JAKARTA- Lita Anggraini mulai mogok makan Senin, 16 Februari 2015 dan seterusnya sampai tak terhingga batas waktunya bila DPR dan pemerintah tidak memasukkan RUU PRT dan Ratifikasi Konvensi ILO 189 tentang Kerja Layak bagi Pekerja Rumah Tangga (PRT) sebagai Prolegnas Prioritas 2015. Mogok makan ini merupakan wujud perlawanan kepada anggota DPR dan pemerintah yang menutup telinga, membekukan hati dan abai memandang pekerjaan di dalam rumah-rumah tangga sebagai suatu pekerjaan yang tidak bernilai. Demikian ujarnya kepada Bergelora.com di Jakarta, Senin(16/2).
“Pekerjaan rumah tangga dianggap bukan pekerjaan seperti layaknya pekerja pada umumnya yang memiliki hak-hak dasar yang sama sebagai pekerja,” tegasnya
Ia menjelaskan, aksi mogok makan dilakukan untuk menggalang solidaritas bersama dan mengingatkan siapa saja yang mempekerjakan sesama manusia yang lemah, terpinggirkan dan terlupakan di dalam rumah mereka tanpa menghormati dan memenuhi hak–hak dasar mereka tidak lain adalah memperbudak sesamanya sendiri.
“Memperlakukan sesama manusia menjadi budak merupakan bentuk pelanggaran terhadap martabat dirinya sendiri sebagai manusia. Di dalam UUD 1945 pasal 28I ayat 1 jelas dikatakan bahwa hak untuk tidak diperbudak adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun,” tegasnya.
Selama ini hak-hak pekerja rumah tangga kerap kali dilanggar sehingga tidak sedikit kasus yang dialami PRT. Menurut catatan JALA PRT, selama 2012-2013, 653 orang mengalami berbagai kasus pelanggaran hak-hak dasar mereka. Hak-hak yang seringkali dilanggar adalah hak atas upah layak, hak untuk batasan jam kerja, hak beristirahat, hak libur, hak untuk keluar rumah, hak berkomunikasi, hak berorganisasi, hak mendapatkan perlakuan manusiawi, hak mendapatkan jaminan sosial.
Kontribusi PRT
Survey Angkatan Kerja Nasional dan Survey Ekonomi Sosial Nasional, BPS tahun 2012 mengatakan bahwa ada sekitar 1,15 juta orang mempekerjakan PRT. JALA PRT menegaskan bahwa sesungguhnya kontribusi nilai ekonomi dari pekerjaan para PRT di rumah-rumah majikan itu sangatlah besar karena terbukti majikan dapat meninggalkan rumah-rumah mereka menuju ke tempat-tempat kerja dalam mengejar karier untuk memperoleh pendapatan yang lebih besar lagi. Peningkatan pendapatan mereka mempengaruhi percepatan pertumbuhan ekonomi nasional.
Kontribusi pekerjaan para PRT tidak dapat hanya dilihat dari segi ekonomi, tapi juga dari sisi sosial sebagai warga negara Indonesia karena para PRT juga membayar pajak untuk memenuhi kewajiban sebagai warga negara. Namun dalam hal hak-hak sebagai pekerja, pekerjaan PRT tidak dianggap sebagai pekerja. Pekerjaan PRT dianggap sebagai pekerjaan tidak bernilai dan karenanya dipandang tidak perlu mendapatkan perlindungan dari pemerintah. Padahal di dalam pasal 28 D ayat 2 UUD 1945 jelas dikatakan bahwa “Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja”. Dan juga ditekankan dalam pasal 28I ayat 4: “ Perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggungjawab negara terutama pemerintah”.
Atas situasi ini, maka JALA PRT bersama anggota di berbagai wilayah di Indonesia dan dalam KAPPRT BM (Komite Aksi Perlindungan Pekerja Rumah Tangga dan Buruh Migran) menyatakan mogok makan sebagai wujud protes terhadap sikap DPR dan Menaker yang pro perbudakan dengan menghilangkan RUU PPRT dari Prioritas Prolegnas 2015 serta penolakan Menkaer terhadap Ratifikasi Konvensi ILO 189 Kerja Layak PRT.
“Mogok makan sebagai wujud perlawanan terhadap pengabaian hak-hak PRT secara hukum dan kebijakan sebagai pekerja dan sebagai warganegara,” tegasnya.
JALA PRT Mendesak DPR dan pemerintah untuk mewujudkan perlindungan hukum dan langkah strategis perubahan hukum yang tidak diskriminatif bagi PRT di Indonesia dengan memasukkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga dan Ratifikasi KILO 189 tentang Kerja Layak bagi PRT dalam Prolegnas Prioritas 2015. Selama ini perlindungan PRT di Indonesia maupun diluar negeri belum terwujud.
“Ratifikasi KILO 189 tidak hanya memuat prinsip fundamental perlindungan hak dan situasi kerja serta keadilan bagi PRT dan PRT migrant tapi juga mengakui adanya kontribusi ekonomi PRT yang signifikan untuk keluarga majikan untuk ekonomi global,” jelas Lita Anggraeni. (Web Warouw)