JAKARTA- Pernyataan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tentang terpilihnya Setya Novanto sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) merupakan tindakan pencemaran nama baik. Ketua KPK diminta segera mengkoreksi secara mendasar. Hal ini ditegaskan oleh Laode Ida kepada Bergelora.com di Jakarta, Senin (6/10).
“Terpilihnya Satya Novanto sebagai Ketua DPR secara hukum sulit dipermasalahkan. Kendati dia sudah beberapa kali dipanggil oleh KPK terkait dugaan keterlibatannya dalam beberapa kasus korupsi serta mafia anggaran negara namun ia belum sebagai tersangka,” ujarnya.
Dengan demikian reaksi pihak KPK atas terpilihnya Satya Novanto (SN) menurut Laode Ida, perlu dikoreksi secara mendasar. Jika pihak KPK anggap Setya Novanto punya masalah hukum karena sudah beberapa kali diperiksa, maka sebenarnya merupakan pukulan atas dirinya (KPK-red) sendiri.
“Mengapa proses hukum Setya Novanto di KPK begitu begitu lamban dan mengambang sehingga buat publik bangsa ini tanda tanya. Harusnya dipercepat proses-prosesnya sehingga tak menggantung,” ujarnya.
Hingga saat ini menurutnya, Setya Novanto belum berstatus tersangka, sehingga masih punya hak poitik untuk jadi pejabat. Apalgi Setya Novanto dianggap sebagai kader yang loyal dan pantas oleh parpolnya.
“Jadi, orang-orang KPK itu, termasuk Abraham Samad, bisa dianggap telah mencemarkan nama Setya Novanto,” tegasnya.
Setya Novanto sendiri menurutnya seharusnya meminta KPK membersihkan nama baiknya. Meskipun jika ditelusuri di google nama SN sangat banyak yg muncul atau terkait dengan berita korupsi.
“Makanya, pihak KPK perlu membuat penjelasan yang benar dan bijak terhadap nama Setya Novanto yang saat ini menjadi Ketua DPR atas usungan dari koalisi merah putih itu,” ujarnya.
Laode Ida mensinyalir bahwa lambannya atau bahkan terhentinya proses-proses penyidikan terhadap Setya Novanto yang juga sudah jadi bagian dari ‘nyanyian’ mantan bendahara umum Partai Demokrat, M. Nazarudin itu, boleh jadi akibat dari kemampuan Setya Novanto bekerjasama dengan pihak penyidik KPK yang berada di luar kendali Abraham Samad.
“Jika ini benar terjadi maka dapat juga dikatakan bahwa cara-cara penyelidikan para figur pimpinan, KPK masih kalah canggih dengan modus dari sebagian oknum koruptor. Inilah yang harus dievaluasi KPK di bawah Abraham Samad,” ujarnya. (Enrico N. Abdielli)