JAKARTA- Sejak Orde Baru hingga saat ini semua pemimpin gagal mensejahterakan petani.
Oleh karena itu sekarang saatnya Presiden Joko Widodo memberikan hak pengelolaan tanah atas tanah-tanah negara yang terlantar untuk dikelola petani secara kolektif. Hal ini disampaikan oleh mantan Deputi BUMN era pemerintahan Megawati, MP. Simatupang dalam diskusi dengan tema ‘Swasembada dan Perubahan Budaya Pertanian dari Subsiten ke Pertanian Modern’ oleh Aliansi Masyarakat Sipil Hebat (Almisbat), di Jakarta, Selasa (23/12).
Dewan Pengurus Nasional (DPN) Almisbat ini mengungkapkan bahwa persoalan utama masalah pertanian adalah paradigma swasembada membawa arah yang tidak efisien.
Modernisasi pertanian menurutnya harus diiringi perubahan struktur sosial masyarakat. Budaya pertanian modern harus ditransformasikan ke publik lewat informasi mengenai kebutuhan pasar, tata kelola yang efisien.
“Sudah 6 Presiden belum berhasil menunjukkan keberpihakannya ke petani. Ini, lantaran semua Presiden kita selama ini selalu berpikir inbox tidak out of the box,” tegas mantan Ketua Alumni IPB Tahun 2003 ini.
Simatupang berharap Jokowi tidak mengulangi kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh presiden-presiden sebelumnya.
“Sebaliknya momentum pemerintahan baru harus menjadi kesempatan bagi pemerintahan Jokowi, yang masuk tahun pertama pemerintahannya, untuk lebih peduli kepada nasib petani,” ujarnya.
Untuk itu kata Simatupang ada 3 langkah yang bisa dilakukan pemerintahan Jokowi untuk menunjukkan keberpihakan kepada Petani.
“Pertama pemberian hak pengelolaan tanah atas tanah-tanah negara yang terlantar untuk dikelola petani secara kolektif,” ujarnya.
Kedua menurutnya, pemerintah memberikan sistem informasi tentang kebutuhan pasar atas komoditas pertanian. Ketiga, memperbaiki sistem logistik dan distribusi pupuk, pakan dan hasil panen,” jelasnya.
Sementara itu pengurus organisasi petani Partai Nasional Demokrat, Saiful Bahri mengkritisi minimnya akses kepemilikan lahan yang dimiliki petani di Indonesia. Minimnya akses kepemilikan ini menurut Syaiful adalah problem serius di isu pertanian.
“Bayangkan kepemilikan lahan yang hanya 0.25 ha/KK Petani dari 45 juta KK petani, dari total 6 juta hektar lahan pertanian. Belum lagi rendahnya kualitas tanah/unsur hara dalam tanah,” ungkap Syaiful.
Lebih lanjut Syaiful menambahkan bagi dia pertanian modern bukan berarti menggantikan pertanian rakyat dengan “rice estate” yang membuka lahan secara besar-besaran untuk ditanam satu macam komoditas, dalam hal ini padi. Lebih baik kata dia akses tanah-tanah terlantar yang di miliki oleh negara di berikan kepada petani untuk menggarap. (Dian Dharma Tungga)