JAKARTA – Penempatan prajurit TNI aktif yang menempati jabatan sipil di kementerian/ lembaga menjadi sorotan, lantaran mereka mengisi posisi strategis tanpa mundur dari satuan TNI.
Hal ini dianggap seolah tengah terjadi militerisasi seperti era Orde Baru.
Menanggapi isu tersebut, Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai menegaskan mustahil nuansa militerisasi Orde Baru dan sistem otoriter akan kembali.
“Kalau militerisasi kembali seperti nuansa Orde Baru, saya katakan sangat tidak mungkin,” kata Pigai dalam konferensi pers di Kantor Kemenham, Jakarta, Selasa (11/3/2025).
Pigai mengingatkan, Presiden Prabowo terpilih menjadi kepala negara setelah melewati rangkaian proses demokrasi.
Selain itu, saat Presiden Prabowo menjabat, ada lebih dari 30 wakil menteri yang ditunjuk memiliki latar belakang aktivis.
Pigai juga menjelaskan, hadirnya Kementerian HAM yang terpisah dari kementerian lainnya, adalah cermin nyata pemerintah menjunjung tinggi demokrasi.
“Indonesia adalah satu dari empat negara dunia yang punya Kementerian HAM. Dalam suasana begini, apakah militerisme? Sangat tidak mungkin penetrasi militer,” jelas dia.
Lebih lanjut Pigai menyinggung sistem binomial Orde Baru, di mana setiap unsur beroperasi sebagai satu kesatuan.Sistem itu dioperasikan satu sistem politik. Sementara dewasa ini, tidak ada fraksi ABRI atau TNI di DPR/MPR.
Fraksi ini yang menurut Pigai harus ada untuk bisa dikatakan terjadinya pergeseran sistem demokrasi ke sistem otoritarianisme.
“Ketika tidak ada fraksi ABRI di MPR, sudah pasti tidak mungkin terjadi pergeseran kontrol,” ungkap Pigai.
Militerisme Orde Baru
Pigai menegaskan bahwa militerisme seperti pada masa Orde Baru sangat tidak mungkin terjadi saat ini.
“Kenapa tidak mungkin? Karena pemerintah sekarang adalah pemerintah sipil,” kata Pigai.
Ia menjelaskan bahwa pemerintahan sipil berkaitan dengan Presiden Prabowo Subianto yang mendirikan partai politik, yang pada Pemilu 2024 menjadi salah satu peraih suara terbanyak melalui proses demokrasi.
“Presiden Prabowo Subianto juga terpilih melalui proses demokrasi. Ada dinamika right to vote (hak untuk memilih), ada dinamika right to take a part of government (hak untuk dipilih),” ujarnya.
Menurut ia, pemerintahan Presiden Prabowo melalui misi Astacita turut mengedepankan demokrasi dan hak asasi manusia.
“Program-program prioritas pemerintah yang berjumlah 17, nilainya adalah nilai-nilai hak asasi manusia, termasuk kebebasan ekspresi, kebebasan pers,” jelasnya.
Oleh sebab itu, Menteri HAM menegaskan bahwa sangat tidak mungkin sistem militerisme maupun otoritarianisme akan hidup kembali di Indonesia.
(Web Warouw)