JAKARTA- Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) sebesar Rp 300 Triliun/tahun merupakan kerugian negara yang disebabkan penguasaan mafia minyak dan gas Indonesia.
Menurut perhitungan ahli ekonomi, Sumitro Djojohadikusumo sebanyak 30 persen dari penghasilan minyak dan gas dikorupsi. Maka sebanyak Rp 100 Triliun dari Rp 300 Triliun dikorupsi, kemudian dicuci uangnya diberbagai bank di luar negeri kemudian kembali ke Indonesia lewat rekening-rekening yang aman milik partai-partai politik di Indonesia. Hal ini disampaikan ahli pengelolaan minyak dan gas, Yoga P. Suprapto kepada Bergelora.com di Jakarta, Jumat (6/6).
Mantan Presiden Direktur, PT Badak NGL.Co di Bontang ini mengatakan mafia migas ini didukung oleh menteri-menteri di dalam pemerintahan Soesilo Bambang Yudhoyono dan beberapa anggota DPR-RI, sehingga sistim pengelolaan migas di Indonesia menghancurkan Pertamina, menyebabkan impor minyak dan membobol uang negara atas nama subsidi BBM.
“Padahal dengan 300 Triliun Pertamina bisa membangun 2 kilang minyak yang bisa membuat Indonesia mandiri tak perlu impor,” ujarnya mantan Presiden Direktur PT Arun, di Aceh ini.
Sebelumnya, Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB), menegas bahwa tidak benar pandangan Pertamina tidak mampu secara finansial dan tehnis mengelola Blok Mahakam.
Hal ini menurut Presiden FSPPB, sudah terbukti bahwa sewaktu di jaman orde baru Pertamina mampu menjadi pemasok devisa negara terbesar karena mengelola sektor hulu sampai hilir disemua pertambangan minyak peninggalan Belanda dan pertambangan gas yang baru,” demikian Ugan Gandar kepada Bergelora. Com di tengah aksi ribuan buruh Pertamina menuntut pengembalian Blok Mahakam di Istana Negara, Jakarta, Kamis (5/6).
Ia menjelaskan bahwa Pertamina sebagai Perusahaan negara memiliki kekuatan finansial untuk eksplorasi dan pengolahan sampai ke pemasaran puluhan tahun menjadi tulang punggung pemasukan negara.
“Kita tidak menutupi adanya korupsi pejabat ordebaru pada saat itu. Tapi setelah berubah sistim, korupsi tidak hilang, malah ladang-ladang minyak dan gas dikonsesikan pada asing menghilangkan seluruh kedaulatan negara dan rakyat Indonesia. Uang konsesi juga tetap dikorup,” ujarnya.
Menurutnya, seharusnya negara memperkuat Pertamina dengan memberantas korupsi dan tetap mengelola sendiri semua ladang minyak dan gas.
“Bukan seperti saat ini, perusahaan asing kuasai ladang minyak dan mengatur negara. Kita tuan rumah tapi disuruh tidur di WC dengan alasan kita tak punya uang dan tidak menguasai tehnologi,” Ujarnya.
Ia juga menyatakan bahwa salah pandangan publik, semua pekerja minyak dan gas hidup bergelimang kemewahan.
“Hanya pejabat elitnya saja mungkin yang bergaji tinggi dan bisa bermewah-mewah. Tapi keluarga pekerja tambang minyak dan gas bekerja dengan resiko yang tinggi. Dua minggu sekali bertemu keluarga harus tinggal di pengeboran lepas pantai dengan resiko celaka karena ombak dan kebakaran,” ujarnya.
Bela Negara
Sementara itu Fajar Gunawan dari Serikat Pekerja Badak NGL Co mengatakan bahwa pekerja minyak dan gas adalah sektor harus berdiri terdepan membela kepentingan negara dan rakyat Indonesia.
“Kita harus bersatu menuntut penghapusan sistim yang dikuasai mafia migas. Kita harus memperjuangkan pengambil alihan ladang-ladang minyak dan gas Indonesia dari tangan asing,” tegasnya.
Menurutnya, semua ladang, kilang dan sistim pengelolaan minyak dan gas adalah milik negara yang harus dikelola oleh pekerja migas Indonesia yang terorganisir untuk kepentingan rakyat Indonesia. (Web Warouw)