JAKARTA- Seorang dokter kembali tertular Virus Ebola yang mematikan pada hari Senen (4/7) di Lagos, Nigeria. Hal ini disampaikan oleh
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan,
Dr. Tjandra Yoga Aditama kepada Bergelora.com di Jakarta, Rabu (6/8).
“Padahal dengan sudah meluasnya kasus Ebola di Afrika sejak beberapa bulan yang lalu maka tentu petugas kesehatan sudah akan waspada bekerja, tapi tetap saja dokternya tertular,” ujarnya.
Hal ini menunjukkan bahwa kewaspadaan dalam perawatan di rumah sakit perlu jadi perhatian utama, yang meliputi 11 point.
“Penempatan pasien harus dalam kamar sendiri terpisah. Penggunaan alat pelindung diri, sarung tangan, masker, pelindung mata, jubah,” ujarnya.
Menurutnya juga, peralatan perawatan pasien, harus yang disposable maupun dapat didesinfeksi. Perhatian perawatan pasien yaitu pembatasan jarum dan benda tajam, pembatasan flebotomi.
“Alat yang mengeluarkan aerosol harus dibatasi sedapat mungkin. Higiene tangan harus dilakukan dengan intensif,” jelasnya.
Ia menambahkan, penanggulangan infeksi lingkungan harus dilakukan dengan desinfeksi dan pembersihan lingkungan.
Penyuntikan dengan aman mengikuti standar yang baik.
“Lama masa terinfeksi yang harus diawasi ketat dengan ditetapkan kasus per kasus, tergantung kondisi,” tegasnya.
Pengawasan petugas kesehatan yang kontak dengan pasien menurutnya juga harus berpegang pada 5 prinsip yaitu standar kebijakan monitoring, peraturan cuti, penanganan petugas yang bagian kulitnya langsung terpapar,
“Bagaimana menangani petugas yang ada gejala? Bagaimana mereka yang tidak bergejala, tapi alat pelindung diri tidak memadai,” ujarnya.
Monitoring pengunjung rumah sakit harus tunduk pada aturan larangan bezoek yang amat ketat.
Menurut Tjandra Yoga, kalau di Rumah Sakit saja yang tentunya menerapkan prosedur tertentu penularan tetap terjadi, maka di masyarakat tentu penularan harus lebih diawasi maksimal. Untuk itu, prosedur di rumah sakit harus berjalan dengan amat ketat.
Di Liberia ada laporan kasus yang meninggal lalu di kremasi, karena warga kuawatir kalau jenazah dimakamkan. (Enrico N. Abdielli)