Senin, 7 Oktober 2024

LAMBAT BANGET NIH..! Satgas BLBI Kejar Rp110 Triliun, Begini Caranya!

JAKARTA – Penanganan hak tagih negara dari dana kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia atau BLBI terus berlanjut. Bahkan baru-baru ini muncul fenomena penagihan utang tertinggi sejak 2021.

Direktur Jenderal Kekayaan Negara (Dirjen KN) dan Ketua Satgas BLBI Rionald Silaban mengungkapkan jumlah utang Bos Texmaco Group, Marimutu Sinivasan mencapai US$3,91 miliar atau Rp 60,19 triliun (kurs Rp 15.395/US$) dan Rp31,69 triliun. Dengan demikian, totalnya sebesar Rp91,88 triliun.

Secara historis, angka ini merupakan yang tertinggi setidaknya sejak 2021 atau saat Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI (Satgas BLBI) dibentuk.

Adapun, Satgas BLBI pada dasarnya dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 6 Tahun 2021. Keputusan Presiden RI Nomor 16 Tahun 2021, akan terus melakukan upaya hukum dan upaya lainnya yang berkelanjutan, guna memastikan pengembalian hak tagih negara yang dilakukan secara bertahap dan terukur.

Satgas BLBI dibentuk dalam rangka penanganan dan pemulihan hak negara berupa hak tagih negara atas sisa piutang negara dari dana BLBI maupun aset properti. Satgas BLBI berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.

Pembentukan Satgas BLBI bertujuan untuk melakukan penanganan, penyelesaian, dan pemulihan hak negara yang berasal dari dana BLBI secara efektif dan efisien, berupa upaya hukum dan/atau upaya lainnya di dalam atau di luar negeri, baik terhadap debitur, obligor, pemilik perusahaan serta ahli warisnya maupun pihak-pihak lain yang bekerja sama dengannya.

Kasus Terbesar Sejak 2021

Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, Bos Texmaco Group, Marimutu Sinivasan terpantau memiliki total utang nyaris Rp92 triliun. Rionald mengatakan belum termasuk BIAD 10%. Selain itu sebagai obligor, Marimutu memiliki utang sebesar Rp790,557 miliar, belum termasuk BIAD 10%.

Dari total tersebut, Satgas BLBI baru berhasil menagih Rp 1 miliar sejauh ini. Pembayaran ini dilakukan oleh PT Asia Pacific Fibers, Tbk., anak perusahaan Grup Texmaco.

Bahkan karena Marimutu dianggap tidak kooperatif khususnya setelah ia ditangkap saat hendak kabur ke Malaysia melewati Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Entikong, maka Satgas BLBI melakukan upaya-upaya pengembalian hak tagih Negara dalam bentuk penyitaan aset yang dimiliki Marimutu, dengan estimasi nilai aset sebesar lebih dari Rp6,04 triliun.

Pada dasarnya, kasus terbesar sejak 2021 ini bukanlah yang pertama yang terjadi sejak dibentuknya Satgas BLBI, setidaknya terdapat enam kasus lainnya perihal utang ke BLBI.

Imigrasi mengagalkan obligor BLBI yang merupakan bos Texmaco Group Marimutu Sinivasan saat hendak pergi ke Malaysia melalui Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Entikong. (Dok. Ditjen Imigrasi Kemenkumham)

Kaharudin Ongko salah satunya yang merupakan eks pemegang saham tertinggi Bank Umum Nasional (BUN) memiliki total tagihan yang harus dibayarkan adalah Rp8,2 triliun.

Selain itu, ada Trijono Gondokusumo yang memiliki utang kepada negara senilai Rp5,38 triliun.

Alhasil, aset-aset Trijono Gondokusumo disita berupa sebidang tanah berikut bangunan di atasnya seluas 502 meter persegi yang terletak di Jl. Simprug Golf III No. 71, Kel. Grogol Selatan, Kec. Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.

Selain itu, aset lain yang disita sebidang tanah seluas 2.300 meter persegi yang terletak di Kelurahan Lebak Bulus, Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan.

Tidak hanya itu, kasus Hindarto Tantular & Anton Tantular sebesar Rp1,6 triliun pun berujung pada penagihan oleh Satgas BLIB pada 6 Januari 2022.

Kasus Utang ke BLBI (Rp T)

Mengejar Utang BLBI

Kementerian Keuangan di bawah kepemimpinan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menargetkan untuk melanjutkan program penanganan hak tagih negara dari dana kasus BLBI pada 2025.

Wakil Menteri Keuangan I Suahasil Nazara mengatakan, untuk melanjutkan program penagihan BLBI pada tahun depan atau masa pemerintahan Presiden Terpilih Prabowo Subianto, akan dianggarkan dana senilai Rp10,25 miliar.

Anggaran itu akan digunakan untuk pembentukan Komite Penanganan Hak Tagih Dana BLBI pengganti Satgas BLBI, hingga melanjutkan upaya pembatasan keperdataan dan atau layanan publik serta pencegahan bepergian ke luar negeri.

Dana itu juga akan digunakan untuk meningkatkan penelusuran informasi terkait debitur dan obligor dengan nilai kewajiban besar dan terafiliasi antara lain dengan bantuan audit investigasi BPKP, serta pelatihan peningkatan kemampuan asset tracing bekerja sama dengan pemerintah Amerika Serikat (US Government).

Rionald, yang menjabat sebagai Ketua Satgas BLBI menegaskan bahwa pembentukan komite itu penting untuk terus mendapatkan hak tagih negara atas dana BLBI yang belum kembali. Dana hak tagih itu sebelumnya tercatat mencapai Rp110 triliun.

Sebagai catatan, untuk 2025 target untuk penanganan hak tagih BLBI senilai Rp2 triliun, yang terdiri dari PNBP ke Kas Negara Rp500 miliar, Penguasaan Fisik Rp500 miliar, dan Penyitaan Rp1 triliun. (Calvin G. Eben-Haezer)

 

Artikel Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,100PelangganBerlangganan

Terbaru