Oleh: Andi Arief
Megawati belum pernah menjelaskan kepada publik secara terang-terangan, mengapa dia menunjuk Prabowo menjadi Cawapresnya di tahun 2009,– bahkan sampai ada perjanjian batu tulis. Berbeda dengan Cory Aquino di Filipina yang memiliki alasan kuat mengendorse Fidel Ramos sebagai pelanjutnya di tahun 1992 .
Â
Cory menjelaskan kepada publik bahwa Fidel Ramos adalah Tentara yang juga berlumuran darah, pengikut gerbong diktator Marcos, namun dianggap menanamkan perubahan perpecahan di militer karena Fidel Ramos berbalik mendukung People Power.
Bahkan Cory Aquino menganggap Ramos yang selamatkan dirinya dari tiga kekuatan militer yang hendak mengkudeta. Rakyat diperlakukan secara adil dan diberi pengertian, sehingga negara tidak dibanjiri desas-desus.
Untuk Fidel Ramos, Cory Aquino mengubah keputusan dimana awalnya mendukung Ramon V Mitra sahabat karib Ninoy Aquino yang pada saat 1992 menjadi juru bicara Parlemen Filipina. Walaupun keputusan itu juga dipertimbangkan Aquino atas kondisi objektif masyarakat Pilipina sesudah kejatuhan Marcos.
Ada tradisi kudeta militer, perlawanan bersenjata di negara-negara bagian maupun tekanan kelompok radikal lainnya. Rakyat yang bertanya-tanya seantero Filipina memahami, meski dalam pemilunya kurang dari 40 persen pendukung Ramos.
Filipina menggunakan pemilihan Presiden satu putaran, suara terbesar langsung memenangi pilpres. Berbeda dengan di Indonesia atau beberapa Amerika Latin seperti Chile yang memilih mendapatkan Presiden yang didukung rakyat 50 persen lebih.
Megawati memang bukan Aquino. Aquino, tidak silau kekuasaan. Dialah penentang masa jabatan Presiden dua kali berturut-turut di Pilipina, meski bisa saja di tengah pesonanya tahun 1992 mengubah konstitusi yang dia sudah perjuangan sendiri. Aquino, tidak mewarisi dendam meski dia dikecewakan Ramos yang hendak merubah konstitusi di ujung kekuasaannya. Meski Filipina di tangan Ramos kemajuan ekonominya sedang membaik.
Aquino bukanlah merasa dia yang paling berhak atas perjuangan demokrasi yang kini dinikmati masyarakat Pilipina dan bisa berkehendak apa saja. Dia sadar bahwa sebetulnya bukan dialah yang diharapkan masyarakat untuk menjadi lokomotif perubahan. Nama besar Salvador Laurel dan teman seperjuangan suaminya Ninoy jauh lebih berhak dari dia.
Megawati menurut saya kurang lebih sama. Sebelum 1996 Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dan Megawati adalah anak mami. Kebangkitan gerakan mahasiswa dan rakyat menyediakan panggung agar Megawati memimpin. Sekali lagi disediakan. Megawati bukan petarung. Itulah mengapa dia terlihat lemah di saat-saat politik pemilihan Presiden.
Kecuali penjelasannya kepada publik bahwa Ia menunjuk Jokowi si krempeng karena hasil diskusinya dengan Bung Karno, Publik sampai hari ini belum mendapat penjelasan mengapa Jokowi secara spekulatif dicapreskan dan memilih menendang kawan seperjuangannya Prabowo Subianto lima tahun lalu. Bahkan mereka masih tampak akrab sebelum pemilihan Gubernur DKI.
Masyarakat Indonesia kini terbelah karena Megawati dan PDI-P yang menceraikan Prabowo dan Gerindra tanpa penjelasan. Jokowi satu-satunya calon presiden yang hadir tanpa penjelasan, dan seolah membawa dendam pada politik sektarian yang berkoalisi di belakang Prabowo. ‎
Penulis adalah Staff Khusus Presiden Bidang Penanganan Bencana dan Bantuan Sosial