JAKARTA- Presiden Prabowo Subianto menyindir segelintir elite di dalam negeri yang nyinyir terhadap potensi Indonesia mewujudkan swasembada pangan. Menurut Prabowo, mereka hanya pintar berbicara, padahal sudah belajar hingga ke luar negeri.
Buktinya, lanjut dia, Indonesia kini bisa mengubah rawa tidak produktif menjadi sawah pertanian seperti di Ogan Ilir, Sumatera Selatan.
Prabowo lalu menegaskan, tidak ada peradaban yang bisa hidup tanpa pangan. Begitu pun, tidak ada negara yang bisa berdiri tanpa pangan.
“Hal dasar ini banyak dilupakan oleh elite-elite yang pintar-pintar. Tapi, lupa dengan hal-hal yang paling dasar. Belajar jauh-jauh ke negara lain, tapi tidak paham di mana letak fondasi, landasan berdirinya suatu masyarakat, suatu peradaban,” kata Prabowo, di Banyuasin, Sumatera Selatan, dikutip dari tayangan YouTube Sekretariat Presiden, Rabu (23/4/2025).
Prabowo mengaku sangat gembira ketika melihat lahan tidak produktif diubah menjadi sumber pangan.
Menurut pemerintah daerah setempat, lahan itu dulunya merupakan rawa penuh buaya, kemudian diubah menjadi lahan sawah sekitar 100.000 hektar.
“Dan sebenarnya potensinya nanti di Sumatera Selatan itu akan menjadi 1 juta hektar. Di Sumatera Selatan saja. Dan sebagian besar itu adalah rawa, lahan-lahan yang sekarang tidak produktif,” ucap dia.
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, Prabowo menyebut, Indonesia mendambakan ketahanan pangan sejak ratusan tahun lalu.
Keberadaan lahan itu membuktikan swasembada pangan bisa terealisasi, sekaligus membuktikan bahwa pihak yang nyinyir sudah salah menilai.
“Kita sekarang membuktikan kepada seluruh rakyat, kepada semua elite Indonesia yang sebagian kecil tapi vokal, yang merasa dirinya sangat pintar, tapi pada dasarnya pintarnya hanya pintar bicara. Pintar analisis, tapi analisis yang saya tidak mengerti dasarnya apa,” ujar Prabowo.
Bekerja Di Desa dan Pabrik
Menanggapi keluhan Presiden Prabowo, pengamat dan praktisi hukum, Zeth Kobar Warouw, SH mengatakan, sudah saatnya kaum intelektual di kota-kota besar dikirim di desa-desa dan pabrik. Hal ini akan memberikan banyak manfaat bagi desa dan industri nasional.
“Tugas sarjana hukum dan para advokat adalah mendampingi dan melindungi rakyat desa dan kaum pekerja dari segi hukum. Membuat rakyat tani dan buruh melek hukum dan tidak mudah di tindas dan dibodohi orang lain,” jelasnya Zeth Warouw kepada Bergelora.com di Jakarta, Rabu (23/4).
Menurutnya desa saat ini juga sangat butuhkan pastisipasi langsung kaum intelektual untuk menumbuhkan produksi desa di sektor pertanian, UMKM dan industri desa. Pabrik sangat membutuhkan kaum intelektual untuk mengembangkan teknologi inovatif yang bisa meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi.
“Sehingga kaum intelektual juga memiliki pengalaman hidup dan bekerja bersama kaum tani desa dan kaum buruh. Sehingga kaum intelektual benar-benar mempraktekan ilmu pengetahuan tidak sekedar berteori kosong jualan ludah dan pamer gelar akademis lulusan sekolah tinggi di luar negeri,” tegasnya.
Zeth menjelaskan, justru sekarang saatnya titik temu kepentingan antara kaum intelektual, petani di desa dan buruh di pabrik menjadi motor persatuan nasional menggerakkan ekonomi rakyat dan membangun industri nasional.
“Negara sangat membutuhkan persatuan nasional yang kongkrit yang akan menjadi landasan pembangunan nasional. Ini hanya bisa dilakukan atas perintah pemimpin negara dan pemerintahan yaitu Presiden Republik Indonesia,” jelasnya.
Ia mengingatkan, mobilisasi kaum intelektual ke desa dan pabrik ini pernah dilakukan di China dalam Revolusi Kebudayaan yang menjadi dasar pembangunan ekonomi pedesaan dan industri hulu China!pada tahun 1960-an. Sehingga hari ini memilik kemampuan yang sangat maju di bidang pertanian, industri dan teknologi.
“Tidak perlu kaget melihat kemajuan China, karena mereka sudah melewati Revolusi Kebudayaan yang dahsyat, membangun mental petarung, pekerja dan membangun solidaritas nasional yang sangat kuat,” ujarnya.
Ketika ditanya apakah Presiden Prabowo bisa memerintahkan itu, Zeth Kobar menegaskan presiden pasti bisa.
“Karena Prabowo bukan saja sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara tapi juga sebagai panglima tertinggi TNI. Negara dan bangsa ini membutuhkan arah dari yang tegas dan jelas darinya untuk menghadapi tekanan internasional sekaligus menyelesaikan ekonomi rakyat dan negara,” paparnya.
“Kita tidak mampu menghadapi tekanan internasional kalau tidak membangun fondasi ekonomi rakyat. Semua tidak bisa kita lakukan kalau kauk intelektual dan akademisi cuma bisa nyinyir. (Calvin G. Eben-Haezer)