyat, Bukan Partai

JAKARTA – Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan, kepala daerah harus bertanggung jawab kepada rakyat yang memilihnya, bukan pada partai politik pengusung di pemilihan kepala daerah. Hal itu disampaikan Tito saat menekankan pentingnya acara orientasi kepala daerah (retreat) yang dilaksanakan pada 21-28 Februari 2025.

Dia mengatakan, semua partai sudah diberikan pemahaman bahwa orientasi yang digelar ini untuk kepentingan daerah masing-masing dan untuk kepentingan masyarakat secara luas.

“Karena kepala daerah kan dia dipilih oleh rakyat, dan dia harus pertanggungjawabkan kepada rakyat kembali,” kata Tito saat konferensi pers di Akademi Militer, Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (22/2/2025).

“Partai kan hanya kendaraan mereka untuk bisa ikut dalam pemilihan. Ketika dia terpilih, dia tanggung jawabnya lagi nomor satu bukan kepada partainya, tapi nomor satu dia tanggung jawabnya kepada rakyat yang memilih dia,” ujarnya lagi.

Tito mengatakan, saat ini masih ada kepala daerah yang tidak hadir dalam acara retret dengan beragam alasan, salah satunya adalah masalah kebijakan partai. Padahal, kata Tito, retret yang digelar bukan bagian dari kepentingan pemerintah pusat, tetapi kepentingan pemerintah daerah. Dengan retret, para kepala daerah bisa bertemu dan mengenal satu sama lain sehingga garis koordinasi bisa menjadi lebih baik.

“Itu yang kita harapkan. Mereka saling kenal, saling bantu, saling kerja sama. Nah ini kepentingan daerah lebih penting, dan inilah kepentingan bangsa, kepentingan untuk rakyat masing-masing,” tuturnya.

Eks Kapolri ini juga menjelaskan, jika ada kepala daerah yang tidak ikut retret, akan ada banyak kerugian yang dirasakan. Karena kepala daerah yang tidak ikut nantinya kesulitan membuat jejaring antar kepala daerah dan harus melakukan dengan susah payah.

“Nanti mereka kehilangan momentum untuk bisa mendapatkan teman baru, mengenal para menteri, dan juga kenal dengan gubernur, misalnya,” tandasnya.

Adapun kepala daerah yang tak hadir dalam retret berjumlah 53. Dari jumlah tersebut, enam di antaranya mengirimkan alasan, sedangkan 47 lainnya tanpa kejelasan. Ditengarai 47 kepala daerah ini adalah kader PDI-P yang tak hadir karena instruksi yang dikeluarkan oleh DPP PDI-P. Kader PDI-P menjadi sorotan setelah Megawati Soekarnoputri meminta agar anggota partai yang terpilih menjadi kepala daerah tidak ikut retret.

Surat instruksi bernomor 7295/IN/DPP/II/2025 yang terbit pada 20 Februari 2025 malam, sebagai respons atas penangkapan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P Hasto Kristiyanto oleh KPK.

“Diinstruksikan kepada seluruh Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah PDI Perjuangan untuk menunda perjalanan yang akan mengikuti retret di Magelang pada tanggal 21-28 Februari 2025,” ujar Megawati dalam surat tersebut, Kamis (20/2/2025).

Megawati pun meminta kepada semua kepala daerah dari PDI-P yang sudah telanjur berangkat menuju ke lokasi agar berhenti dan menunggu arahan lebih lanjut.

Hasil Pemilihan Rakyat

Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan sebelumnya Presiden ketujuh RI, Joko Widodo (Jokowi), mengingatkan kepala daerah dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mestinya tidak menunda untuk mengikuti kegiatan retreat.

Diketahui, kegiatan retreat akan digelar di Akademi Militer (Akmil), Magelang, Jawa Tengah (Jateng), pada Jumat (21/2/2025) hingga sepekan ke depan.

“Ya mestinya hadir, datang,” kata Jokowi, saat ditemui di Kota Solo, Jawa Tengah (Jateng), Jumat (21/2/2025).

Jokowi beranggapan terpilihnya kepala daerah itu merupakan hasil pemilihan rakyat. Sehingga, tidak mementingkan kepentingan partai.

“Karena mereka dipilih oleh rakyat dan untuk kepentingan rakyat, bangsa, dan negara bukan untuk yang lain,” jelasnya. 

Mantan Gubernur DKI Jakarta ini mengatakan, setelah dilantik oleh Presiden Prabowo Subianto, kepala daerah harus patuh dengan perintahnya.

“Ini kan urusan ke pemerintahan ya. Yang diundang kepala daerah, yang mengundang presiden,” jelasnya. 

Korupsi Petinggi Partai

Kasus korupsi oleh petinggi partai pernah terjadi di beberapa partai lain sebelum kasus Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang habis-habisan dibela Ketua Umumnya Megawati Soekarnoputri.

Setya Novanto menjabat sebagai Ketua Umum Partai Golkar periode 2016-2017. Pada tanggal 17 Juli 2017, dan ditetapkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP. Partai Golkar saat itu menyerahkan kasus Setya Novanto pada proses hukum dan menerima putusan pengadilan.

Setelah itu kasus dua Sekjen Partai Nasdem. Pertama, Sekjen Partai Nasdem Rio Patrice Capella tercatat terlibat dalam kasus suap dari Gubernur nonaktif Sumatera Utara, Gatot Pujo Nugroho dan istrinya Evy Susanti.

Kedua, Sekjen Partai Nasdem yang menjabat Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate sebagai yang terlibat kasus korupsi base transceiver station (BTS) 4G BAKTI Kemenkominfo.

Kasus tiga pejabat tinggi Partai Golkar dan Partai Nasdem di atas menunjukkan kewibawaan partai dengan mengevaluasi diri dan tunduk pada hukum.

Sebaliknya pada PDIP, sikap yang ditunjukkan bukan hanya melawan hukum dan mengkhianati suara rakyat pemilih demi membela Sekjen PDIP yang ditangkap karena terlibat kasus korupsi.

Instruksi Megawati yang diikuti oleh kepala daerah.dari PDIP juga menunjukkan bahwa partai ini tega mengkhianati suara rakyat yang telah memilih!para kepala daerah, yang seharusnya setia terhadap.rakyat pemilihnya demi membela seoramg koruptor Hasto Kristiyanto.

Dalam kasus-kasus seperti ini, rakyat semakin cerdas bisa menilai mana partai rakyat dan yang mana partai yang selalu mengatas namakan rakyat. Sekali.lagi,  akan dibuktikan bahwa tidak seorangpun kebal hukum di negara ini. (Web Warouw)

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru